Mohon tunggu...
Shopyan Imaduddin
Shopyan Imaduddin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Extreme climbing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Panggung Politik 2024

14 Februari 2024   07:27 Diperbarui: 14 Februari 2024   07:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 cerita menari calon pertama, kata-katanya mengalir seperti air mati,
Menyusuri sungai pikiran dengan keanggunan diri, namun, terkadang aliran pikirannya hanyalah kabut tipis yang bergerak tanpa tujuan yang pasti.

Calon kedua, berlalu bagai bayangan di tengah malam gelap, Tinggal di dalam keheningan antara ingatan yang pudar dan padat. Omong kosongnya menjadi serpihan abu dari api yang sudah padam
Seperti angin yang melintas, menyisakan desiran sepi di padang tandus yang dalam.

Calon ketiga, menari di atas angin tanpa peta. Membawa dirinya dengan keberanian tanpa batas, tapi di balik sayapnya yang berwarna-warni, ada kegelapan yang tak terungkap, seperti burung camar yang menari di sepanjang pantai membawa kisah yang tersembunyi.

Wakil pertama, bicara seperti melodi yang hilang dalam hujan. Terlihat bijaksana, namun sering tersesat dalam labirin kesalahpahaman. Wakil ketiga, masih bermain di antara puing reruntuhan,
Dipercaya membawa perubahan tapi hanya bermain roda dalam mesin yang sudah usang.

Wakil kedua, membangun kemegahan di padang pasir, namun, hanya menjadi raja di istana pasir yang kosong. Didukung oleh bayang-bayang penguasa yang bersembunyi di antara ilusi, kebenaran masih tersembunyi.

Dan dalam mata rakyat yang tajam, terukir tanya,
"Telah datang lembaran baru," suara pertama bergema. Di balik panggung, drama kehidupan terus berputar seperti hujan yang turun membawa kenangan lama yang terlupakan.

"Akan ada makanan dan susu gratis," kata yang kedua bergema, di telinga rakyat hanya bisikan angin yang lewat,
Rakyat menginginkan lebih dari janji manis yang terlontar mereka haus akan keadilan dan kesempatan yang nyata.

"Tuanku adalah rakyat, jabatan hanyalah mandat," ucap yang terakhir berkata, Namun, di balik kata-kata itu ada kebohongan yang tersembunyi. Kekuasaan bukanlah milik segelintir, tapi harta bersama, dan dengan hati-hati rakyat akan memilih siapakah yang benar-benar layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun