Mohon tunggu...
Shy Star
Shy Star Mohon Tunggu... -

Pikiran sehebat apa pun, tak bermakna jika tidak dituliskan. Tulisan sehebat apa pun, tak berguna jika tidak menggugah untuk dilaksanakan. BERPIKIR, BERTINDAK, BERHASIL.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jelajah Surabaya (bagian 4)

6 Agustus 2010   01:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengingat, sehari sebelumnya Shy telah melintasi Jembatan Suramadu dan berwisata ke Pantai Kenjeran.

Masih di hari yang sama, setelah berkunjung ke Masjid Agung Surabaya dan Masjid Agung Sunan Ampel. Kami berempat menuju pusat kota, tepatnya ke Monumen Kapal Selam (Monkasel).

Monumen ini berada di Jalan Pemuda, di samping Plaza Surabaya (Delta). Setelah membayar tiket masuk, kami pun berjalan menuju kios minuman. Udara tengah hari yang panas, membuat kami kehausan. Minum teh dingin rasa apel, rasanya segeeer.

Kedua sepupuku

Si bapak penjual minuman baik deh, karena tak langsung habis diminum, kami boleh membawa minuman dalam botol itu berkeliling. Sebelum masuk ke dalam kapal selam, kami ingin menonton film dokumenternya dahulu. Sambil menunggu jam pemutaran film, kami bersantai dan foto-foto dulu di pinggir kali. Tampak Hotel Sahid di background foto.

KRI Pasopati 410 merupakan kapal selam Angkatan Laut Republik Indonesia buatan Uni Sovyet tahun 1952. Kapal selam yang telah berjasa dalam pertempuran Laut Aru dalam misi membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Di mana Komodor Yos Sudarso telah gugur dalam pertempuran ini.  Untuk mengenang keberanian pahlawan Indonesia di lautan, maka kapal selam ini dibawa ke darat dan dijadikan monumen. Sebagai pengingat bahwa nenek moyang kita adalah pelaut yang berjaya di lautan—Jalesveva Jayamahe. Sekiranya generasi muda sekarang dan mendatang tak melupakan sejarah negerinya. Demikianlah secuplik film dokumenter yang diputar di teater mini yang disediakan dalam gedung, terpisah dari kapal selam. Menceritakan dari mula kedatangan kapal selam KRI Pasopati 410 ke Indonesia, proses peperangan di Laut Aru hingga KRI Pasopati 410 dibawa ke darat; di tempatnya berada kini—sebagai sebuah monumen.

Usai menonton film dokumenter, kami mengembalikan botol minuman dulu. Kemudian lanjut memasuki kapal selam.

Inilah kapal selam KRI Pasopati 410 yang berdiri dengan kokoh di halaman. Kami harus menaiki tangga besi untuk bisa masuk ke dalamnya.

Nah, ini adalah ruang torpedo haluan. Lihatlah ! Ada 4 peluncur torpedo di sini.

Setiap kali berpindah ruang, kami harus melewati lubang-lubang sebesar ini. Dengan merunduk. Wah, untuk orang yang tubuhnya sangat gemuk (mungkin) akan kesulitan ya ?

Sepupuku sedang mengintai keadaan di luar. Huahaha, berhubung nih kapal selam berada di darat dan di tengah kota, maka yang dia lihat adalah lalu-lintas di Jl.Pemuda.

Waduh, perut udah mulai dangdutan nih ?! Protes minta diisi. Oke guys, kita maksi (makan siang) dulu ya ? Trio kwek-kwek yang menemaniku ini koor sepakat tanda mufakat. Maka kami pun berjalan kaki saja ke Plaza Surabaya di sebelah Monkasel ini.

Duo dari trio kwek-kwek pengen makan di A&W. Ya sudah, kuturuti keinginan mereka. Dan aku menjadi boss-nya, alias yang bayarin. Itung-itung sebagai ucapan terima kasih, karena mereka sudah rela kutodong berkeliling kota Surabaya seharian. Niatnya nih, selesai makan mau nonton di 21. Lagi ada film komedi yang rasa-rasanya bagus. Eh, baru juga jalan menuju bioskop . . . dapat panggilan telepon dari Ayah dan Om-ku. Disuruh lekas pulang, sudah sore. Kan nanti malam aku harus balik ke Jakarta, nggak capek apa ? Begitulah kira-kira intinya panggilan telepon itu. Huehehe, energiku selalu berlebih apalagi untuk jalan-jalan yang menyenangkan hati.

Baiklah, demi mematuhi nasehat orang tua. Kami pun menuju pulang. Tapi sebelum itu, aku minta diantar ke Pasar Genteng untuk beli penganan oleh-oleh.

Pasar Genteng

Oleh-oleh favoritku : kue melinjo. Bentuknya seperti nastar bulat. Rasanya gurih seperti kue kering berbahan kacang—kue kacang. Bedanya, kue melinjo berbahan dasar melinjo yang diadonkan dengan tepung dkk. Aku suka sekali kue ini. Maka kubeli 1 dus besar berisi 8 pack @ ½ kg. Lalu, stick tahu 8 bungkus. Bentuknya stick kotak memanjang, seperti kerupuk tapi lebih lembut, karena dari tahu. Kerupuk tahu,kalau yang ini kulit tahu coklat digoreng garing jadi kerupuk. Intip rasa pedas-manis 1 bungkus, ini intip/kerak nasi yang digoreng mirip rengginang. Bentuknya bulat tebal seperti cobek batu, ukuran yang kubeli selebar kuali. Keripik singkong khas Madura 6 bungkus, rasanya pedas-manis. Wah, banyak juga ya ? Buat orang rumah, Tanteku, dan teman kantor.

Malam harinya, di stasiun Pasar Turi-Surabaya. Hiks hiks, sepupuku yang cewek melepas kepulanganku ke Jakarta dengan menangis. Nangisnya setelah dia keluar dari kereta Argo Anggrek yang kunaiki. Dari tempatku duduk di dalam kereta bisa kulihat dia menangis sambil berjalan membelakangi jendelaku. Kutelepon hp-nya, tapi tak diangkat. Sampai jumpa lagi sepupuku.

sumber foto : Pasar Genteng

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun