Meskipun hanya tujuh marga tersebut yang dikisahkan menjadi keturunan Si Raja Lontung dan Si Boru Pareme, daerah Aek Sipitudai atau tempat pertemuan mereka, saat ini mayoritas justru dihuni oleh marga Limbong atau keturunan Limbong Mulana. Marga Limbong saat ini diketahui rata-rata menikahi bagian marga/boru Silahi Sabungan dan juga bagian marga Parna. Bagian dari Silahi Sabungan adalah Sihaloho, Silalahi, Sipayung, Sinurat, dan Sidabalok. Sementara itu, bagian dari Parna adalah Simbolon, Sitanggang, Sigalingging, Nadeak, Sitio, Turnip, Sidauruk, Saragih, Ginting, dan sebagainya (S. Limbong, komunikasi pribadi, 2023).Â
Pesta Tugu Marga Limbong Mulana | Foto: Dokumentasi Pribadi (2023)
Tradisi dan Adat Istiadat Marga: Warisan yang Harus Tetap HidupÂ
Tradisi di Aek Sipitudai tetap lestari. Masyarakat mengikuti fungsi tujuh pancuran saat mengambil air. Menurut penjaga mata air tersebut, tujuh jenis pancuran mempunyai manfaat khusus. Ketujuh mata air tersebut beserta manfaatnya terdiri dari berikut:
- Aek Sibaso Bolon : Bidan atau pancuran untuk ibu yang sudah tidak melahirkan.
- Aek Namardenggan Daging : Pancuran untuk ibu hamil atau yang masih bisa melahirkan.
- Aek Namarbaju : Pancuran untuk gadis.
- Aek Poso-poso : Tempat mandi bayi yang belum memiliki gigi.
- Aek Pangulu Raja : Pancuran tempat mandi para raja.
- Aek Raja Doli : Pancuran untuk laki-laki.
- Aek Hela : Pancuran untuk menantu laki-laki yang mengawini putri marga Limbong.
Pancuran-pancuran tersebut masih dipercayai dan terus digunakan, menjadi bukti melestarikan tradisi oleh masyarakat.Â
Pancuran Mata Air Aek Sipitudai| Foto: Dokumentasi Pribadi (2023)
Kesimpulan: Jejak Marga yang Tetap TeguhÂ
Marga adalah penanda atau warisan kuat yang mengingatkan kita akan sejarah siapa kita dan apa yang terjadi pada leluhur kita di masa lampau yang sedikit banyak pasti mempengaruhi keadaan kita di saat ini. Cerita rakyat yang mengikutinya juga bukanlah menjadi perdebatan tiada akhir. Sebanyak apapun data ataupun bukti arkeologis, tidak ada yang bisa menjamin dengan pasti bahwa penafsiran tersebut memang terjadi di masa lampau. Namun, cerita yang beredar turun temurun dapat dimaknai sebagai wujud pelestarian budaya yang terus dilakukan hingga saat ini. Adanya warisan nilai historis, baik itu melalui marga dan cerita, menjadikan kita lebih menghargai dan menganggap suatu tempat itu sakral. Pada akhirnya kita cenderung tidak merusak apa yang kita miliki saat ini.
Peresmian Tugu Limbong | Foto: Dokumentasi PribadiÂ
Daftar Referensi
Limbong, Songli. (2023). Wawancara Pribadi. Kabupaten Samosir. 10 Juli 2023.Â