Selamat tahun baru semuanya. Awal tahun biasanya dipenuhi dengan suka cita perayaan menyambut tahun yang baru. Setiap orang memanjatkan doa dan memiliki harapannya masing-masing untuk kehidupan yang jauh lebih baik di tahun 2020 ini.Â
Saya memutuskan untuk berlibur di Garut di tempat adik saya. Di sana jarang sekali terdengar gelegar kembang api yang biasanya lazim menandai pergantian tahun. Hal ini dikarenakan peraturan Pemda setempat yang melarang pesta kembang api.Â
Tapi, kemarin kami cukup beruntung karena masih ada warga yang 'bandel' dan menyalakan kembang api. Lumayan hiburan ditengah acara barbekyuan sederhana kami, jagung dan sosis bakar yang cukup bikin happy dan perut kenyang.
Akhirnya, tibalah saatnya kembali pulang ke Jakarta. Seperti biasa, saya memilih moda transportasi bis yang murah meriah karena tidak sedang terburu-buru juga. Seperti perjalanan biasanya juga, saya membeli cemilan untuk iseng ngemil selama di jalan.Â
Oh ya, trip kali ini saya berdua sama anak lelaki kesayangan. Untungnya, dia termasuk anak yang gak rewel selama perjalanan. Kami naik bis Primajasa jurusan Garut-Jakarta dari Terminal Guntur. Dan, tidak ada info apapun sebelumnya bahwa perjalanan kami akan terhambat dan terganggu. Waktu saat itu menunjukkan pukul 1 siang hari.
Di tol Cipularang memang sudah terlihat kepadatan arus balik tahun baru ini. Tapi, saya masih belum curiga sama sekali. Saya pikir, oh ya ini mungkin macet seperti biasa puncak arus balik setiap libur hari besar. Saya dan anak saya pun terlelap berharap ketika membuka mata kami sudah sampai di Jakarta.Â
Dan kecurigaan saya pun dimulai ketika seluruh kendaraan diarahkan keluar di pintu tol Cikarang Barat. Saya mulai rajin memantau info di Twitter. Â Saat itu, waktu sudah menunjukkan waktu adzan Maghrib. Kami pun mulai membuka perbekalan karena perut rasanya mulai lapar juga.Â
Waktu berlalu, sudah total 10 jam kami di dalam bis dari Garut menuju Jakarta. Pegal rasanya kaki dan dinginnya AC di dalam bis membuat dorongan untuk buang air kecil makin besar. Duh, tapi ini antah berantah entah di mana.Â
Ternyata, saya tidak sendirian. Penumpang lain pun mulai resah. Apalagi supir mulai sesekali mematikan AC dan mesin mobil untuk menjaga stok bbm-nya. Jujur, saya mulai agak parno karena bis AC kan biasanya jendelanya gak bisa dibuka.Â
Ingatan saya langsung mengarah ke tragedi kemacetan arus mudik/balik di Brebes yang memakan korban. Berkali-kali saya bertanya dan mengingatkan anak saya jika terasa nafasnya sesak. Apalagi, mulai terdengar tangisan bayi di dalam bis yang mungkin mulai pengap juga karena mesin bis dimatikan.
Keluarga saya pun memantau lokasi saya melalui live share location di aplikasi Whatsapp. Mereka mencari berbagai bala bantuan untuk mengevakuasi kami yang juga mulai resah. Beruntungnya saya memiliki anak lelaki yang tidak rewel. Alhamdulillah sepanjang malam dia tertidur.Â