Mohon tunggu...
Shy Star
Shy Star Mohon Tunggu... -

Pikiran sehebat apa pun, tak bermakna jika tidak dituliskan. Tulisan sehebat apa pun, tak berguna jika tidak menggugah untuk dilaksanakan. BERPIKIR, BERTINDAK, BERHASIL.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rp 5.555, Kembaliannya Bikin Sakit

23 Juli 2010   07:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

5555.

 

Ada empat angka lima berjejer. Nomor yang mudah diingat, bukan ? Sejurus melihat pun, saya yakin bahwa Anda langsung bisa menghafalnya.

 

Sekarang, coba kita imbuhi ‘Rp’ di depannya.

 

Rp 5.555,-

Jadilah harga nominal. Harga apa tuh, segitu ? Bisa apa saja. Suka-suka yang nulis, suka-suka yang ngasih harga. Bukankah begitu ?

 

Lihat saja di sejumlah pasar swalayan, mulai dari sekelas Carrefour sampai sekelas Alfa mart, Indomaret, Roy Mar(e)t(en). Ups, untuk yang terakhir disebut tadi nggak masuk itungan, yak ?! Walau, denger kabar bahwa asal-usul namanya begitu karena awal tenarnya di bulan Maret. Hehe, maaf Om Roy ;) berjanda eh becanda (BEli maCAN nDA pake loreng, hehe).

 

Lanjuuut . . .

Nah nah, perhatikan deh harga-harga yang dicantumkan di pasar swalayan itu. Harganya pasti dibuat nggak genap. Kalau nggak genap, berarti ganjil. Iya kan ? Seganjil uang kembaliannya.

 

Kalau harga barang yang kita beli seperti yang tadi saya tulis, misalnya Rp 5.555,-. Lalu, uang yang kita angsurkan ke Kasir sebesar Rp 6.000. Berapa kembaliannya, hayo ? (Tes Matematika, nih. Asal jangan sampe mati-matian aja, gara-gara ngitung yang beginian, huehehe). Yup, kembaliannya Rp 445,-. Untuk mengembalikan uang sebesar itu tentu mudah (selama persediaan uang koin si Kasir tersedia, loh).

 

Nyatanya ?

Kita sering diberi permen untuk pengganti uang-uang receh itu. Betul, tidak ? (gaya Aa Jimmy). Kebanyakan dari pembeli pasti menerimanya begitu saja. Saya pun demikian.

 

Mari kita telaah lebih lanjut.

 

Kenapa juga ya, para penjual itu menuliskan harga ganjil demikian. Memangnya mereka bisa memberikan uang kembaliannya dengan nilai tepat ?

 

Seperti angka yang saya contohkan di atas misalnya, kembaliannya Rp 445,-. Yang Rp 400 sih mudah diberikan, kalau bukan 4 koin Rp 100 . . . ya 2 koin Rp 200. Lalu Rp 45-nya gimana ? Kalau Kasirnya baik dan ada koin Rp 50, ya dikasihkan ke pembelinya. Kalau nggak ada ? Meneketehe . . . hehehe. Itu baru dari satu pembeli, kalau dijumlahkan dari total transaksi harian lalu bulanan lalu tahunan. Wuih, jangan anggap remeh receh, deh !!! Uang sejuta pun takkan genap sejuta kalau kurang Rp 50, huahaha. Loh, bener toh ? Bukannya saya kikir dengan memperhitungkan uang kembalian yang nilainya tak seberapa itu. Saya pun seperti para pembeli lainnya yang lebih suka diam merelakan uang receh itu. Di sinilah sebenarnya hak konsumen telah diabaikan untuk memperoleh uang kembaliannya sesuai dengan harga ganjil yang diberikan si penjual. Betul, tidak ? (gaya Aa Jimmy).

 

Itu baru dari segi harga nominal yang ganjil. Sekarang, dari segi kesehatan. Kita pakai lagi yang kembaliannya Rp 445 sebagai contoh. Untuk mengembalikan uang sebesar itu tentu mudah (selama persediaan uang koin si Kasir tersedia, loh). Ingat !!! Selama persediaan uang koin si Kasir tersedia. Lalu, bagaimana saat si Kasir tidak punya uang koin / receh ?

 

Dikasih P-E-R-M-E-N. Betul, tidak ? (gaya Aa Jimmy).

 

Emangnya pembeli itu anak kecil semuanya apa ? Dan tidak semua orang suka yang manis-manis, sebagaimana saya juga tak begitu suka yang manis-manis. Anda pasti berpikir, ribet amat sih ? Tinggal kasih ke siapa kek, tuh permen.

 

Hoho, permasalahannya begini, Sobat. Permen itu tidak memiliki kandungan gizi. Sebutir permen menghasilkan 20-30 kalori yang bila terus ditumpuk akan menjadi cadangan lemak. Selain itu, permen bisa memicu orang mengalami obesitas, kencing manis, dan gangguan jantung. Begitulah menurut pakar kesehatan yang pernah saya baca. Oya, kalau kebanyakan makan permen bisa bikin orang sakit gigi (apalagi jika terlupa menyikat gigi setelah makan yang manis-manis, seperti permen).

 

Nah, apakah hal ini ada hubungannya dengan banyaknya penderita obesitas, diabetes, gangguan jantung, dan sakit gigi di negeri ini ? Butuh penelitian mendalam, walau banyak faktor yang menyebabkan orang bisa terkena penyakit-penyakit tsb di atas.

 

Yang jelas, hak konsumen terabaikan.

 

Memangnya, para pembeli dibolehkan mengumpulkan permen-permen itu untuk kemudian ditukarkan dengan barang tertentu di si penjual yang berlaku demikian ? Rasa-rasanya tidak, dan dianggap tak pantas (syukur-syukur tak dianggap kurang waras, haha). Nah, kalau pembeli saja dianggap tak pantas berbuat demikian, pantaskah penjual berbuat demikian ?

 

Ilustrasi : dari sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun