Jason masih menunggu Alex meneruskan ceritanya.
"Suzan mulai melihat sesuatu dan tidak ... itu bukan roh lagi. Aku tahu dia menjadi gila. Aku harus mengirimnya ke rumah sakit jiwa dan aku mengirimnya. Dengan waktu dia akan mendapat teman baru di kepalanya. Aku biasa pergi menemuinya setiap hari. Tapi, aku belum mengunjungi lagi dalam enam bulan terakhir ini. Sekarang aku tidak lagi berpikir dia adalah istriku. Oh, Suzan yang malang." kata-katanya itu mengakhiri penjelasannya.
Sementara itu, Jason yang telah diberitahu sesuatu yang bodoh dan tidak dapat dipercaya oleh seseorang yang tidak pernah berbohong sebelumnya, tiba-tiba percaya segalanya.
Kereta api mengumumkan dua stasiun terakhir dari rute. Wanita tua yang dua puluh menit sebelumnya manatap Jason dan Alex sudah tidak ada lagi. Suara dalam kereta hening ketika melewati rel bawah tanah.
Alex menatap lurus. Matanya menampakkan rasa sakit yang memudar. Rasa sakit seperti menyerah terhadap apa terjadi dan kegilaan yang tidak bisa dipercaya. Jason kemudian mengambil alih suasana.Â
Percakapan dua teman menjadi lebih ringan dan mereka berdua berbicara tentang seluruh kehidupan mereka. Alex terus memberi tahu Jason tentang keputusannya untuk kembali ke kota dan memulai kehidupan baru.Â
Dia memberi tahu Jason ide-ide bisnisnya. Jason pun menggambarkan novel romantis menyakitkan yang dibacanya. Mereka lebur dalam obrolan-obrolan random sebelum diam sampai stasiun kedua terakhir datang.
"Hubungi aku jika butuh sesuatu atau jika kau ingin kita bertemu kapan-kapan." Jason memberikan kartu namanya ke Alex.
"Ya, aku pasti akan menelponmu."
Ketukan sepatu Jason mengantarkannya turun. Satu satunya yang tersisa di kereta adalah Alex.
Seminggu kemudian, seperti kehidupannya sehari-hari, Jason bangun pagi untuk bersiap bekerja. Dia makan sereal yang sama, menyapa tetangganya yang saat itu duduk di teras sambil menyanyikan lagu-lagu country 80-an, pergi ke stasiun, dan mengambil tiket untuk duduk di kursi kereta, pulang pada malam hari. Â