Mohon tunggu...
Eddy Marhaen
Eddy Marhaen Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

The Social Conscience Of Man

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lunturnya Jiwa Nasionalisme Pemuda Indonesia di Era Globalisasi

27 Oktober 2011   09:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:26 2194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Neri Widya Ramailis

Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan hari bersejarah bagi pemuda indonesia yang disebut juga sebagai hari sumpah pemuda, sehingga setiap tahun selalu diperingati oleh pemuda di indonesia. Sejenak kita merefleksi kembali sejarah lahirnya sumpah pemuda dapat diperjelas dengan adanya gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua, berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.Sehingga menghasilkan Sumpah Pemuda.

Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, sabtu27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda.Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop, minggu28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

Rapat Ketiga, Gedung Indonesisch HuisKramat pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, berbunyi :

Pertama, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia). Kedoea, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia.Ketiga, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).

Berdasarkan kutipan isi dari sumpah pemuda yang telah di ikrarkan oleh para penggagas sumpah pemuda, sudah saatnya kita sebagai generasi penerus bangsa di era globalisasi ini memiliki tugas penting dan kewajiban bersama untuk mengamalkan dan mewujudkan cita-cita luhur para pemuda yang dulunya juga ikut berperan serta dalam kemerdekaan bangsa indonesia sebagai wujud cinta tanah air mereka terhadap NKRI dan membangkitkan kembali semangat, jiwa Nasionalisme di kalangan pemuda dan mahasiswapada saat sekarang ini, yang mulai luntur akibat degradasi moral yang banyak terjadi dikalangan mahasiswa dan pemuda indonesia.

Kerusakan moral ini tidak hanya tercermin dalam pelanggaran HAM saja, dan juga, tidak hanya terwujud dalam merajalelanya korupsi secara parah dan ganas, jauh lebih luas dan lebih besar dari itu semua. Proses pembusukan moral secara besar-besaran ini sudah berjalan jauh sebelumnya. Sehingga berdampak negatif bagi semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai masalah muncul baik itu dibidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, termasuk agama.

Kita sebagai pemuda bangsa, pemuda penerus masa depan kejayaan indonesia tetaplah untuk berjuang dan semangat seperti pemuda zaman dulu. Tidak perlu mengorbankan nyawa, dengan semangat belajar, dengan semangat bekerja keras, disiplin, patuh dan taat kepada agama jelas perjuangan untuk mempertahankan indonesia akan tetap terjaga. Serta menghargai dan saling menghormati satu sama lain, dan tetap melestarikan budaya indonesia tidaklah sulit, semua tergantung dari kesadaran kita masing-masingsebagai generasi penerus bangsa demi terciptanya rasa persatuan dan kesatuan untuk bangsa indonesia tercinta tanpa ada perbedaan antara satu dan lainnya. Sesuai dengan semboyan negara kita “BHINNEKA TUNGGAL IKA” (walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun