Bagi para orang tua dimanapun berada, pasti akan mengalami sebuah dilema dikala harus memutuskan kemana lanjutan sekolah anak-anak setelah lulus SD atau SMP? Ada yang langsung memilih SMP/SMA atau ada pula yang memilih jalur Pendidikan pesantren? Atau ada juga yang masih ragu alias bingung kemana tempat yang cocok dan tepat mengenyam pendidikan selanjutnya. Semuanya insyallah merupakan pilihan baik hanya berbeda metode pendekatan saja karena semuanya dimaksudkan untuk maslahat anak-anak tercinta.
Situasi dan dilema ini, pernah kami alami juga. Cukup membuat kami galau juga untuk membuat pilihan-pilihan terbaik untuk anak-anak kami. Saat itu, anak pertama saya, duduk di kelas 3 SMA sekolah swasta di Kawasan Bogor, sedangkan adiknya duduk di kelas 3 SMP yang sama. Sementara saya dan istri, kebetulan merupakan alumni pesantren.
Sebagai seorang santri, sesungguhnya saya ingin sekali anak-anak bisa mengenyam pendidikan di pesantren dengan segala plus minusnya, apalagi kondisi saat itu, dimana serbuan gadget dan game online merajalela menjadi candu bagi anak-anak remaja. Sejumlah ketakutan pun muncul otomatis sehingga kami beranggapan sepertinya pesantren menjadi pilihan terbaik bagi anak-anak waktu itu.
Maka dari itu, jauh-jauh hari kami pun sudah sering membawa anak-anak mengunjungi pesantren agar sejak awal bisa mengetahui kondisi dan kultur pesantren sedari awal. Semua itu dilakukan demi sebuah upaya untuk memberikan ruang yang cukup bagi anak-anak untuk mengenal dunia pesantren untuk selanjutnya dapat merenung dan mempertimbangkan pilihan pilihan terbaik kelanjutan studi mereka. Setidaknya kami telah menunaikan kewajiban kami untuk memberikan gambaran yang utuh mengenai peta jalan ke depan yang bisa anak-anak pilih.
Dalam hal ini, KAMI bersikap DEMOKRATIS dengan menghindarkan diri dari unsur paksaan atau pemaksaan atas pilihan jalur Pendidikan yang mereka akan tempuh nantinya. KAMI memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk memilih dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan karena kami meyakini dan telah memiliki pengalaman bahwa PAKSAAN akan menyebabkan mereka kehilangan jati diri dan biasanya akan berakibat fatal secara psikologis nantinya.
Akhirnya, setelah berdiskusi panjang dengan mengunakan analisis SWOT, memberikan gambaran yang utuh mengenai kelebihan dan kekurangan belajar di sekolah konvensional dan pesantren. Mereka akhirnya memilih sekolah konvensional sebagai pilihan utamanya. Walau pilihan itu berbeda dengan keinginan kami, namun kami sangat mengikhlaskannya dan memberikan keluasan hati untuk menerimanya.
Sebagai konsekuensinya adalah kami harus memberikan pelajaran ektra perihal agama dan hal-hal lain yang hanya bisa diperoleh di pesantren. Maka dari itu, kami terus mendampingi anak-anak belajar mengaji, akidah akhlak, belajar disiplin, pola hidup sehat, dan Pelajaran hidup lainnya. Jadi jangan heran, walaupun di rumah, selain menunaikan tugas belajar, anak anak terus dididik ala santri dengan sikap mandiri dan bertanggungjawab seperti menyapu, mengepel, mencuci baju dan merapikan baju secara mandiri....semua di design agar mereka "tahan banting" menghadapi kehidupan yang kadang penuh aral melintang.
Alhamdulillah wassyukrulillah ....sedikit usaha dan ikhtiar ini telah membuah hasil yang membuat kami cukup bangga. Anak pertama, kini sudah kuliah di Universitas Brawijaya Fakultas Ekonomi Bisnis dengan kemandirian yang luar biasa. Anak kedua, saat ini duduk di kelas 3 SMA dan bersiap memasuki bangku perkuliahan juga tahun depan. Alhamdulillah Wasyukrulillah.
Motto yang kami tanamkan kepada mereka cukup sederhana....
HIDUP itu indah bila kita mengindahkan hati. Maka jadilah orang baik.