Lain halnya dengan Agus (31), pria kelahiran Ciamis yang sudah belasan tahun tinggal di Kampung Cieunteung, Kecamatan Baleendah ini, mengaku sudah terbiasa dengan banjir yang menghantam pemukiman warga saat Citarum meluap. Baginya, tak banyak yang bisa dilakukan warga terkait melubernya Citarum karena secara geografis sungai tersebut sudah cukup rusak dan tak kunjung mendapat perhatian pemerintah. "memang banyak sampah di sungai, tapi kan sungainya juga cetek jadinya gampang banjir. Harapannya mah pemerntah mau mengeruk dasar sungai, terus diperluas lagi." Ungkap Agus.
Pernyataan Agus ada benarnya, tumpukan sampah di DAS Sungai Citarum daerah Baleendah dan Dayeuhkolot sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Jika kita berdiri di Jembatan Citarum, begitu jelas terlihat banyaknya sampah terapung mengikuti aliran suangai. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah di tepian sungai hingga menumpuk dan nampak menjijikkan. Tak ayal, saat hujan meluapkan Sungai Citarum, sampah-sampah tersebut ikut terbawa banjir ke perkampungan sekitar seperti di Kampung Cieunteung dan Kampung Andir.
Kampung Cieunteung memang sudah menjadi langganan banjir akibat meluapnya sungai Citarum dan derasnya hujan yang mengguyur. Di akhir April kemarin (26/4), banjir menggenangi desa tersebut setinggi 1-2 meter. Akibatnya, banyak rumah rusak parah, perkebunan warga, dan beberapa sekolah pun ikut rusak. Seluruh warga diungsikan ke daerah streril banjir, namun menurut Agus, proses evakuasi berjalan alot sebab minimnya tenaga relawan dan alat evakuasi.
Proses evakuasi dilakukan oleh Departemen Sosial dan Kepolisian Kecamatan Baleendah dengan alat evakuasi seadanya. Berdasarkan wawancara saya bersama Bripka Jajang Heryadi (47) di kantornya, dia menerangkan bahwa Sekitar 20-30 personil dari Polsek Baleendah dikerahkan untuk mengevakuasi warga dengan dua mobil kepolisian sebagai alat pendukung. Sementara dari Departemen Sosial, mendirikan beberapa tenda pengungsian bagi korban banjir di beberapa wilayah di kampung Babakan Leuwi Bandung, Dayeuhkolot.
Tak hanya itu, berdasarkan keterangan Bripka Jajang, kepolisian Baleendah juga turut memantau ketinggian air di Sungai Citarum saat diguyur hujan lebat, sekaligus bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat untuk menanggulangi kemungkinan warga yang terserang penyakit akibat banjir. "apabila musim hujan tiba, polisi akan memprioritaskan pengontrolan, apakah sudah terjadi peluapan atau tidak. Kalau peluapan semakin meresahkan warga, maka polisi bersiap-siap mengevakuasi warga." Terang Bripka Jajang yang bekerja di bagian Reskrim itu.
Warga yang telah diavakuasi di tempatkan di Gedung Olahraga Baleendah, Gedung Juang'45, Gedung Serba Guna Baleendah, dan Gedung INKAI Kabupaten Bandung. Sedangkan dalam penanganan lalulintas saat banjir melanda Baleendah dan Dayeuhkolot, Polisi memprioritaskan beberapa ruas jalan yang manjadi titik tumpu kemacetan, seperti Jalan Raya Banjaran-Dayeuhkolot, Jalan Terusan Rancahmanyar-Bojong Sayang perbatasan Dayeuhkolot, dan Jalan Siliwangi-Tembusan Bojong Soang.
Meski kerjasama warga dan pemerintahan setempat sudah cukup solid dalam penanggulangan banjir, hal ini dianggap masih jauh dari upaya membebaskan diri dari amukan Citarum. Menurut Bripka Jajang, upaya tersebut seyogyanya diintegrasikan dengan kesadaran menjaga Citarum dari berbagai bentuk pencemaran. Karena belum ada satu instansi pemerintah pun yang secara soliter mampu mengatasi persoalan banjir dan nasib warga yang tinggal di bibir Sungai Citarum, maka kita semua perlu bersinergi untuk mencapai solusi ideal demi penyelamatan Citarum. Selamatkan Sungai Citarum, selamatkan Indonesia.
Salam Kompasiana
tumpukan sampah di sela-sela jembatan citarum Dayeuhkolot-Baleendah. Foto: dokumen pribadi
Ajakan positif pemerintah Dayeuhkolot-Baleendah di pinggir Jembatan Citarum yang tak diindahkan warga. buangsampah tetep jalan. Foto: dokumen pribadi
persis di bawah imbauan pada gambar di atas, masyarakat membuang sampah. Miris juga yah. Foto: dokumen pribadi