Mohon tunggu...
Shy Star
Shy Star Mohon Tunggu... -

Pikiran sehebat apa pun, tak bermakna jika tidak dituliskan. Tulisan sehebat apa pun, tak berguna jika tidak menggugah untuk dilaksanakan. BERPIKIR, BERTINDAK, BERHASIL.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kiper dari Belitung (2) : Barat ke Timur & Societeit de Limpai

12 Mei 2010   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:15 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

07 Dec 2008 >>> DARI BELITUNG BARAT KE BELITUNG TIMUR

 

Nah, tiba saatnya mengukur jalan alias jalan- jalan.

 

Pagi-pagi saya ngikut ibunya temanku ke Pasar Ikan, becek, sih ?! Ditambah gerimis pula, tapi bener-bener seru, deh ! Pasarnya luas, coz ada sebagian jalan di dalam pasar yang bisa dilalui oleh 5 motor berjejer ke samping sekaligus. Bayangkan ! Pembeli berbelanja dengan masih berada di atas motor, gitu. Tapi, kalo di gang-gangnya sih, mungkin cuma muat 2 motor. Jalanannya kerikil bebatuan.

Menuju Pasar - Dok.Pribadi

Oya, ada beberapa yang jual ikan hiu, tapi belum begitu besar. Yang ukurannya besar-besar tuh, ikan pari & tenggiri, wuih….gede-gede banget ! Nah, di pasar ini, banyak orang Cina yang jualan sayuran, kue basah, tempe, dsb. Kami membeli lontong buat Lebaran Idul Adha besok. Wah, lontong di sini bentuknya kerucut. Itu loh, mirip kacang rebus yang dibungkus kertas, coz pembungkus lontongnya menggunakan daun Simpur.

Lontong dibungkus Daun Simpur - Dok.Pribadi

Tempe-tempe yang dijual pun, dibungkus pake daun Simpur, bentuknya pipih memanjang seperti Kue Ketimus.

Pukul 9 pagi, kami sudah berangkat. Persinggahan pertama adalah Bukit Berahu. Wow...subhanallah, kaki langit bersentuhan langsung dengan laut yang berwarna hijau tosca. Sejauh mata memandang, hanya biru laut yang kehijau-hijauan—bening, ditambah ada satu-dua perahu bagan. Itu loh, perahu penangkap ikan dengan dua cadik.

 

View-nya amazing buanget. Nggak bosen saya, ngeliat hasil jepretan kamera dengan latar belakang pemandangan di Bukit Berahu. Foto yang kami ambil, nampak seperti lukisan masterpiece seorang maestro. Suasana yang tenang, pasir putih nan lembut, pantai yang bersih & beberapa cottage mungil di bibir pantai—membuat atmosfer nyaman tersendiri bagiku.

 

Next destination : Tanjung Kelayang

Tanjung Kelayang - Dok.Pribadi

 

Pantainya merupakan tanjung yang terlindungi oleh batu-batu besar berwarna abu-abu, membuat pantai di sini begitu tenang, asyik buat berenang. Airnya bening. Bagi yang ingin menyeberang ke pulau-pulau kecil yang tersebar di Pulau Belitung, bisa memanfaatkan perahu-perahu yang memang disewakan di sini.

 

Lanjut, saya ngelewatin dermaga Tanjung Binga. Lagi-lagi, view di sini juga bagus. Deket banget sama Pulau Lengkuas, yang terkenal dengan mercusuar tuanya. Dari sini juga ada perahu yang disewakan untuk nyebrang ke pulau-pulau itu. Sayang, saya nggak nyebrang ke Pulau Lengkuas, coz angin lagi kencang dan laut lagi pasang, gerimis pula.

 

Next destination : Tanjung Tinggi

Tanjung Tinggi - Dok.Pribadi

Di sinilah tempat syuting Nidji untuk OST Laskar Pelangi, di mana anak-anak Laskar Pelangi berlarian di antara bebatuan yang besar-besar & menunggu Pelangi. Nah, saya berenang-renang di sini, sekitar 2 jam….pas tengah hari.

 

Jam 1 siang, kami makan seafood di warung pinggir pantai. Sebelumnya, kami memang sudah pesan lauk-pauk dulu, ketika baru tiba di sini. Kemudian kami berenang untuk menunggu semua pesanan kami siap dihidangkan. Kami pun meninggalkan ransel di warung tersebut.

 

Dengan masih mengenakan pakaian yang basah (saya mengenakan legging + kaos) karena berenang, kami menyantap Gangan (potongan ikan dengan kuah berwarna kuning, rasanya pedes & ada rasa nenas-nya, khas Belitung) + Tumis kangkung (rasanya pedes manis, kayak bumbu rujak) + Rajungan rebus dalam ukuran besar banget, ada telurnya pula—kalo beruntung (belum pernah, saya makan rajungan segede ini di Jakarta) + Ikan bakar bumbu kuning (saya nggak tau namanya, tapi ikannya besar banget deh. Kami berenam aja, nggak kuat ngabisin) + Sambel kecap dengan rasa jeruk nipis + Cumi goreng tepung.

 

Selesai makan, berenang lagi setengah jam. Terus mandi, deh. Mandinya numpang di kamar mandi umum yang disediakan warung tadi, bayar dong ! Nggak gratis. Walaupun kami harus nimba sendiri air mandinya dari sumur, hehe. Lanjut dengan menjelajah, plus foto-foto di tumpukan bebatuan yang besar dan tinggi.

 

Next destination : Kelenteng Sijuk

 

Kelenteng tertua yang dibangun oleh para pendatang di Belitung. Foto-foto bentar,heheh. Selewat dari Sijuk, kami melewati berbagai perkampungan transmigran.

Ada Kampong orang Jawa (orang Belitung menuliskannya ‘Kampong’, tapi membacanya sebagai Kampung), ada kampung orang Padang disebut Kampong Padang Lalang (kalo saya nggak salah ingat), dan ada kampung orang Bali disebut Balitong. Nah, di Balitong ini kampungnya unik. Coz setiap rumah membangun pura masing-masing di pekarangannya; ada yang besar dan megah, tapi ada juga yang seadanya, tergantung dari perekonomian masing-masing.

 

Next destination : Pasar Manggar

Warung Kopi Zarima di Manggar - Dok.Pribadi

 

Berikutnya, kami mampir di salah satu warung kopi di Pasar Manggar. Warung yang kami singgahi ini, terkenal dengan pemiliknya yang waria bernama Zarima (memang wajahnya mirip Zarima si Ratu Ekstasi). Bedanya, Zarima yang ini bergelar si Ratu Keripik Sukun, karena dia jualan aneka keripik sukun : ada yang bentuknya persegi panjang disebut stick sukun—potongan tebal lebih besar dari ukuran dadu, tapi rapuh dengan rasa asin-manis, ada yang bentuknya setengah lingkaran dengan potongan tipis rasanya gurih, lalu ada yang potongannya halus seperti pita dengan rasa asin. Tapi, anak buahnya tetep manggil dia….Koko Zarima (panggilan Abang dalam bahasa Cina,red).

 

Oya, daerah Manggar terkenal dengan sebutan Tempat 1000 warung kopi, karena banyaknya warung kopi yang bertebaran di sini. Emang sudah jadi kebiasaan mereka untuk ngabisin waktu di warung kopi dengan kawan-kawan. (Persis yang diceritakan dalam novel Andrea Hirata si penulis tetralogi Laskar Pelangi).

 

Next destination : Asatu

 

Setelah itu, kami mampir di Asatu. Suatu pojok di tikungan jalan yang tinggi, sehingga dari sini terlihat hamparan laut suatu pantai yang saya nggak tau namanya. View-nya bagus. Nggak jauh dari Asatu, kami ngelewatin rumah kediaman keluarga Yusril Ihza Mahendra, rumahnya bernuansa etnik dengan kayu berwarna coklat dengan ukuran besar tentunya. Nah, sampai di sini, hari telah menjelang Maghrib. Kami putuskan untuk pulang.

 

@@@

 

Jalur pergi kami tadi adalah melintasi sepanjang pesisir pantai, mulai dari Belitung Barat sampe Belitung Timur, seperti melingkari Pulau Belitung. Nah, untuk mempersingkat waktu perjalanan pulang, maka kami mengambil Jalur Tengah—yaitu membelah Pulau Belitung dari tengah. Jalur tengah ini masih banyak hutan & perkebunan kelapa sawit. Sudah malam, tak ada lampu penerang jalan. Harap maklum, di Belitung nggak ada lampu penerang jalan, kecuali di tengah kota. Hii....gelap pekat, apalagi bulan tidak sedang purnama, langit mendung tanpa bintang-gemintang. Lalu lintas pun sepi.

 

Guess what ??? Ada tempat HORROR !!!

 

Mobil kami menanjak di sebuah bukit sepi. Dan cuma ada satu rumah di situ, sebuah warung dengan penerangan ala kadarnya, kayaknya cuma pake lilin deh. Melintas di depan rumah tersebut, tidak boleh ada yang bersuara & tertidur, mobil pun harus membunyikan klakson. Percaya, nggak percaya, deh….

 

Usut punya usut, ternyata itu adalah rumah seorang sakti yang ditakuti orang. Alkisah, tinggal sepasang suami-istri yang sudah tua, dengan motor tua yang rasa-rasanya sudah tak mungkin bisa dikendarai. Tapi hebatnya, si Kakek & si Nenek dapat berkendara dengan motor tersebut menuju kota Tanjung Pandan hanya dalam 10 menit. Padahal, kalo motornya dinaikin orang lain, nggak mau jalan, dan yang lebih hebat lagi….tuh jarak dari rumahnya ke Tj.Pandan ditempuh oleh kami pake mobil selama 1 jam setengah. Lah dia ? cuma butuh waktu 10 menit ?? Ck...ck...ck.

 

Katanya sih, sekarang pasangan itu sudah meninggal. Jadi, rumahnya ditinggali oleh keturunannya. Oya, menurut wawancara langsung saya dengan tokoh Mahar yang asli (catet yah ! Mahar asli !!! Mahar adalah salah satu tokoh di novel Laskar Pelangi yang benar keberadaannya, cuma nama aslinya adalah Ahmad Fajri, red) : Andrea terinspirasi dari kisah pasangan kakek-nenek ini, untuk menampilkan nama Societeit de Limpai sebagai perkumpulan mistis yang dibentuk oleh si Mahar di dalam Laskar Pelangi.

 

Ok, perjalanan hari ini berakhir s/d jam 19.30 wib.

Itulah jam kami tiba kembali di rumah.

* B E R S A M B U N G . . . masih banyak cerita serunya dan foto-foto keindahan Belitung, tentunya.

Bagi yang belum membaca tulisan bagian 1, silakan klik di sini

Kelenteng Sijuk - Dok.Pribadi Tanjung Tinggi - Dok.Pribadi Tanjung Binga - Dok.Pribadi Pasir Putih - Dok.Pribadi Bukit Berahu - Dok.Pribadi Tempe - Dok.Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun