Risiko Penyebab BPRS mengalami kebangkrutanÂ
Dalam beberapa tahun terakhir, OJK mencatat sekitar 189 bank syariah di Indonesia, terdiri dari 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 164 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). kinerja  BPRS  cenderung  melambat  baik dari pertumbuhan aset, pembiayaan  dan  dana  pihak  ketiga  (DPK).  Melihat  kondisi  ini  BPRS  masih  rentan mengalami  kebangkrutan (Maulana 2017;  Mustafa  &  Musari, 2019).
Hasil  pengamatan menunjukkan  bahwasanya  tahun  2015-2016  terdapat  4  BPRS  yang  sudah  dilikuidasi. Sedangkan di tahun 2019, terdapat 4 BPRS yang sedang dilakukan proses likuidasi oleh Lembaga  Penjamin  Simpanan  (LPS). Kondisi  ini  cukup mengkhawatirkan  dan  tidak tertutup  kemungkinan   saat   ini   terdapat   beberapa   BPRS   yang   kondisinya memprihatinkan dan berada dalam pengawasan khusus otoritas. Jumlah BPR/BPRS mengalami penurunan dari 1.825 BPR/BPRS menjadi 1.729 BPR/BPRS, yang juga disebabkan oleh penutupan bank. Dari sisi aset, pertumbuhan aset BPR/BPRS mencapai 126%, atau 25,25% per tahun, dari 2012 hingga 2017.
fakhrunnas dan mifrahi (2018) mengungkapkan bahwa risiko kebangkrutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja BPRS. Risiko tersebut akan melihat bagaimana kapabilitas BPRS dalam memenuhi kewajiban yang dimiliki serta mengukur sejauh mana keberlangsungan BPRS dalam mendapatkan profit secara berkelanjutan.Â
Semakin tinggi tingkat risiko kebangkrutan maka akan dapat menjadi indikasi bahwa BPRS sangat rentan terhadap kineja keuangan yang dimiliki. Tingginya tinggkat kerentanan tersebut juga menjadi tanda bagi BPRS untuk dapat menjalankan aktivitas bisnis yang dimiliki dengan baik.
Ada beberapa risiko yang dapat menyebabkan kebangkrutan BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), antara lain:Â
- Manajemen risiko yang buruk: Jika BPRS tidak memiliki sistem manajemen risiko yang baik, mereka mungkin rentan terhadap risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, dan risiko lainnya yang dapat menyebabkan kebangkrutan.
- Masalah likuiditas: Jika BPRS menghadapi masalah likuiditas, yang berarti mereka tidak dapat memenuhi kewajiban keuangan mereka segera, mereka mungkin bangkrut.
- Kualitas aset yang buruk: Jika BPRS memiliki portofolio kredit yang buruk dengan tingkat kredit macet yang tinggi, mereka mungkin kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup untuk membayar biaya operasional dan membayar kewajiban.
- Peraturan dan kepatuhan: BPRS yang melanggar peraturan perbankan dan syariah yang berlaku dapat dikenakan hukuman atau denda.
- Regulasi dan kepatuhan: BPRS yang melanggar peraturan perbankan dan syariah yang berlaku dapat dikenakan sanksi hukum atau denda yang berpotensi mempengaruhi keuangan mereka.
- Perubahan kondisi ekonomi: Kondisi ekonomi yang buruk, seperti resesi atau gejolak pasar, juga dapat menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi kebangkrutan BPRS, sehingga penting bagi BPRS untuk memperhatikan dan mengelola risiko dengan baik untuk mencegah kebangkrutan.
- Tidak Mampu Bersaing: BPR yang tidak mampu bersaing dapat bangkrut karena bersaing dengan bank besar atau lembaga keuangan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H