Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedakan Kalimat Tauhid dan Bendera Berkalimat Tauhid

13 November 2018   05:58 Diperbarui: 13 November 2018   11:49 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181109121740-20-345220/wiranto-ungkap-aksi-aksi-bela-tauhid-dimanfaatkan-hti

Lain halnya dengan lambang atau bendera bertuliskan kalimat tauhid. Mengapa? Sebab lambang dan bendera yang bertuliskan kalimat tauhid maupun kalimat suci lainnya adalah hasil bentukan budaya yang diberi pemaknaan khusus seperti ekspresi identitas, ekspresi kebanggaan, ekspresi kekuatan, bahkan bisa sebagai ekspresi kekerasan.

Dalam hal ini, derajat kalimat tauhid merupakan hal yang kudus, terbersihkan dari noda apapun. Sedangkan bendera dengan seabrek kalimat suci maupun mantra adalah sesuatu yang profan alias telah tercemari kreasi pikiran, syahwat dan budaya manusia.

Pantaslah kita tak perlu heran, jika teriakan "Allahu Akbar" menjadi nihil nilai keislaman yang cinta damai, ketika digunakan oleh para teroris saat melakukan bom bunuh diri, termasuk beberapa bom yang meledak di negeri tercinta ini. Bukan hanya itu, kelompok radikalis seperti ISIS pun menggunakan kalimat tauhid dalam bendera dengan warna yang sama meskipun berbeda bentuk penulisannya (khot).

Oleh karena itu, tentu saja umat Islam dunia bersepakat bahwa ISIS dan konco-konconya bukan lagi Islam melainkan memanfaatkan penafsiran ajaran Islam secara serampangan demi mendapatkan legitimasi agama untuk berbuat sesuatu yang keji dan biadab.

Makanya, kalau melihat kasus pembakaran bendera HTI oleh Banser yang berujung digeruduk akis bela bendera tauhid 211 itu, malah menjadi lain pemaknaannya, terendus pula ada itikad lain di luar narasi bela tauhid, seperti yel-yel mendukung kandidat capres-cawapres nomor urut 2 dan fakta lainnya.

Tidak gampang memang membaca situasi ini, tapi dilain sisi, banyak agenda tersusupkan dalam aksi-aksi yang melibatkan banyak orang atau massa besar. Setidaknya, ada tiga tipologi orang yang ikut aksi "bela tauhid":

Pertama, mereka yang datang karena murni kecintaan akan Islam. Orang tipe ini, tidak membaca narasi di balik aksi, sing penting demo bela tauhid, tok. Mereka rela merogok kocek dalam-dalam demi mengembalikan marwah agamanya lewat aksi demonstrasi.

Kedua, mereka yang menjadi pelaksana lapangan berdasarkan instruksi. Mereka ini sebenarnya juga tidak paham narasi di balaik aksi, tapi rela berdemo demi selembar rupiah bahkan nahasnya hanya ikut rame tanpa memahami substansi demonstrasi.

Ketiga, merekalah para sutradara yang turun aksi dengan menitipkan narasi yang diperankan oleh dua kelompok di atas. Apabila berhasil, maka kelompok ini akan segera mengakuisi perjuangan tersebut menjadi milik mereka, bukan milik umat yang datang dengan wajah polos dan berbayar itu.

Lantas, kamu masuk tipologi mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun