Dalam rangka menghormati dan memperingati Guruku, Ketum Parakhin (Perkumpulan Rohaniwan Agama Khonghucu Indonesia),Â
Awal mulanya belajar kitab klasik Yijing dibimbing oleh Xs. Dr. Oesman Arif, M.Pd (Liem Liang Gie) dan ada sebuah materi menjadi landasan belajar kitab klasik Yijing yang diajarkan oleh Guru Xs. Oesman adalah mengenai  Orang yang bernasib baik adalah orang yang hidupnya tercukupi kebutuhan lahir dan batinnya, Dia mempunyai penghasilan yang cukup banyak, dalam arti melebihi pengeluarannya. Dia mendapat penghasilan dengan cara wajar, tidak korupsi, tidak menipu orang, tidak mengambil hak orang lain dan milik negara, tidak melanggar hukum, dan tidak merugikan siapa saja, Orang seperti ini hidupnya senang dan tentram, tidak ada rasa khawatir akan dapat masalah. Dia menjalani hidup seperti itu dengan penuh ketulusan, tidak ada penyesalan, percaya dengan ketulusan itu disebut Iman dalam agama Khonghucu. Tentara yang yang gugur di medan perang, mereka adalah pahlawan, mereka termasuk bernasib baik karena anak-cucunya dihormati sebagai keturunan pahlawan. Sejarah juga akan mencatat nama dan jasanya sebagai pahlawan pembela negara. Sebaliknya, para penghianat negara mati ditembak oleh algojo karena ketahuan perbuatan busuknya, dia bernasib buruk. Sejarah mencatat nama dan perbuatannya yang busuk. Anak cucunya malu karena perbuatan leluhur mereka yang busuk. Orang yang bernasib baik bukan orang yang mendapat harta yang melimpah dengan cara yang tidak wajar. Dalam Kitab klasik Yi Jing dikatakan: harta yang diperoleh bukan dari jerih payahnya sendiri akan mendatangkan sial dan penyesalan. Lebih baik orang bekerja dengan wajar, penghasilannya disisakan untuk ditabung, berusahalah hidup sederhana dan tidak kekurangan. Bila tabungan uang sudah banyak gunakan untuk membuka usaha baru agar dapat memberi pekerjaan kepada orang lain yang belum bekerja. Ajaran ini dirumuskan dengan empat huruf : Ji Xiong Hui Lin. Konsep Ji Xiong Hui Lin ini perlu dipahami agar nasib orang tidak terjebak pada lingkaran setan penderitaan. Ji artinya berkah, keuntungan, rejeki, kalau orang melakukan pekerjaan yang bermanfaat bagi masyarakat kemungkinan akan mendapat imbalan upah, atau bayaran, atau keuntungan itu disebut berkah. Setelah orang mendapat berkah yang besar biasanya ingin membeli barang-barang yang sudah lama direncanakan, mungkin juga mengadakan pesta atau piknik dan sebagainya. Semua rencana untuk menggunakan uang berkah itu perlu diperhitungkan dengan hati-hati. Misalnya dapat uang ingin beli mobil, tetapi uangnya hanya cukup untuk membayar uang muka, sedangkan angsuran tiap bulan selanjutnya belum ada, hal ini dikatakan berkah itu akan membawa sengsara atau musibah atau Xiong. Kalau sudah merasakan penderitaan dari perbuatannya yang salah itu menimbulkan penyesalan, atau Hui. Setelah merasakan penderitaan, dia menyesal dan mulai hidup prihatin. Dia hidup sederhana dalam arti hidup dalam batas kemampuannya sendiri yang sudah nyata, dan realistis, itulah Lin. Orang bekerja bukan hanya untuk mendapatkan uang. Hal yang lebih penting dari uang ialah punya harga diri, dan merasa bisa berbuat kebaikan kepada orang lain. Pedagang nasi pecel yang laris dagangannya merasa senang, tidak hanya karena mendapat banyak uang, tetapi ada rasa puas bahwa nasi pecelnya digemari banyak orang. Manusia hidup itu perlu mempunyai kebanggaan terhadap hasil kerjanya. Apakah orang yang berbuat jahat juga bangga akan kejahatannya, kalau ya jawabnya, dia adalah orang sakit jiwa.Â
Guru sekolah setelah usia tua tetap hidup pas-pasan dan sederhana, tetapi merasa puas melihat murid-murid yang pernah dididiknya menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Kepuasan dan kebanggaan ini tidak akan diperoleh para koruptor dan pengusaha hitam. Kalau dia jiwanya masih waras, dia akan merasa kehilangan muka, memandang ke atas malu kepada Tuhan, melihat ke bawah takut kepada manusia. Orang jahat sudah tidak bisa melihat jalan lain yang lebih baik, yang dilihat hanyalah ada kesempatan untuk mendapat keuntungan besar, masalah lain dipikir belakangan. Untuk mencegah orang berbuat jahat hanyalah hukuman berat kepada penjahat, yang akan membuat takut para penjahat.
Manusia yang masih punya rasa malu dan sayang kepada anggota keluarganya bisa menjaga dirinya dari perbuatan jahat. Orang yang sudah tidak punya malu mungkin masih bisa merasa takut, kalau melihat penjahat dihukum berat dia juga takut berbuat jahat. Binatang tidak punya rasa malu, tetapi masih punya rasa takut. Orang yang tidak merasa malu berbuat kejahatan itu berarti sudah turun derajat kemanusiaannya menjadi binatang. Kalau orang sudah tidak punya rasa malu dan rasa takut, dia derajatnya sudah lebih rendah dari binatang, mungkin dia tergolong iblis.Â
Seorang pedagang membuka toko, dia bekerja dari pagi sampai sore, setiap bulan hanya bisa menabung sepuluh sampai lima belas juta. Suatu hari diajak temannya berjudi, dalam semalam dia menang judi dua ratus juta. Besok malamnya berjudi lagi dengan harapan menang lebih banyak, dia menang lagi seratus juta. Tiap malam dia berjudi karena pendapatannya dari buka toko tidak sebanyak pendapatannya dari menang berjudi. Dia mulai malas membuka toko. Biasanya membuka toko pagi hari jam enam, sekarang jam sembilan baru membuka toko. Pelanggannya berkurang, semangat membuka tokonya mulai menghilang. Dia masih rajin berjudi, sering kalah dan tabungannya semakin habis. Tidak sampai tiga bulan hartanya ludes, toko dan rumahnya dijual, dia menjadi pengangguran, ini namanya orang yang bernasib sial.
Ada seorang teman yang membuka toko onderdil dan bengkel sepeda motor. Bengkel dan tokonya laris, persediaan barang penuh karena dia lebih suka menyimpan barang dari pada menyimpan uang. Suatu saat terjadi kerusuhan massal, toko dan rumahnya dijarah kemudian rumahnya ludes dibakar massa. Semua harta miliknya habis, yang masih dimiliki hanya baju yang dipakai, anak istrinya juga hanya punya baju yang dipakai. Teman ini sangat terpukul jiwanya. Teman-teman yang tidak menjadi korban kerusuhan membantu memberi makan dan baju. Setelah kondisi dan situasi keamanan pulih, ada saudara-saudara yang dari kota lain datang membantu. Dia membangun kembali tokonya dibangun dua lantai. Tokonya sekarang lebih besar dari pada sebelum dibakar. Orang ini termasuk bernasib baik karena banyak orang percaya kejujurannya dan ketekunannya bekerja. Andai kata dia sering melakukan perbuatan yang mengecewakan teman-temannya pasti tidak ada orang yang mau membantu dirinya bangkit kembali. Berbeda dengan penjudi yang bangkrut. tidak ada orang yang mau membantu.Â
Nasib baik atau buruk bergantung pada perilakunya sendiri. Orang yang dapat menjaga hubungan baik dengan orang lain tanpa menyakiti, nasibnya akan lebih baik dari pada orang yang suka berbuat sewenangwenang kepada orang lain. Jagalah perbuatan dan perkataan. Mungkin orang merasa dia tidak pernah berbuat salah kepada orang lain, tetapi kata-katanya sering menyakiti orang lain. Ada orang yang merasa dalam posisi benar menegur orang didepan umum dengan bahasa yang kasar. Mungkin dia maunya bercanda, tetapi yang ditegur tetap sakit hati. Maha Guru Kongzi mengingatkan: apa yang keluar dari mulut kita menunjukkan isi perut kita, Sumur yang kotor kalau airnya ditimba juga dapatnya air kotor. Modal orang memperbaiki nasib adalah menjaga perilakunya sendiri setiap saat. Belajar berbicara yang sopan dan ramah, jangan sombong dan merasa paling kuat atau paling pintar. Perlakukan orang lain seperti yang kau harapkan dari orang lain. Kalau kau ingin dihormati orang, hormati orang lain lebih dulu. Kalau kau ingin maju bantu orang lain untuk maju. Maha Guru Kongzi berkata: Ji Yu Li Er Li Ren. Kalau dirimu ingin berdiri tegak, bantulah orang lain berdiri tegak. Apabila sekelompok orang hidup di daerah yang sama, mereka bisa saling bekerja sama, hidup mereka pasti akan makmur sejahtera. Dasarilah perbuatanmu dengan cintakasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan. Cerdaskan akalmu dengan banyak belajar dari orang lain, melalui membaca buku, atau melalui kursus, atau melalui sekolah formal.Â
Kitab klasik Yi Jing ini tidak hanya membahas nasib manusia pribadi, tetapi juga membahas nasib negara dan bangsa. Nasib negara dan bangsa bergantung pada sikap hidup dan kecerdasan penduduknya. Apabila suatu bangsa tidak mempersiapkan pendidkan yang baik terhadap generasi mudanya, dan tidak membangun budayanya dengan nilai-nilai yang luhur. Pasti negaranya berantakan dan rakyatnya hidup menderita. Kejayaan negara tidak bisa hanya bergantung dari pimpinan dan pemerintahannya. Program kerja yang baik dari pemerintah kalau tidak didukung rakyatnya yang juga mampu melaksanakan program itu tidak ada gunanya.
Manusia menyukai kebenaran dan keadilan, kebaikan, dan keindahan yang menjadi dasar terbentuknya kebudayaan manusia. Oleh para bijak nilai-nilai dasar itu dirumuskan dan dituangkan dalam karya sastra, karya seni, dan legenda-legenda, dan cerita rakyat.Permasalahannya, apakah rakyat masih memperhatikan produk budaya itu. Di negara berkembang umumnya, rakyatnya sudah beralih ke budaya asing, khususnya Barat, dan tidak kenal lagi budaya lokal. Para sarjananya sudah tidak ada yang peduli pada budaya lokal, di sekolah formal yang diajarkan semua pengetahuan dari Barat yang mengagumkan karena dapat menciptakan teknologi canggih. Semuanya itu baik, tetapi kerukunan rakyat perlu diperhatikan. Kehidupan suatu bangsa itu seperti tanaman yang bisa hidup karena punya akar, kalau akarnya tidak ada bagaimana tanaman itu bisa bertahan hidup. Kitab klasik Yi Jing mengingatkan, bahwa apabila negara itu kuat dan kaya maka rakyat bisa hidup selamat dan sejahtera. Sebaliknya yang dapat mewujudkan negara kuat dan kaya itu adalah rakyat yang cerdas dan hidup rukun. Rakyat bisa hidup rukun kalau mereka masih menghormati budaya yang akarnya sama. Jelasnya, kalau akar budaya masyarakat itu sudah rusak, dan tidak diperhatikan lagi, maka ikatan batin dalam masyarakat itu sudah longgar, masing-masing orang membuat kelompoknya sendiri-sendiri berdasarkan kepentingan sesaat, dan merekaberseteru dengan kelompok lain yang berbeda kepentingan, atau demi berebut harta dan kekuasaan. Kalau sudah demikian ini negara itu punya pemerintahan tanpa dukungan rakyatnya, sebaliknya rakyat hanya menuntut pemerintahnya selalu membagikan pangan dan sembako, serta menyediakan fasilitas yang menyenangkan. Kalau pemerintahnya tidak bisa memenuhi kehendak rakyat lalu dijatuhkan. Hal ini digambarkan dalam heksagram nomor 23 "Bo". Solusinya pemerintah harus dengan cepat membangun infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sebaliknya banyak negara yang pemerintahannya kuat malah menindas rakyatnya, Heksagram no 45 "Cui", menjelaskan perlunya meyatukan ide dan kehendak rakyat melalui budaya, sebaiknya seni dan budaya tradisional di daerah dikembangkan menjadi seni dan budaya nasional dengan caramendidk para seniman dan budayawannya.
Selamat Jalan Guruku dan terima kasih ajaran filsafat dan bimbingannya dari Kitab Klasik Yijing.
Engkau telah damai disisinya Nai Tong Tian, Wu Hu Ai Zai...