Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Babak Akhir yang Menentukan

19 Maret 2019   00:01 Diperbarui: 19 Maret 2019   00:13 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, sejatinya Jokowi "dipusingkan" dengan dua perkara besar; menuju fase akhir pemerintahan dan menjadi inkumben pada Pilpres 2019 ini. Mengurus dua hal besar ini memang tidak mudah, terlebih keduanya masuk dalam periode krusial. Namun, perlu diapresiasi bahwa Jokowi masih tetap menunjukkan performa memukau, baik sebagai kepala negara maupun capres.

Namun, Jokowi harus mampu membaca secara komprehensif dinamika yang berkembang, sebab semua pergerakannya selalu beririsan. Sedikit saja melakukan blunder sebagai presiden, maka akan berimbas dalam pencapresan, begitupun sebaliknya. lebih khusus lagi, jangan pernah terbuai dengan hasil survei yang membuatnya "di atas angin". Cukuplah nasib kekalahan Hillary Clinton sebagai contoh bahwa unggul di atas kertas, belum tentu aman hingga hari H pencoblosan.

Selain itu, anggaplah Prabowo seperti Trump, dan memang banyak strategi politik yang dimainkan Prabowo merupakan hasil adopsi strategi presiden Paman Sam itu. Sehingga, mempercayai "survei" politik begitu saja, juga berbahaya. Untungnya, Jokowi menyadari ini dan dalam sesi wawancaranya dengan sejumlah media belakangan ini, ia menghimbau agar semua tim pemenangan bekerja ekstra keras dan tidak terbuai angka-angka survei.

Dalam perkara ini, bukan berarti meragukan pendekatan ilmiah yang ditempu para lembaga survei, terlebih lembaga-lembaga tersebut tak diragukan lagi kredibilitasnya. Namun, musabab dinamika politik yang sangat dinamis dan mudah berubah-ubah, maka cukuplah hasil survei dijadikan pegangan juga bagian dari bahan dasar meracik strategi pengamanan positioning.

Kalau merujuk pada data 6 lembaga survei belakangan ini, dapat dilihat bahwa Jokowi memang unggul dibandingkan penantangnya Prabowo. LSI Deni JA menunjukkan angka 58.7 persen suara untuk keunggulan Jokowi-Ma'ruf Amin (Paslon 01) ketimbang Prabowo-Sandi (Paslon 02), Polmark Indonesia merilis, 40.4 persen keunggulan Pasclon 01, SMRC juga menempatkan Paslon 01 sebagai "pemenang" dengan 57.6 persen, hasil Cyrus Network pun tembus 55.2 persen untuk keunggulan Jokowi-Ma'ruf, Konsepindo merilis hasilnya yang juga memangkan Paslon 01 dengan total 55 persen suara, dan Median yang menunjukkan Jokowi-Ma'ruf unggul 47.9 persen, berbeda sedikit dengan Prabowo-Sandi di angka 38.7 persen suara.

Untuk menjaga eksistensi dan "keunggulan" yang saat ini sudah di tangan, sebaiknya Jokowi memperhatikan beberapa hal ini:

Pertama, performa komunikatif. Pacanowsky dan O'Donnell dalam bukunya Communication and Organizational Culture (1982), mendefinisikan performa sebagai metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Setidaknya, Jokowi perlu menjaga performa komunikasi personalnya juga komunikasi organisasional, seperti menjaga orisinalitas dirinya sebagai pemimpin populis yang berbicara apa adanya dan dekat dengan masyarakat, namun di lain sisi tetap mampu menjaga kondisi internal kabinet kerjanya hingga landing nanti.

Kedua, kian memperjelas rancangan pembangunan dan implementasi gagasan besarnya dalam pencapresan kali ini. Misalkan, mempertahankan gagasan pembangunan infrastruktur, swasembada pangan, surplus ikan di laut Indonesia, hingga mensupport kemajuan teknologi informasi dan bisnis digital dll.

Ketiga, merawat keutuhan koalisi. Agak sedikit riskan ketika Rommy yang berposisi amat penting dalam TKN, tetiba diciduk KPK lantaran kasus korupsi. Kalau perkara ini tak ditanggapi, maka akan menjadi bubble issue yang merugikan citranya menjelang hari pencoblosan. Selain itu, menyelamatkan PPP saat ini adalah bagian dari mengamankan basis massa tradisional partai berlambang Ka'bah ini.

Sekali lagi, saat ini Jokowi berada dalam fase akhir sebagai kepala negara, sehingga ia pun harus menyiapkan strategi soft landing agar tidak terjadi turbulensi di akhir jabatan. Dan yang paling penting, tetap menjaga peluang (terpilih lagi) dalam kontestasi Pilpres 2019. Sudah injury time, babak krusial yang akan menentukan nasib Jokowi-Ma'ruf, akankah terpilih kembali atau malah sebaliknya. Optimiskah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun