Mengapa perasaan lain seringkali muncul, padahal aku dikelilingi teman-teman yang ramai, termasuk Grey, pria termanis yang pernah kutemui di sekolah.
Di rumah, kakak perempuanku, Emily, sungguh menginspirasiku dengan kecantikannya. Ayah dan Ibu masih saling setia dan mereka sering bercengkerama berdua---itu yang kulihat. Adikku, Katty, terlepas dari sikap masa bodohnya dan cenderung sarkastis bila bicara, dia tidak pernah mengusikku lebih dari itu dan aku menghargainya.Â
Kehidupanku sempurna. Setidaknya apa yang mungkin orang lain lihat dengan baik atau mungkin juga aku hanya ingin terlihat demikian. Ya, kupikir itu lebih mudah daripada mengatakan yang sebenarnya bahwa aku dihakimi, diejek, dibuat merasa terisolasi, terpencil, tidak normal, atau apalah.
Kenyataannya, aku sudah berada pada titik lelah berpura-pura dalam hidup, bahkan aku mengalami hari-hari yang membosankan.
Jika ada yang mengamati pergelangan tanganku, beberapa garis merah tampak berbaris tidak beraturan. Tentu saja, karena aku telah menyayat-nyayat tanganku dengan tidak memikirkan pola kerapiannya, tetapi kemudian sayatan-sayatan itu malah menyisakan perih, tidak membantuku sama sekali.
Mungkin terdengar lucu mengatakan bahwa depresi telah dialami perempuan belia enam belas tahun, yaitu aku, yang tidak terlihat seperti remaja depresi. Lingkunganku bisa saja berpikir kalau sikapku itu hanyalah bentuk mencari perhatian yang konyol. Tidak apa-apa, aku tidak seharusnya juga peduli dengan perkataan orang lain karena menurutku merasa tertekan merupakan hak bagiku merasakannya.
Hingga keinginan harus melepaskan beban pikiranku yang kacau, aku mendatangi kamar kerja Ayah. Dia sedemikian sibuk di mejanya seakan-akan pekerjaannya tidak pernah ada habisnya.Â
"Ayah, bisakah aku bicara sebentar?"
"Ya, tentu saja, Sayang. Tapi jangan sekarang. Tolong beri Ayah waktu satu jam lagi, oke? Nanti kita bisa bicara banyak."Â
"Pekerjaan Ayah lebih pentingkah?"
"Dengarkan Ayah. Ayah melakukan pekerjaan ini untuk kalian semua, Ibumu, Kakakmu, Adikmu, dan tentu saja untukmu. Ayah tidak ingin terganggu dulu dengan cerita anak perempuan tentang laki-laki yang disukainya."