Coba lihat realita di sekitar anda, berapa banyak orang yang anda temui berkeinginan untuk bisa menerbitkan buku. Mereka berpandangan dengan menerbitkan buku, akan dikenal dan dikenang oleh orang banyak. Saya sepakat dengan pandangan tersebut, tetapi dengan catatan bahwa buku yang akan diterbitkan mengandung nilai dan berdampak bagi kehidupan orang banyak.
Tapi kini, banyaknya penerbitan buku, membuat seseorang sangat mudah untuk bisa menerbitkan buku. Asalkan anda punya naskah yang akan dibukukan, punya uang, sebagian penerbit akan menerbitkan buku mu. Perihal kualitas isi buku, menjadi terkesampingkan.
Kualitas adalah Prioritas
Jika anda seseorang yang produktif menulis puisi misalnya, satu hari satu puisi, maka selama dua atau tiga bulan, sudah terkumpul 60-90 puisi. Dan kamu ingin membukukannya? Coba pikirkan kembali. Apakah yang kamu tulis itu memang benar puisi, atau jenis tulisan yang hanya kamu anggap puisi saja?
Sebab saya melihat belakangan ini, semakin banyak yang sudah merasa mampu membuat puisi. Padahal ia belajar teori-teori sastra tentang puisi saja belum, kok sudah mendeklarasikan diri mampu menulis puisi dan mengklaim dirinya seorang penyair.
Selain itu, perlu diketahui bahwa untuk menerbitkan sebuah buku dengan isi yang berkualitas tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ada proses-proses yang harus dilalui, misalkan riset bertahun-tahun, kajian pustaka dan lainnya. Tapi kini tidak sedikit orang, yang sangat menggampangkan ingin menerbitkan buku. Padahal dalam hal menulis, kualitas tulisan dianggap jelek saja belum, kok terburu-buru ingin menerbitkan sebuah buku.
Jika anda ingin menerbitkan buku, saya sarankan yang lebih utama adalah sisi kualitas, bukan hanya kuantitas. Sebab tanpa adanya kualitas, maka tidak lain buku yang anda terbitkan hanya akan mendorong semakin banyaknya penebangan pohon saja.
Jangan hanya karena  ingin disegani orang lain dengan alasan telah menerbitkan buku, anda rela mengorbankan pohon-pohon hijau ditebang. Pun jangan sampai buku-buku yang anda terbitkan hanya akan menjadi penyumbang sampah peradaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H