---
Dimbala menyaksikan sendiri kota kecilnya telah hancur lebur terluluh lantak akibat perang. Perang yang tidak pernah diminta oleh para rakyat jelata. Perang yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antar negara disebabkan kerakusan kaum penguasa. Bertahun-tahun terjadi pembunuhan di mana-mana dengan rasa marah yang terpaksa. Hingga empat tahun berlalu, pembunuhan pun berakhir, tetapi kehancuran negerinya ternyata baru saja dimulai.
Mereka yang selamat harus menelan kepahitan hidup, sebagaimana hidup yang teramat pahit yang dirasakan Dimbala. Perempuan kurus itu pun telah merasakan bagaimana harus ikut menelan beban biaya perang yang luar biasa mahal, sampai-sampai nyawa ayahnya, saudara laki-lakinya, dan juga suaminya pun yang terenggut oleh mesiu-mesiu laknat harus turut dikorbankan untuk membayarnya.
Dimbala lantas tertinggal sendirian di dunia yang tidak lagi dikenalnya. Yang bisa dia lakukan hanyalah menjaga keselamatan putra kecil satu-satunya yang masih diberikan napas oleh Tuhan meski hal itu pun menjadi makin mustahil dari hari ke hari.
Dimbala sudah tidak mampu lagi berpikir bagaimana melanjutkan kehidupannya yang sudah mulai tidak terarah. Tubuhnya yang ringkih dengan tulang belikat yang menonjol di bagian belakang badannya itu hanya mampu memeluk putranya dalam tangisan setiap hari. Dia bahkan tidak berani memberikan harapan apa pun kepada laki-laki mungilnya itu andaikata peluang hidup mereka masih berlanjut.
Dimbala terus memeluk putranya yang tertidur. Dia yakin, anaknya itu tertidur karena terlalu lapar, sementara persediaan rotinya sudah habis dan air minum pun tersisa sedikit. Dimbala lalu berdoa agar Tuhan mengirimkan segera makanan untuknya, sekadar untuk bertahan hidup.
Siang yang terik, tiba-tiba seorang laki-laki berperawakan kecil dan berkulit hitam yang sama dengannya, tanpa alas kaki, berlari-lari sepanjang pemukimannya sambil berteriak-teriak.
"Jatah makanan sudah datang! Jatah makanan sudah datang!"
Dimbala merasakan secepat itu Tuhan mendengarkan doanya. Dia segera bangkit dan memanggil laki-laki legam yang menyebarkan berita gembira tersebut untuk memastikan bahwa kabar yang didengarnya itu sungguh-sungguh benar adanya.
"Kau tidak berbohong, kan?" tanyanya.
"Betul, Dimbala. Mobil truk pengangkut makanan sudah ada di lapangan. Bergegaslah pergi ke sana sebelum kehabisan!"