Loneliness is my least favorite thing about life. That thing that i'm most worried about is just being alone without anybody to care for or someone who will care for me."---Anne Hathaway.Â
(Kesepian adalah hal yang paling tidak saya sukai dalam hidup. Hal yang paling saya khawatirkan adalah sendirian tanpa ada yang peduli atau seseorang yang akan merawat saya.)
Ya, begitu banyak orang yang takut akan kesepian dan setiap orang (mungkin) pernah mengalaminya. Kesepian kadang hadir tanpa sengaja---misalnya, ketika seseorang tidak memiliki teman untuk makan siang, pindah ke kota baru, atau ketika tidak ada yang diajak bersenang-senang di akhir pekan.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, perasaan kesepian ini disinyalir telah menjadi kronis bagi sebagian orang, terutama orang-orang yang tinggal di kota-kota besar. Meski hidup di zaman tersosialisasi dalam sejarah manusia, sebagian dari kita tetap saja merasa terisolasi.
Merasa kesepian dan menyendiri bukanlah hal yang sama. Kesepian adalah hal subjektif, tergantung pengalaman pribadi masing-masing, sementara menyendiri merupakan aktivitas pilihan individual.Â
Seseorang bisa saja merasa senang sendirian dan merasa benci ketika dikelilingi teman-temannya, tetapi dirinya tidak merasakan kesepian.Â
Berbeda dengan seseorang yang apabila merasa kesepian, itu artinya dia memang kesepian, baik saat sendiri maupun ketika berada dalam keramaian.
Kesepian seringkali terjadi pada seseorang karena kemungkinan tidak mengetahui bagaimana berbincang dengan orang lain atau bertindak kepada orang lain.Â
Namun, penelitian-penelitian berbasis populasi menunjukkan bahwa kemampuan sosialisasi seseorang tidak menunjukkan perbedaan apa-apa terhadap hubungan sosial, terutama bagi orang dewasa.
Faktanya, siapa pun dapat mengalami kesepian. Harta, ketenaran, kekuasaan, penampilan, kemampuan sosial, dan kepribadian yang baik, tidak satu pun dapat melindungi seseorang dari kesepian karena pada dasarnya kesepian merupakan bagian dari tubuh secara biologis.
Sama halnya seperti kelaparan, kesepian merupakan salah satu kinerja tubuh meski itu berbeda pada pusat perhatiannya saja. Kelaparan membuat seseorang menaruh perhatian pada kebutuhan fisiknya, sedangkan kesepian membuat seseorang menaruh perhatian pada kebutuhan sosialnya.Â
Tubuh seseorang peduli akan kebutuhan sosialnya karena pada jutaan tahun lalu hal itu merupakan indikator yang hebat tentang seberapa besar kemungkinan manusia dapat bertahan hidup.
Otak seseorang berkembang, makin lama makin peka terhadap pengenalan pikiran dan perasaan untuk membentuk dan mempertahankan ikatan sosialnya. Bersosialisasi menjadi bagian dari biologis seseorang: bersama artinya bertahan hidup; menyendiri artinya kematian.
Seleksi alam "menghadiahkan" para leluhur kita untuk berkolaborasi dan membangun koneksi satu sama lain. Maka sebuah pemikiran kemudian tercetus bahwa hal yang paling berbahaya dalam bertahannya hidup seseorang bukanlah seperti hidup sendiri di hutan, lalu dimakan hewan-hewan buas, tetapi lebih kepada keterasingannya karena tidak mendapatkan rasa sosial dari kelompoknya---dan untuk menghindari itu, tubuh seseorang menggunakan "kepedihan sosial", yaitu rasa sakit terhadap penolakan yang merupakan hasil adaptasi evolusi: semacam sistem peringatan dini untuk segera berhenti berperilaku sedemikian rupa yang membuat seseorang terisolasi.
Para leluhur yang merasakan penolakan sebagai sesuatu yang menyakitkan akan lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka ketika ditolak dan kemudian memilih tinggal di dalam kelompok sukunya. Sementara itu bagi yang tidak dapat mengubah perilakunya, mereka akan dikeluarkan dan biasanya akan meninggal.
Itulah mengapa penolakan terasa sakit. Dan terlebih lagi, mengapa kesepian sangatlah menyakitkan. Mekanisme-mekanisme yang telah menghubungkan manusia selama ini di sebagian besar sejarah manusia nyatanya telah bekerja dengan baik hingga kemudian muncul peradaban baru atau kehidupan dunia modern.
Sisi buruk dari dunia modern, yaitu menimbulkan kesepian---kesepian itu sebenarnya dimulai dari masa renaisans akhir.Â
Pada renaisans akhir itu budaya barat mulai menaruh tekanan terhadap orang per orang: Sarjana dipisahkan dari kolektivisme masa pertengahan, sementara teologi muda protestan ditekankan pada tanggung jawab pribadi. Tren ini terus berkembang selama revolusi industri, yaitu masyarakat meninggalkan kampung dan ladangnya untuk masuk ke dalam pabrik produksi.
Komunitas yang telah ada selama ratusan tahun itu pun mulai meluruh ke kota-kota berkembang. Ketika dunia semakin modern, tren ini berkembang semakin cepat.Â
Kini, seseorang menempuh jarak yang sangat jauh untuk pekerjaan, cinta, pendidikan baru, dan memaksa seseorang tersebut untuk meninggalkan jaringan sosialnya. Seseorang bertemu lebih sedikit orang secara langsung, dan tidak lagi sering menemui orang-orang di jaringan sosialnya seperti masa lalu.
Hampir semua orang jatuh pada kesepian yang kronis pada saat mencapai usia dewasa. Alasannya, mereka terlalu sibuk pada pekerjaan, pendidikan, percintaan, keluarga, sehingga tidak cukup waktu untuk memikirkan perasaan mereka sendiri.Â
Mereka kerap mengorbankan waktu bersosialisasi bersama teman-teman sampai mereka bangun suatu hari dan menyadari bahwa mereka merasa terisolasi. Bisa saja seseorang merindukan persahabatan yang erat, tetapi ternyata sulit untuk menemukan hubungan yang lebih dekat. Karena itulah kesepian menjadi kronis dan menjadi pembunuh diam-diam.
Bagaimana kesepian membunuh?
Penelitian skala besar telah menunjukkan bahwa stres yang tercipta dari kesepian kronis adalah satu dari hal yang paling tidak sehat yang dirasakan manusia. Itu membuat seseorang terlihat lebih cepat tua, penyakit seperti kanker di dalam tubuhnya menjadi lebih mematikan, alzheimer lebih cepat berkembang, dan sistem imunitasnya melemah.
Kesepian kemudian dianggap berbahaya dan mematikan, bahkan dua kali lebih berbahaya dari obesitas dan mematikan seperti merokok menghabiskan satu bungkus sehari. Dan yang paling berbahaya dari kesepian adalah ketika telah menjadi kronis, kesepian akan terus memberikan rasa sakit sosial, sebagaimana rasa sakit fisik.
Baik rasa sakit fisik maupun rasa sakit sosial, keduanya merupakan mekanisme umum dalam otak manusia. Keduanya pun terasa seperti ancaman kepedihan sosial sehingga membawa seseorang ke perilaku defensif karena rasa sakit yang menghantam dirinya.Â
Ketika kesepian menjadi kronis, otak seseorang akan langsung masuk ke dalam mode mempertahankan diri. Otak tersebut kemudian memberi sinyal peringatan seakan-akan seseorang melihat bahaya permusuhan di mana-mana.
Beberapa penelitian menunjukkan jika seseorang sedang kesepian, otaknya lebih responsif dan awas terhadap peringatan-peringatan sosial dan di saat yang sama otaknya menjadi makin buruk dalam menginterprestasikan situasi yang semestinya benar.Â
Bagian otak yang mengenali wajah orang lain menjadi tidak selaras sehingga seseorang lebih sering menganggap mimik muka yang netral sebagai ancaman, yang kemudian membuatnya tidak mempercayai orang lain.
Kesepian membuat seseorang berasumsi buruk tentang maksud orang lain terhadapnya. Karena dunia yang dianggapnya penuh ancaman, seseorang akan menjadi egois untuk melindungi dirinya, membuatnya tampak lebih dingin, tidak bersahabat, dan ciut secara sosial daripada menghadapi keadaan yang sebenarnya.
Lantas, apa yang dapat seseorang lakukan terhadap kesepiannya?
Jika kesepian telah lama menjadi bagian dalam hidup, seseorang sebaiknya melakukan hal pertama, yaitu mencoba mengenali siklus buruk yang penuh jebakan: Mula-mula kesepian membawa seseorang ke dalam perasaan tertekan dan sedih.Â
Setelah itu, kesepian akan memfokuskan perhatian seseorang untuk berinteraksi negatif terhadap orang lain. Ini membuat pikiran seseorang tentang orang lain menjadi lebih negatif, yang kemudian mengubah perilakunya untuk menghindari interaksi sosial, seperti duduk menjauh dari yang lain di dalam ruangan, tidak ingin menjawab panggilan ketika teman menelepon, menolak ajakan, dan lain-lainnya---dan hal tersebut justru membawanya pada kesepian yang mendalam. Siklus ini kemudian membuat kondisi seseorang makin memburuk dan makin sulit untuk dapat lepas dari perasaan tersebut.
Setiap orang dari kita mempunyai cerita kehidupannya masing-masing mengenai kesepian. Ini kerap kali merupakan proses yang begitu lambat dan bertahun-tahun dan dapat berakhir dalam depresi dan keadaan mental yang tidak lagi memungkinkan hubungan baik, meskipun hampir semua orang merindukan keharmonisan hubungan mereka.
Hal lain yang sebaiknya dilakukan seseorang untuk melepaskan kesepian adalah menerima bahwa kesepian merupakan perasaan dan pengalaman yang lumrah dan tidak perlu malu tentang itu. Mungkin, seseorang tidak bisa menghapus atau mengabaikan sebuah perasaan sampai perasaan itu hilang sendiri, tetapi dia dapat menerima serta menghapus penyebabnya.
Kebanyakan, kesepian melanda tatkala seseorang berada dalam dunia pikiran buruknya saja: Apakah interaksi saya dengan teman benar-benar negatif? Apa yang orang-orang mengatakan hal buruk tentang saya atau itu karena pikiran saya sendiri yang menambahkannya? Ya, mungkin orang lain bukan sedang bertingkah buruk, tetapi mereka hanya kehabisan waktu.
Kemudian, asumsi seseorang tentang dunia: Apakah saya berasumsi yang terburuk terhadap maksud orang lain? Apakah saya berasumsi bahwa orang lain tidak mau saya berada di dekatnya? Apakah saya mencoba menghindar dari orang-orang yang menyakiti saya? Jika ya, bisakah saya berasumsi yang baik-baik pada orang lain? Bisakah saya mengasumsikan mereka tidak memusuhi saya? Maukah saya menaruh resiko untuk membuka diri kembali?
Terakhir, perihal perilaku: apakah saya sengaja menolak kesempatan untuk bersama? Apakah saya mencari cari alasan untuk menolak ajakan? Atau saya memang mendorong jauh orang lain untuk berjaga jaga melindungi diri saya? Apakah saya berperilaku seperti diserang? Apakah saya benar-benar ingin mencari hubungan baru? Atau apakah saya telah puas dengan kesendirian ini?Â
Tentu saja, setiap orang memiliki situasi unik dan berbeda, dan introspeksi sendiri mungkin tidaklah cukup. Jika sudah merasa tidak mampu menuntaskan situasinya yang merasa sepi, seseorang mungkin harus mencari bantuan atau pertolongan profesional.
Perlu diingat, mencari pertolongan profesional bukanlah pertanda kelemahan, melainkan keberanian. Hanya, kadang orang-orang melihat kesepian murni sebagai masalah pribadi, yang membutuhkan penuntasan untuk menciptakan kebahagiaan individu atau sebagai krisis kesehatan publik yang patut mendapatkan lebih banyak perhatian.
Manusia telah membangun peradaban yang menakjubkan: alat dan media komunikasi. Namun, tidak satu pun benda-benda terobosan teknologi tersebut mampu memenuhi atau menggantikan kebutuhan dasar biologis seseorang terhadap hubungan sosialnya.
Setiap orang berbeda, jadi seseorang bisa mengetahui cara terbaik dan tepat untuk berinteraksi: menghubungi seseorang meski merasa kesepian atau hanya ingin membuat hari orang lain terasa lebih baik baginya; menulis pesan kepada teman yang sudah lama tidak berhubungan; menelepon anggota keluarga yang telah lama tidak bertemu; mengajak teman kerja untuk segelas kopi; atau cukup pergi ke suatu tempat meski sekadar menjauhi rasa jenuh.Â
Nah, dari cara-cara tersebut, mungkin saja tidak ada hasilnya. Namun, dengan tidak mengira-ngira hal-hal buruk, setidaknya langkah-langkah tersebut bertujuan untuk membuka diri dan melatih "otot" untuk bisa berinteraksi dengan baik.
Nobody likes being alone that much. I don't go out of my way to make friends, that's all. It just leads to disappointment--Haruki Murakami.
-Shyants Eleftheria, salam wong Bumi Serasan-
Sumber referensi :Kurzgesagt:Guy Winch, Ph. D, Emotional First Aid; John T. Cacioppo dan William Patrick, Loneliness: Human and the Need for Social Connection. (Kesepian: Sifat Alamiah Manusia dan Kebutuhan akan Hubungan Sosial).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H