Sungguh sangat disayangkan pernyataan dan pengakuan Tokoh ICMI, Marwah Daud, yang meyakini klaim Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang bisa menarik uang sebagai bagian dari Karomah yang diberikan Allah SWT. Ini suatu fenomena baru yang perlu dicermati. Bagaimana seorang intelek yang memiliki kapasitas keagamaan dan keilmuan yang mumpuni bisa “terkontaminasi” hal-hal yang berbau tahayul dan mistis. Namun kita harus tetap hargai hak beliau untuk mempercayai ke karomahan kanjeng Dimas ini.
Namun Secara logika sederhana, agak sulit diterima akal sehat bila ada yang mengaku bisa menggandakan uang. Kalaupun memang ada, saya kira hutang RI yang ribuan trilyun bisa dibayar dengan keahliannya. Apalagi, ada kewajiban untuk membayar mahar terlebih dahulu untuk bisa melipatgandakan uang tersebut. Lebih jauh lagi, ternyata Sang Kanjeng Dimas ini memiliki ritual yang cukup aneh juga seperti kewajiban bertelanjang dada ketika melakukan ritual penggandaan uang dan lain sebagainya. Semua ini bagi saya agak aneh dan patut diduga penuh kebohongan.
Fenomena baru ini sangat “lucu dan Aneh” namun spektakuler karena ternyata pengikutnya yang dikenal dengan “santri” berjumlah ribuan termasuk di dalamnya terdapat tokoh tokoh keagamaan, para cendikiawan, dan kabarnya beberapa jenderal juga ikut menjadi “santri” serta masyarakat umum dari berbagai kalangan daerah. KOK Bisa percaya ya?
Bagi saya, fenomena ini merupakan gambaran jelas bagaimana sesungguhnya potret masyarakat kita, dimana mereka ternyata masih berorientasi “uang dan uang” tanpa harus memeras keringat. Bagaimana menjadi kaya tanpa usaha?
Dan harus di ingatkan bahwa modus seperti ini BUANYAKKK terjadi di berbagai daerah, seperti biasa, bila tidak berkedok “guru spiritual, dukun, para normal” maka bisa berkedok “koperasi, yayasan, kelompok usaha” yang kesemuanya menjadikan “Kekayaan Tanpa Kerja yang Jelas”. Biasanya operasional usahanya tidak jelas dan gelap alias sulit diungkap. Slogannya, yang penting Anda Dijamin Kaya, Tidak Usah Capek capek Kerja. Dan Anda tidak perlu tahu bagaimana cara kami mengelolanya.
Saya yakin kepolisian dan pihak-pihak terkait punya data ini, namun mungkin belum ada alasan atau bahkan belum berani memprosesnya. Secara umum, biasanya hanya petinggi-petinggi merekalah yang mendapatkan keuntungan berlipat namun pada dasarnya menyengsarakan kelompok dibawahnya alias masyarakat. Janji janji keuntungan yang luar biasa alias kekayaaan akhirnya membuat "gelap" semua logika kebenaran. Kali ini, saya berharap aparat kepolisian Pro aktif untuk mengusut praktik praktik seperti ini karena sangat meresahkan. Sangat tidak mendidik masyarakat.
Parahnya lagi, biasanya mereka senantiasa membawa spirit spirit keagamaan untuk menutup kedok mereka yang sesungguhnya. Apalagi bila para tokoh ulama, aparat keamanan, tokoh masyarakat sudah ikut nimbrung dan menjadi anggota kelompok ini maka keberadaan kelompok ini seakan mendapatkan legitimasi dan legalitas. PAdahal ummat dan masyarakat yang sangat dirugikan.
Melihat fenomena miris ini, maka seharusnya aparat keamanan, kementrian dalam negeri, kementrian koperasi dan tokoh ulama, MUI dan Tokoh masyarakat bisa aktif dan tegas menyelesaikan masalah ini dengan baik. Jangan tunggu korbannya lebih banyak lagi baru kemudian baru diusut dan diselesaikan.
Sebaliknya masyarakat harus di edukasi untuk mendidik masyarakat terbiasa kerja keras dan mengindari cara-cara takhayul yang melawan nalar sehat dan kemampuan teknologi bangsa modern.
Kepada Ibu Marwah yang saya kagumi, semoga kebenaran yang sesungguhnya akan segera muncul ke hadapan ibu. Mari berlomba lomba dalam kebaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H