Mohon tunggu...
Shonanar Rohman
Shonanar Rohman Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi dengan menulis

Seorang yang antusias dengan dunia pendidikan dan literasi

Selanjutnya

Tutup

Book

Belajar Berpikir Kreatif dari Novel Sang Alkemis

3 September 2024   13:22 Diperbarui: 3 September 2024   13:26 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang namanya hidup pasti lekat dengan masalah. Namun jika ditelaah secara mendalam, alih-alih membuat hidup orang-orang menjadi susah, masalah itu hakikatnya membuat mereka bertumbuh menjadi lebih baik. Adanya masalah membuat orang berpikir mencari pemecahan masalahnya, kemudian dari sanalah orang tersebut mendapatkan pengetahuan yang ia bisa manfaatkan agar masalah yang serupa tak perlu datang dua kali di masa mendatang. Dalam arti kata lain, masalah bisa menjadi berkah.

Bagaimanapun, agar konsep "masalah adalah berkah" bukan sekedar buaian kosong belaka, orang-orang perlu juga menyoroti perihal cara mereka dalam menyelesaikan masalah. Jika ditarik jauh ke belakang pada era kejayaan filsuf, orang-orang di zaman tersebut menyelesaikan masalah dengan terlebih dahulu mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis guna menemukan hakikat kebenaran dari segela hal yang mereka anggap masalah. Ini jelas cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah di zaman itu. 

Di era modern, mengajukan pertanyaan filosofis sebagai bentuk solusi dari masalah yang muncul tentu sudah bukan jadi tren lagi. Maka dari itu, hampir kebanyakan orang meninggalkan cara filsuf. Dalihnya adalah tidak praktis. Orang-orang di zaman modern cenderung menggunakan cara yang lebih ilmiah dalam menyelesaikan masalah. Bentuk kongkretnya ialah memanfaatkan teknologi. Teknologi mampu secara cepat dalam menyelesaikan masalah orang-orang modern.

Selanjutnya, tren rupanya berubah kembali. Di zaman yang lebih canggih seperti sekarang, metode ilmiah yang praktis esensinya tidaklah cukup dalam penyelesaian sebuah masalah. Lebih dari itu, sekarang ini penyelesaian masalah yang ada di kehidupan rata-rata menuntut esensi kreatif dari setiap individu. Masalah di era sekarang semakin berevolusi dan segmented bergantung dari subyektifitas individunya sehingga solusi yang digunakan harus menyesuaikan varibel tersebut. Semakin kreatif solusi yang ditawarkan, semakin tepat sasaran pula masalah yang harus diselesaikan karena di dalam kreatifitas ada unsur unik dan bedanya. Dan inilah memang fakta yang ada di zaman sekarang. Oleh sebab itu, kreatifitas sudah menjadi kebutuhan tepat orang-orang saat ini dalam mengatasi masalahnya.

Dikarenakan pentingnya nilai kreatif di zaman sekarang, maka tidak lagi heran orang-orang berbondong-bondong untuk memfokuskan diri menjadi individu kreatif dimulai dengan cara berpikirnya, yakni berpikir kreatif. Kondisi ini selaras dengan apa yang dilaporkan World Economic Forum pada tahun 2023 dimana berpikir kreatif menjadi keterampilan kedua teratas dari total 10 keterampilan yang dibutuhkan pasar tenaga kerja saat ini. Berpikir kreatif menjadi bagian dari keterampilan kognitif. Salah satu alasan mengapa keterampilan berpikir kreatif begitu penting karena ada kaitannya dengan individu dalam menyelesaikan masalah di kehidupan yang cendrung lebih kompleks dari hari ke hari.

Berbicara tentang belajar berpikir kreatif, ada berbagai macam upaya yang bisa dilakukan oleh orang-orang, mulai dari hal yang rumit hingga yang sederhana. Akan tetapi tentu saja sebagian besar orang akan memilih memulainya dengan hal yang sederhana terlebih dahulu, dan salah satunya bisa dengan membaca karya fiksi alias novel. Alasannya adalah karena buku fiksi atau novel acapkali lahir dari pemikiran kreatif si penulis. Kreatifitasnya secara jelas entah tertuang pada alur ceritanya, konflik yang ditekankan, karakter tokoh yang dibuat atau gaya kepenulisan yang digunakan. Itu semua bisa secara langsung pembaca pelajari untuk menumbuhkembangkan pemikiran kreatif karena mudah untuk divisualisasikan dan diterjemahkan oleh akal sehat.

Ada begitu banyak novel yang bertebaran dan gampang pula untuk didapatkan. Namun saya dengan lantang bisa merekomendasikan novel karya Paulo Coelho berjudul Sang Alkemis untuk orang-orang yang ingin belajar berpikir kreatif. Novel Sang Alkemis kental akan esensi kreatif. Saya sendiri pun seusai membaca habis cerita pada buku tersebut merasakan ada lebih banyak letupan-letupan kreatifitas di dalam isi kepala saya.

Akan tetapi agar bisa relevan dengan penjelasan saya berikutnya, agaknya saya sampaikan terlebih dahulu secara singkat mengenai novel Sang Alkemis ini. Jadi, Sang Alkemis adalah novel luar biasa Karya Paulo Coelho yang telah dialihbahasakan ke berbagai bahasa. Novel ini bertemakan petualangan, menceritakan seorang penggembala domba yang memilih takdirnya dalam menjemput harta karunnya. Takdir menjemput harta karun memaksanya meninggalkan domba-domba kesayangannya dan lantas mengharuskannya mengembara lama hingga ke negeri piramida.

Mulai dari tokoh utama hingg akhir ceritanya

Dari premis yang dipaparkan, cerita yang diangkat memang sangat sederhana. Meski demikian, ada beberapa poin kreatifitas yang diciptakan oleh Paulo Coelho di novel Sang Alkemis dan orang-orang bisa belajar berpikir kreatif melalui karya Paulo Coelho yang satu ini. Pertama, nama tokoh utama pada novel Sang Alkemis hanya sekali saja disebutkan dan itu pun terletak di awal kalimat. Kalimatnya seperti ini, "Anak laki-laki itu bernama Santiago." Hanya itu saja dan pada kalimat berikutnya hingga ceritanya berakhir, Paulo Coelho tidak sama sekali menyebutkan nama Santiago. Selanjutnya, tokoh utamanya sekedar dinarasikan sebagai "anak laki-laki". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun