Mohon tunggu...
Naufa Rafsanjani
Naufa Rafsanjani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Freelance

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebelum Terlambat

25 Desember 2019   12:49 Diperbarui: 25 Desember 2019   12:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kita akan menyadari semuanya, setelah apa yang kita miliki pada saat itu telah tiada. 

Banyak yang merasakan hal itu, dari berbagai macam yang dirasakan seseorang akan mencoba untuk selalu berkata kepada dirinya sendiri, bahwa di kemudian hari dia tidak akan mengulanginya. 

Bukankah itu sudah menjadi hal biasa untuk kita? Bagiku, itu sebuah makanan penutupku ketika sebuah makanan pembuka membuat diriku benar-benar sedikit kurang nyaman. 

Awalnya, kita selalu tidak menginginkan hal seperti itu berada di lingkungan diri kita. Tapi mustahil, jika kita tidak membutuhkannya. Bukan, sebenarnya kita tidak membutuhkan sifat alami ini. Tetapi inilah sifat yang sudah di turun temurun kan sejak zaman dahulu. 

Banyak orang yang melakukan kebaikan di depan kita, tetapi kita tidak mengetahui apa yang sedang dia rencanakan di belakang kita. Dan banyak juga yang melakukan keburukan di depan kita, namun kita tidak menyadari apa yang mereka lakukan di belakang kita. 

Aku pernah membaca sebuah buku, dia seorang penulis terkenal pada masanya. Dan dia pernah mengatakan, "Jika kau ingin seseorang baik kepadamu, maka lakukan kebaikan pada dirimu sendiri. Tetapi jika kau hanya berfikir jika kebaikan hanya sebuah cover semata, maka jangan pernah menyesal karena telah memilihnya".

Aku ingin berbagi cerita kepadamu tentang bagaimana aku menjadi seseorang yang sudah terlalu sering mendapat nasihat dari temanku. 

"Pemilih yang belum tentu membuatmu akan nyaman sampai ujung kehidupan."

Pada awalnya, aku memang sangat kesal dengan perkataan temanku akan diriku yang seperti itu. Bukankah itu wajar? Bukankah itu sudah menjadi tabiat seseorang untuk mencari seseorang yang membuat dirinya akan merasa dihargai, disayangi sampai di titik mana mereka akan merasakannya. 

"Benar, apa yang kamu katakan itu memang benar nyatanya. Tetapi, pernahkah kamu berpikir sejenak dari yang apa yang pernah kamu pikirkan sebelumnya?" 

"Pernah", ucapku cepat. " Lalu, mengapa kamu mengatakan hal seperti itu kepadaku, bahkan sampai sekarang aku masih saja berbagi kebahagiaan hanya dengan hidupku sendiri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun