Satu-satunya profesi yang termaktub dalam Al-Quran ialah amil zakat (QS: At-taubah, 60). Hal ini mengindikasikan dua hal dasar, Pertama: posisi strategis amil zakat dalam menghidupkan zakat di seluruh penjuru dunia. Zakat sebagai salah satu pilar Islam berfungsi sebagai sektor ekonomi umat yang dapat membebaskan dari cengkraman ekonomi kapitalis. Hal itu menuntut profesionalitas amil baik sebagai penghimpun, pengelola dan pendistrisbusi.
Indikator profesionalitas amil tercermin dari performance kinerja yang berbasis good government. Sederhanyanya amil ini harus mampu menunjukkan kinerja yang berlandaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas (PP No 14 Tahun 2014). Amil zakat harus tunduk terhadap syariat Islam dan undang-undang yang berlaku. Pendistribusian ZIS dilakukan secara adil dan tidak memihak kepentingan tertentu dan transparan serta atas dasar kemanfaatan.
Amil juga harus mampu beradaptasi dengan pekembangan teknologi. Era ini dikenal dengan Industri 4.0 yang menepatkan internet untuk semua hal (internet of thing). pengelolaan zakat hendaknya diintegrasi dalam sistem digital dan juga mengikuti perkemban trend ekonomi kerena zakat merupakan salah sektor ekonomi Islam. Digitalisasi pengumpulan, pengelolaan dan pendistribusian harus diwujudkan oleh pengelola zakat daerah dengan menduplikasi BASNAS RI.
Kedua, amil ketika bekerja bukan hanya tentang profesionalitas di dunia saja tetapi juga menyangkutan keakhiratan. Dengan kata lain, bekerja sebagai pengelola zakat berarti bekerja sambil beramal shalih. Ketika amil mampu menjalakan kinerja dengan baik, dirinya beribadah kepada Allah SWT. Sebaliknya jika dalam melaksanakan tugas tidak amanah, dirinya mengingkari ajaran agama Islam. Amil zakat berjalan dalam koridor yang menghubungkan dirinya dengan syurga dan neraka. Ketika mampu bekerja dengan amanah dan dengan niatan tulus untuk menegakkan syariat zakat, amil akan mendapatkan kemudahan untuk masuk syurga kerena menjadi jembatan kebajikan baik dari muzaki maupun dari mustahik yang berhasil keluar dari kemiskinan secara dinamis.
Sebaliknya, apabila dalam menjalankan pekerjaan penuh kecurangan, nepotisme dan kolusi atau bahkan korupsi, amil sangat mudah terperosok ke jurang negera kerena menjadi mafia yang memutus amal baik muzaki. Zakat yang semestinya sampai ke tangan mustahik dalam berbagai bentuk program baik karitatif atau pemberdayaan, tidak terlaksana karena ulah nakal amil yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu kesadaran takwa dan profesinalitas kerja amil suatu keharusan yang perlu dijaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H