Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Macam Apa Saya Ini?

19 Oktober 2024   17:30 Diperbarui: 30 Oktober 2024   17:40 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya lalu kembali ke kamar, tetapi hanya berbaring, tanpa memejamkan mata. Saya menatap langit-langit kamar, kemudian pikiran saya menyebar. Sulit menceritakan kisah ini karena belum selesai.

Keesokan harinya, saya melihat Ibu menatap sejenak bayangannya di cermin. Ia menyapukan kuas rias ke wajahnya yang lebam dengan warna senada kulit untuk menyamarkannya. Selanjutnya, kacamata semi hitam untuk menyamarkan sembab mata.

Adik muncul di belakang Ibu, menatap Ibu sesaat sebelum memeluk Ibu erat-erat.

"Kemarilah!" ajak Ibu kepada saya. Kami berpelukan dalam hening.

Suara hati saya yang jujur mengatakan bahwa kami---saya dan Adik---membutuhkanmu, Ibu, untuk membesarkan kami karena kami tidak punya pilar. Kami tidak punya gambaran apa pun. Kami tidak punya penyangga. Kami tidak punya Ayah. Ayah tidak pernah memainkan perannya. Selalu jauh. Ayah tidak pernah ada saat keadaan menjadi tidak adil. Ayah tidak pernah menunjukkan minatnya kepada kami. Sepanjang waktu, setiap kali kami mencari sandaran, Ibulah yang selalu berdiri di hadapan kami, bukan Ayah.

Jadi, inilah cerita saya, cerita tentang Ayah yang tidak pernah benar-benar ada.

Namun, seperti keajaiban, malam ini, entahlah, Ayah hadir untuk makan malam bersama kami. Ketika kami semua duduk di meja makan, Ibu berusaha tersenyum dan berusaha menjadikan segalanya tampak normal, seolah-olah tidak pernah ada kejadian sebelumnya.

"Saya bertemu dengan teman dan bayinya tadi siang," kata Ibu. "Bayinya mirip sekali dengan ayahnya. Bayangkan, sampai ke telapak kakinya pun sama." Ibu tertawa.

Saya tidak bereaksi. Adik sibuk mengunyah. Hanya Ayah yang menyahut dengan kata singkat, "O, ya?" Saya tahu, percakapan itu milik orang dewasa. Bukan untuk anak-anak.

"Teman saya bilang, ia ingin bertemu dengan saya di akhir pekan," lanjut Ibu.

"Jadi, apa yang kamu katakan?" timpal Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun