Tak usah aku katakan ini adalah rindu. Cukuplah maknai sebagai kesunyian dalam jeritan luka para penyair yang selalu kesiangan menyambut setiap peristiwa kemanusiaan dan keilahian. Karena mungkin mereka sibuk menyelesaikan keakuan yang selalu thawaf cinta romantis, yang dianggap sebagai akar kebajikan Padahal cintanya telah lama bergumul dengan rasa yang hanya mengukur hidup bahagia atau sengsara hanya sebatas naluri.
Sudahi saja semua rasa kangen cinta matahari pada bumi, jika hari-hari hanya wajah yang selalu dipuja Padahal semua akan berubah, semua menyisakan perih dan luka yang terus berlomba menggapai patamorgana dan mengejar bayang bukan keheningan yang berbalut cahaya, cahayanya yang seharusnya jadi kerinduan abadi, meski akhirnya harus mati karena ditinggal kekasih yang dulu habiskan iman hanya untuk mengecup kening dunia dan melumat bibir nikmat kepalsuan dan tipuan yang selalu jadi pencarian akhir para pemuja sekuler
Oh, aku tak kan lagi berbagi denganmu atas nama rindu atau cinta, karena aku tahu cintamu telah habis oleh keakuandan rindumu telah kering karena kehilangan kekasih yang dulu jadi keyakinan. Sementara hari ini dusta dan air mata menjadi satu padudalam kelinglungan cinta untuk menepi di bibir penyesalan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H