Ada yang kembali menyulut semangat saya dalam menulis---sebuah respons tidak terduga yang datang dalam balutan apresiasi.
Kali ini, saya kembali dinominasikan sebagai NOMINEE BEST IN FICTION 2024 pada ajang KOMPASIANA AWARD. Ini adalah kali kedua, setelah pada tahun 2023 saya juga masuk ke dalam kategori yang sama. Sebuah kehormatan yang membuat saya terdiam sejenak, mempertanyakan: Mengapa karya fiksi saya mampu mencuri perhatian?
Saya, pada dasarnya, bukanlah penulis yang melanglang buana bertahun-tahun di dunia kepenulisan digital. Bergabung di Kompasiana sejak 21 September 2020, masa pengabdian saya belumlah panjang---sekitar empat tahun, usia yang masih 'belia' atau "unyu-unyu" dalam ruang lingkup kepenulisan di Kompasiana. Meskipun demikian, kehormatan ini, dua kali berturut-turut, membuat saya merenung dan bertanya pada diri sendiri, apa yang membuat karya saya berbeda? Barangkali, dalam tanya itu tersimpan jawaban yang tidak sederhana.
Selama kurun waktu tersebut, saya baru menorehkan sekitar 176 artikel. Jumlah yang mungkin terdengar kecil jika dibandingkan dengan mereka yang sudah lama berkecimpung di blog ini. Tulisan-tulisan saya kebanyakan bertema psikologi dan pengembangan diri---tema-tema yang dekat dengan hati dan pemikiran saya.
Namun, di balik semua itu, ada satu sudut kecil dari dunia saya yang saya banggakan, yaitu dunia cerpen, di mana 54 cerpen dan 5 puisi yang telah saya lahirkan, 17 di antaranya mendapat label AU (Artikel Utama), dan 45 lagi menyabet predikat pilihan.
Dari semua itu, ada beberapa yang menjadi favorit saya pribadi, karya yang menuntut lebih dari sekadar jemari yang mengetik, tetapi hati yang bergetar dan pikiran yang melampaui batas. Beberapa judul favorit tersebut adalah:
- Cinta yang Nyaris Terlupakan
- Laki-laki yang Mengurung Diri di Kamar
- Payah
- Menggugat Diam
- Eksperimen Tanpa Akhir
- Hari Marlina Tidak Pernah Istimewa
- Antara Aku, Ayah, dan Marcus, serta Hari-hari yang Membuatku Panas
- Anak Macam Apa Saya Ini?
Setiap cerpen yang saya tulis lahir dari perasaan yang dalam. Mungkin, itulah sebabnya saya menduga-duga, mengapa saya dinominasikan dalam kategori ini---karena cerita-cerita yang saya sajikan mungkin menyentuh lapisan emosi para pembaca, memotret polemik kehidupan sehari-hari, kisah cinta, persahabatan, hingga relasi keluarga. Barangkali itulah yang menjadikan karya-karya kecil saya pantas mendapat tempat di hati para pembaca.
Selain itu, tak dapat saya pungkiri, Komunitas Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) telah menjadi rumah kedua bagi saya. Komunitas yang diprakarsai oleh Horas Edward S. ini adalah tempat saya bereksperimen, belajar, dan berkompetisi. Di sini, saya dapat menakar sejauh mana cerita saya bisa bersaing dengan cerita cerpenis lain di Kompasiana. Bukan sekadar komunitas, Pulpen seringkali mengadakan sayembara yang telah diselenggarakan hingga dua puluh kali. Dari sayembara itu, saya mengikuti sepuluh, dan tujuh kali saya keluar sebagai pemenang---baik sebagai juara tema khusus, juara 1, maupun juara 2.
Beberapa cerpen yang menyabet kemenangan ini adalah:
- Aku Hanya Ingin Melindungimu
- Aku Pikir Kau Sahabatku yang Baik
- Ibu Berisik
- Seperti yang Kau Minta
- Mimpi Joharis dan Peti Es
- Bandul Waktu yang Tak Pernah Berhenti Bergerak
- Kebodohan yang Dirayakan
- Yunus dan Suara Katarsis (nominasi Pesta Pena Komunitas Pulpen 2023)
Tulisan bagi saya adalah cara saya meresapi dunia dan menyampaikan sudut pandang yang mungkin tidak terlihat oleh mata biasa. Sejak awal, saya menulis bukan untuk mengejar penghargaan atau pengakuan, melainkan untuk menyalurkan ide-ide yang berloncatan di kepala. Jika ada apresiasi yang datang, itu adalah bonus yang menyenangkan, tetapi esensinya selalu sama: Saya ingin apa yang saya tulis memberi makna dan inspirasi bagi pembaca.
Ke depan, saya berharap semangat ini terus berkobar, membawa saya pada tantangan-tantangan baru, terutama dalam mengasah kualitas cerpen saya. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi saya yakin bahwa prosesnya akan menjadi PR yang menyenangkan.