Contoh lainnya, misalnya, sebuah kejadian ketika seseorang pergi keluar untuk minum kopi bersama temannya. Satu-satunya hal yang mereka bicarakan adalah masalah hubungan rumah tangganya.Â
Seseorang tersebut bercerita kepada temannya bahwa dia dan suaminya sering bertengkar karena hal-hal kecil. Dia pun mengatakan kemungkinan ingin berpisah karena dia sudah tidak tahan lagi. Lantas, apa yang terjadi di kemudian hari?
Dia memposting foto di media sosial dengan suaminya dan mengatakan bahwa suaminya itu merupakan cinta atau hidupnya dan betapa menakjubkan kehidupan mereka bersama.Â
Foto itu kemudian mendapat banyak reaksi suka dan komentar yang pada dasarnya mengatakan betapa sempurnanya mereka satu sama lain.Â
Seperti jutaan orang lain, dia mungkin mencoba menggambarkan betapa indah hidupnya walaupun kenyataannya dia mengalami depresi. Perilaku yang sangat bertolak belakang bukan? Itulah yang dilakukan media sosial.
Media sosial membuat orang memasang filter dalam hidup mereka. Apa yang seseorang coba gambarkan kepada orang lain sesungguhnya tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Jika hanya melihat postingan di media sosial dan tidak mengetahui kejadian di balik layar, orang-orang mungkin akan berpikir, "Wow, betapa hebatnya kehidupannya. Hubungan saya tidak seperti itu. Saya berharap bisa memiliki hubungan seperti mereka."Â
Dan, dari sinilah harga diri rendah seseorang berasal. Orang-orang bahkan lupa bahwa kebanyakan orang menjalani kehidupan biasa yang membosankan dan mereka seharusnya tidak perlu berkecil hati, termasuk dirimu.
 Media sosial adalah alat, dan seperti semua alat lainnya, itu tergantung pada bagaimana kamu menggunakannya.Â
Sebenarnya, kamu dapat menemukan banyak inspirasi atau informasi dari penggunaan media sosial yang akan memotivasimu atau menambah nilai hidupmu.Â
Namun, kamu tidak harus terjebak dan menghabiskan banyak waktu untuk itu, apalagi media sosial seolah-olah dirancang untuk membuat ketagihan penggunanya.