Keterangan Foto: Aksi demonstrasi aktivis pembela tanah adat Maluku Tenggara Barat (MTB) di depan kantor Inpex Masela.
Untuk pertama kali dalam sejarah bisnis minyak dan gas (migas), Inpex Masela didemo aktivis pembela tanah adat Maluku Tenggara Barat (MTB) pada tanggal 29 September 2015 kemarin. Demontrasi diawali di depan kantor Inpex Masela, Ltd TCC Batavia Tower, Jl. KH. Mas Mansyur, Jakarta Pusat. Terjadi kemacetan sekitar 2 -3 jam selama aksi demonstrasi berlangsung pada pukul 11.00 WIB.
Sekitar 30 aktivis dari berbagai kalangan hadir untuk bersuara menolak pembebasan lahan atas nama kepentingan umum di atas lahan tanah ulayat (adat) desa Olilit Kecamatan Tanimbar Saumlaki Maluku Tenggara Barat. Kehadiran mereka ini adalah untuk pertama kalinya dalam menyuarakan penolakan tindakan SKK Migas yang menginginkan Inpex Masela menggunakan lahan di Desa Olilit untuk membangun pangkalan logistik.
Demonstrasi dipimpin oleh aktivis Makasar berdarah Ambon, Vincent bersama-sama dengan Devota Rerebain yang merupakan putri penduduk asli Saumlaki MTB. Dalam orasinya Vincent menyatakan pembebasan lahan atas nama kepentingan umum di lahan tanah ulayat merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Menurutnya, SKK Migas telah menjadi alat bagi kepentingan Inpex Masela dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum.
Pelanggaran terjadi atas pasal 33 ayat 2 dan 3. Menurutnya SKK Migas telah menjadi corong bagi kepentingan bisnis kapitalis Inpex Masela padahal sesuai dengan ayat 2, Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Inpex tidak berhak atas tanah yang rencananya akan dibangun pangkalan logistik di atas tanah ulayat (adat). Hal tersebut ditegaskan dalam ayat 3, khususnya butir a.
Setelah pembacaan pernyataan sikap oleh Devota Rerebain, para demonstran pada pukul 13.00 WIB, selanjutnya bergerak menuju Kedutaan Besar Jepang, di jalan Jenderal M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Demo di muka kantor Kedutaan Besar Jepang diwarnai dengan aksi pembakaran secara simbolis bendera Jepang. “Kami menolak pemerintah Jepang mendukung Inpex Masela Ltd yang berbisnis di lahan milik adat,” tutur Vincent. Pembacaan pernyataan sikap juga dilakukan oleh Devota Rerebain.
Aksi ini sempat menimbulkan kemacetan di ruas jalan utama Jakarta. Setelah pembacaan pernyataan sikap tetua adat dan tokoh agama serta masyarakat, massa kemudian membubarkan diri. Mereka berjanji untuk terus berdemontrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H