Sudah menjadi hukum alam bahwa di dunia ini sebagian orang akan mengalami keberuntungan hidup dan sebagian lainnya tidak.Â
Pada bagian orang-orang yang kurang beruntung dalam hidup mereka, sebagian optimistis dan sebagian lainnya pesimistis.
Orang-orang yang pesimistis tampak selalu terpuruk dan bersikeras bahwa alam semesta berkonspirasi melawan mereka. Mereka juga akan mengatakan bahwa mereka adalah orang paling tidak beruntung di bumi. Namun, meskipun terus-menerus mengeluh pada ketidakadilan dunia dan menunjuk jari sendiri atas kesialan yang datang, mereka tampaknya tidak pernah mengambil langkah untuk mengubah keadaan tersebut sehingga selalu bermain sebagai korban.
Siklus yang terus-menerus menyalahkan keadaan ini lebih dari sekadar ciri kepribadian yang mengganggu. Kondisi ini merupakan pola pikir psikologis yang tertanam di dalam pikiran dan dapat merusak mental, kebahagiaan, dan kepuasan secara pribadi.
Mengapa beberapa orang terjebak dalam pola pikir yang merugikan diri sendiri?
Mentalitas korban adalah istilah psikologis yang merujuk pada jenis pola pikir disfungsional yang mengesankan keteraniayaan untuk mendapatkan perhatian atau menghindari tanggung jawab diri.
Orang-orang yang melihat diri mereka sebagai korban sering percaya bahwa mereka di bawah kekuasaan dunia yang kejam. Mereka berpikir kemalangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang tidak dapat mereka kendalikan.Â
Tentu saja hidup tidak selalu adil dan hal-hal buruk dapat terjadi kepada siapa saja, tetapi mereka dengan mentalitas korban cenderung menganggap peristiwa negatif bukan sebagai insiden kebetulan, melainkan sebagai siklus penindasan yang tidak pernah berakhir yang tidak dapat mereka hindari.
Bisa saja mereka memiliki pola asuh orang tua yang terlalu protektif untuk melindungi mereka dari setiap potensi kegagalan atau kemungkinan mereka mengalami trauma yang membuat diri mereka merasa tidak berdaya. Apa pun kasusnya, orang-orang ini sering merasa bahwa dunia menyimpan sesuatu kebaikan kepada mereka, tetapi selalu gagal untuk mendapatkannya.
Bagaimana mereka membebaskan diri dari sikap mentalitas korban?
Membebaskan diri dari mentalitas korban sama sekali bukan proses dalam semalam karena ini adalah perjalanan yang membutuhkan usaha, kesabaran, dan ketangguhan.Â