Mohon tunggu...
Shopiah Syafaatunnisa
Shopiah Syafaatunnisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Minat dengan isu pendidikan dan agama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Larangan Plagiarisme dalam Islam

25 Januari 2023   06:00 Diperbarui: 25 Januari 2023   08:31 3503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di zaman ini, meraih keberkahan ilmu berat sekali tantangannya, sebab peluang ketidakberkahan pun banyak. Perhatikanlah ulama terdahulu yang karya-karyanya menjadi berkah karena mereka memenuhi etis akademik sebagai bagian dari etika pendidikan Islam yang harus dipatuhi. Berbicara mengenai plagiat para ulama pantang melakukannya. Sedikit saja qaul pasti mereka mencantumkannya.

Islam menyikapi plagiarisme

Dalam jurnal yang berjudul: Nalar Kritis Pelanggaran Hak Cipta dalam Islam yang ditulis  Fitra Rizal (Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, Vol. 2, 2020), Ketika seseorang yang menggunakan hak seseorang tanpa izin resmi berarti dia telah memakai hak milik orang lain dan termasuk dalam bentuk kejahatan. 

Walaupun niat atau tujuannya baik akan tetapi cara untuk memperolehnya salah atau tanpa prosedur yang benar, maka tujuan yang semula baik menurut kaca pandang empiris menjadi buruk dan dosa dalam kaca pandang hakiki. Hal tersebut sesuai dengan kaidah usul fiqh yang intinya adalah status hukum dapat berubah berdasarkan latar belang yang mendasarinya.

Poin yang menjadi alasan terkait pengharaman dalam pelanggaran hak cipta diantaranya adalah (1) Adanya unsur pembohongan. (2) Merupakan bentuk pencurian. (3) Membunuh kreatifitas dan semangat berfikir para penemu karya. (4) Melanggar tujuan syariat yaitu merusak akal atau hasil karya. (Rizal Fitra, 2020)

Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhaili di dalam kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu mengatakan bahwa mencetak ulang atau menyalin karya orang lain (plagiasi) itu dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Perbuatan tersebut juga masuk kategori maksiat. (Wahbah al-Zuhaili, 4/386). Wahbah al-Zuhaili menegaskan, bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara’ atas dasar qaidah istishlah (maslahah mursalah), mencetak ulang atau mengcopy buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. (Rizal Fitra, 2020)

Di kalangan ulama pakar hadis saja, kriteria rawi plagiat sudah tentu ditinggalkan. Ia menyandang kecatatan yang sangat banyak. Sebab plagiat mencakup dusta, penipuan, pencurian hak milik, kezaliman yang begitu kompleks.

Demikian mengenai larangan plagiarisme yang muatan dosanya bukan sekedar mencuri. Perbuatan ini sangat ditentang syariat. Itulah mengapa para ulama terdahulu dalam menulis karya-karya mereka, sedikit saja qaul yang dinukil pasti mencantumkan sumbernya.

Dalam penelaahan hadis saja mereka ekstra ketat dan hati-hati dalam menyeleksi para rawi, seorang rawi yang melakukan plagiat dapat dipastikan hadisnya mereka tinggalkan. Dari sisi keberkahan ilmu, tindakan menukil  atau memplagiasi tanpa menyebutkan sumbernya merupakan perbuatan yang tidak berkah dan menodai etis akademik.

Wallah a'lam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun