"Heh, parsetang (bodoamat). Yang penting doakan Beta."
"Jadi bagini...bla...bla...bla..." ceritanya singkat.
Rupanya, semalam selepas berdoa, dia tertidur lalu terbangun lagi, dan langsung cek email. Puji Tuhan, LoA dari kampus tujuannya sudah masuk ke email dan akun pendaftaran dia. "CONGRATULATION, Abraham." Begitu yang tertera dalam surat itu.
Eh, jam 5 pagi, dia terbangun lagi. Tapi merasa ada yang ganjil. "Perasaan tadi beta su bangun, kenapa sekarang berasa kayak baru bangun lagi?" Dia pun bingung. Lalu, berinisiatif mengunduh LoA yang sudah dia kantongi semalam buta, berniat dikirimkan ke saya sebagai bahan PAMER. Murni mau "PAMER DAN SOMBONG."
Alhasil, telepon saya berdering di awal shubuh itu dan dengar pengakuannya bahwa semua email masuk & LoA yang dia lihat itu, ternyata CUMA MIMPI. Halu, guys. Lantas kami tertawa memecah dingin subuh Jakarta yang sudah mulai berisik pemotor.
Lanjut, tak hanya sekali halu. Rupanya Covid 19 sepanjang 2021 sudah menghantam kesadaran pikir kami. Bagaimana tidak, sisa uang di ATM tipis sekali. Kami berinisiatif "baku tamba" alias patungan transfer antar ATM demi menggenapi sisa saldo.
"Bapa pendeta, beta su transfer. (Bapa pendeta, saya sudah transfer)," kata saya di ujung telpon.
"Pas suda, aman. Beta pigi cek. (pas banget, aman. saya pergi cek)." katanya sembari terdengar buru-buru keluar kosan.
Setiba di ATM BRI yang ada di Alfamart, senyumnya mengembang, lebih lebar dari Rafflesia Arnoldii. Jumlah yang masuk melebihi ekspektasi. Dia tak sangka saya kirim sebanyak itu. Pokoknya lebih besar dari gaji kerja dia.
Dengan hati penuh riang dan sudah mulai semringah, sedikit pecicilan aslinya, dia memutuskan tak ambil itu uang. Lantas, memilih belanja dengan 50 ribu sisa di kantongnya, membeli beberapa indomie rebus varian rasa, membagi sebotol aqua ke tukang jahit keliling dekat Alfamart, & membeli sendal di emperan. Blas, bablas 50 ribu ludes akibat ledakan hormon endorfinnya sehabis tengok isi ATM.