Mohon tunggu...
Lesman Siagian
Lesman Siagian Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar

Halo, saya Lesman hobi membaca, memancing, dan bermain sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Calon Imam atau E-Mam?

23 Oktober 2024   11:15 Diperbarui: 23 Oktober 2024   13:32 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi covid-19  mempunyai dampak besar terhadap segi-segi kehidupan khususnya kehidupan menggereja. Peristiwa ini menjadi suatu gertakan besar, banyak orang akhirnya memilih untuk lockdown; menolak segala bentuk dan jenis pekerjaan yang harus dilakukan di luar rumah.

 Tidak heran sekarang melihat para pastor atau calon-calon imam untuk bermisi, melakukan kerasulan dan berpastoral dengan menggunakan alat atau media digital. Misalnya, untuk merayakan Ekaristi online, katekese online, doa lingkungan online, dan bahkan ada ziarah online.

Gaya hidup di tengah perkembangan dunia digital membuat suatu karya Gereja tidak memenuhi esensi tertentu dan mengurangi eksistensi para romo yang menjadi manifestasi "in persona Christi".

Tapi dalam era digital ini, Gereja dituntut untuk selalu beradaptasi dengan perkembangan yang sedang terjadi dan perlu menyesuaikan bentuk pewartaan yang selaras dengan zamannya.

 Hal ini disampaikan oleh Dosen STIPAR Ende, RD. Deny Nuwa, dalam materinya pada kegiatan hari studi dalam rangka 100 tahun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Mataloko, Rabu (7/8/2024).

Maka, pastoral dan misi digital yang sudah menjamur sungguh tak terelakkan; menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan: semakin efektif dan efisien dengan visi dan misi yang jelas. Paus Emeritus Benediktus XVI, pernah mengungkapkan bahwa "lingkungan digital bukanlah dunia paralel atau murni virtual, tetapi merupakan bagian dari realitas sehari-hari banyak orang". 

Penting juga agar kegiatan pastoral dan misi digital ini, perlu memperhatikan elemen penting, yakni empat pilar(sanctitas, scientia, sanitas, dan societas) sebagaimana digunakan untuk membentuk pribadi seorang calon-calon imam.

Namun, perlu juga disadari oleh para calon-calon imam khususnya. Jangan sampai pada akhirnya pilar-pilar itu hanya menjadi suatu yang bias dan tidak didalami maknanya secara dalam. 

Dapat membuat seorang calon-calon imam tidak lagi berfokus pada panggilan menuju imamatnya, menyalahgunakan aplikasi digital sebagai alat mencari kebahagiaan semu; dengan merubahnya menjadi pribadi yang individualistis dan anti terhadap komunitas.

Makna salib, tidak hanya menghubungkan relasi antara Allah dan manusia saja, tetapi menghubungkan relasi antara sesama manusia itu sendiri. Oleh karena itu, Gereja dengan para pengikutnya harus mempertahankan untuk mengedepankan juga hubungan fisik antar-manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun