Mohon tunggu...
Mohamad Sholihan
Mohamad Sholihan Mohon Tunggu... wartawan -

Marbot Masjid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meluruskan Masalah Bid'ah

13 November 2016   05:16 Diperbarui: 13 November 2016   08:17 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Umat Islam hendaknya tidak ribut terus dengan saling mengatakan ini bid’ah, itu bid’ah. Jangan gara-gara masalah bid’ah membuat rusaknya persaudaraan sesama Islam. Karena Allah telah menegaskan, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Dan damaikanlah para saudara kalian.” (Al-Hujurat 10).

Menurut Maulana Faisal, Lc, MA, Hadis tentang bid’ah itu sendiri yang komplitnya dalam riwayat Imam Nasa’i. Ketika sedang berkhutbah, Rasulullah menguraikan, “Siapa orang yang Allah berikan hidayah, tidak akan ada yang menyesatkan. Dan siapa yang Allah sesatkan, tidak akan ada yang memberikan hidayah kepadanya. Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Al-Qur’an. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad. Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan. Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah. Setiap yang bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat di neraka.”

Bid’ah itu seperti apa, banyak referensi dan perepsi dari ulama, sehingga satu kajian Islam, yang hanya memandang dari segi dhohir hadisnya saja secara leter laks, yakni pokoknya setiap yang diada-adakan semuanya sesat, tanpa tawar-tawar lagi. Mereka di antaranya mengatakan, kalau Peringatan Maulid Nabi, tahlilan dan doa berjamaah setelah shalat 5 waktu adalah bid’ah dan sesat.

Sedangkan di Indonesia, para ulama mengadakan acara Maulid, tahlilan, dan doa berjamaah. Ini yang akan membuat tidak saling toleransi, tafahhum (saling menghargai), sehingga berbenturan. “Kita khawatirkan masyarakat Islam Indonesia menjadi sasaran empuk untuk dijadikan adu domba, “ katanya prihatin di hadapan jamaah Masjid Daaruttaqwa, Wisma Antara, Jakarta.

Hadis tersebut shohih, riwayat Bukhori Muslim. Bagaimana memahami bid’ah menurut ulama salafus-sholeh. Menurutnya, satu kelompok yang menyatakan sebagai salafi memahaminya dari leter laks Hadis ini. Menurut mereka, semua ibadah yang tidak dibuat oleh Rasul, sesat. Semuanya disebut sesat. Padahal dalam Hadis tersebut, Rasul tidak mengatakan ibadah.

Ia mencoba mengkaji dan mencari ulama salafussaleh yang mengatakan semuanya sesat. Bagaimana kalau semua ibadah yang tidak ada contoh dari Nabi disebut sesat, tapi kenapa Umar bin Khattab shalat Tarawih selama sebulan penuh secara berjamaah, tradisi itu sampai saat ini masih diabadikan, padahal Nabi tidak memberikan contoh. Apakah itu tidak bid’ah ?

Ulama yang mengatakan, semua ibadah yang tidak ada contoh dari Rasul, sesat adalah ulama yang rujukannya Imam Satibi, yang hidup pada abad 6 Hijriah. Ini berarti bukan ulama salafussaleh. Pemahaman seperti ini selalu disiarkan oleh Radio Rodja. Siaran radio ini selalu mengatakan, tahlilan dan Maulid Nabi disebut sesat dan bid’ah, karena tidak ada contoh dari Nabi. Bahkan peringatan Agustusan dan hormat bendera disebut syirik dan bid’ah. “Negara kacau kalau dipahami secara serampangan,” katanya lagi.

Yang menyokong pemahaman semua ibadah yang tidak ada contoh dari Rasul adalah sesat berasal dari ulama Saudi Arabia, di antaranya Syekh Husaimin, Al-Bani, dan orang-orang yang berafliasi pada mereka seperti murid-muridnya yang datang ke Indonesia setelah belajar dari Makkah dan Madinah.

Ulama yang lain berpendapat, semua ibadah yang tidak ada contoh dari Nabi, tidak semua bid’ah asalkan perbuatannya baik serta tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis seperti shalat Tarawih berjamaah selama sebulan penuh yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, tidak ada contoh dari Nabi. Kegiatan ini meskipun tidak ada contoh dari Nabi tapi baik dan ada manfaatnya buat masyarakat. Menurut ulama, ini tidak sesat.

Contoh kedua, pengumpulan Al-Qur’an 30 juz tidak ada pada zaman Nabi. Kalau sesuatu yang tidak ada contoh dari Nabi disebut bid’ah, bagaimana dengan Al-Qur’an, yang tidak ada perintah dari Nabi agar dikumpulkan seperti sekarang ini? Tapi kontradiksi, mereka tidak menyatakan bid’ah. Kalau Al-Qur’an yang ada sekarang ini disebut bid’ah, konsekuensinya mereka tidak boleh memakai Al-Qur’an seumur hidup. Sebab Al-Qur’an yang ada sekarang buatan orang sekarang pengumpulannya itu. Dulu Al-Qur’an di hapal dan terpisah-pisah. .

Kelompok ulama yang kedua, bukan ulama salafi melainkan ulama salaf, di antaranya Imam Syafi’ie. yang mengatakan, semua bid’ah, tidak sesat, harus ditimbang dengan ilmu agama serta Al-Qur’an dan Hadis. Kalau ulama kelompok pertama mengatakan, semua bid’ah, sesat, mereka hanya berdalil dari satu Hadis, Setiap yang baru, bid’at dan setiap yang bid’ah masuk neraka, seperti acara Maulid dan tahlilan tidak pernah dicontoh dari Rasulullah, maka bid’at dan sesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun