Saat ini daya nalar sebagian masyarakat harus "direfresh" supaya  dapat membedakan yang mana kritik dan yang mana asal tuding tanpa bukti yang dapat menjadi fitnah. Hal ini sangat penting, karena banyak orang yang tidak bisa membedakan kritik dengan fitnah, karena mereka menganggap segala perkataan yang mengecam dan memprotes pemerintah, pejabat, lembaga, perusahaan, seseorang pribadi (baik pesohor maupun bukan) adalah kritik.
Kritik Harus Berdasar Fakta
Padahal kritik harus jelas subjeknya dan tentu harus ada sesuatu yang mendasari timbulnya kritik tersebut. Jadi kalau hanya berteriak-teriak di jalan atau di media sosial mengatakan "pemerintah goblok", "pemerintah zalim", "partai anu berisi koruptor", "gubernur buang-buang anggaran", "partai anu berisi PKI", "kota A jorok" dan sebagainya, haruslah ada dasarnya. Ada pengalaman yang dirasakan atau dilihat, dan akan lebih baik lagi bila ada data otentik. Selain itu kritik tidak bisa dipertangungjawabkan, dan dengan mudah akan disebut sebagai fitnah!Â
Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia kritik adalah "kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. "Dan sebagainya di sini misalnya atas pelayanan, kinerja, prestasi, kualitas dan sejenisnya"Â
Jadi jelas harus ada subjek yang menimbulkan kritik "hasil karya, pendapat, pelayanan, kinerja, prestasi, kualitas dan sebagainya". Jadi kalau hanya karena rasa tidak suka, cemburu, iri atau karena lawan politik, apalagi hanya iseng dan ikut-ikutan saja, tanpa ada pengalaman melihat, merasakan atau terlibat diri sendiri (atau orang lain yang kita yakini benar), maka itu adalah fitnah!
Jangan Sembarangan Ikut Menyebarkan "Kritik"
Ketika kita ingin IKUT menyuarakan kritik dari orang kepada pemerintah, lembaga, partai, organisasi, pejabat, pesohor atau kepada siapapun, pastikan bahwa kritik yang disampaikan memenuhi di atas. Kalau tidak maka kita telah melanggar hukum karena terlibat dalam penyebaran kabar bohong dan fitnah.
Jadi harus hati-hati bila ikut menyuarakan kritik dari orang lain, walaupun orang itu adalah seorang ulama atau orang yang berpakaian layaknya ulama. Jangan percaya begitu saja kecuali kita memang ingin terjerumus melanggar hukum.
Meluruskan arti kata kritik dan tujuannya sangatlah penting, sehingga kita akan menganggap wajar bila ada orang-orang yang ditangkap dan harus mempertanggungjawabkan "kritiknya", karena mendompleng kebebasan berpendapat, demokrasi dan hak azasi manusia dengan menyuarakaan kritik yang tanpa dasar sehingga layak disebut fitnah.
Kritiklah Dengan Keras!
Rakyat Indonesia juga harus mengerti apa itu menyampaikan kritik dengan keras. Kritik dengan keras adalah protes karena kritik kita tidak ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan yang nyata, bahkan masalah yang sama masih timbul berulang. Untuk itu kita jangan berhenti mengkritik sehingga pihak yang memiliki wewenang lebih tinggi dari pihak yang kita kritik turun tangan memperbaikinya.
Menyampaikan kritik adalah hak kita sebagai rakyat di negara demokrasi, namun dalam era media sosial saat ini seringkali kritik kita tenggelam karena sanggahan-sanggahan dari pihak lain. Saran saya jangan berhenti mengkritik, sejauh kita atau orang yang kita wakili memang mengalami, merasakan, melihat bahkan mungkin memiliki data atas hal yang kita kritik.
Sejauh kritik kita benar maka segala sanggahan dari para netizen di media sosial, tidak akan dapat menggoyahkan kita. Namun kalau kritik yang kita sampaiakn tidak benar, maka kita tidak akan dapat mengcounter serangan para netizen tersebut. Pengalaman saya mengkritik sebuah bank milik pemerintah yang membuat anak saya harus susah payah antri lagi untuk menghidupkan rekeningnya, padahal di masa pandemi, mendapat dukungan dari netizen dan pihak bank, walau tidak mengatakan maaf kepada saya atau anak saya, sudah memperbaiki layanannya.Â