Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Early Warning System Bencana Lewat Sandiwara Radio: Unik, Kreatif dan Menarik

16 September 2016   13:46 Diperbarui: 16 September 2016   13:48 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu mendengar program Sosialisasi Siaga Bencana melalui Sandiwara Radio dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maka ingatan saya kembali ke masa-masa kecil dahulu di era tahun80an hingga 90an. Kala itu, saya masih duduk di kelas 5 SD. Setiap sore  sebelum magrib, hampir pasti saya dan seluruh keluarga tidak bisa jauh-jauh dari Radio untuk mendengarkan program Sandiwara Radio “Saur Sepuh dan Tutur Tinular” yang begitu fenomenal. 

Hampir bisa dipastikan, saya tidak pernah dan tidak boleh pernah terlewat satu episode pun karena bila itu terjadi maka rasanya seperti kehilangan sesuatu yang amat sangat berharga dan terasa rugi sekali. Bahkan ritual “mengajipun” bisa ditinggalkan demi bertemu dengan Arya Kamandanu, Mantili, Hanum dan lain sebagainya. Dan luar biasanya, wabah “Sandiwara Radio” ini telah menjadi “transetter” dan “ritual wajib” yang sangat dinanti-nanti setiap harinya. Saking fenomenalnya Sandiwara Radio ini maka saya pun mengabadikannya dengan memberikan nama anak saya yang pertama “Brama”. Semua itu karena kecintaan saya kepada serial Sandiwara Radio “Saur Sepuh” itu.

Namun perlahan tapi pasti, seiiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi, era “Radio” mulai ditinggalkan dan digantikan dengan era “Televisi” yang ditandai dengan maraknya program-program visual di televisi yang tak kalah menariknya. Selepas itu, Sandiwara Radio mulai hilang di telan waktu hingga saat ini.

Adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mencoba menghidupkan kembali nostalgia masa lalu Sandiwara Radio untuk dijadikan media sosialisasi program Siaga Bencana. Sosialisasi siaga bencana ini berupa pembuatan sebuah cerita sandiwara radio roman bersejarah berjudul Asmara di Tengah Bencana (ADB) karya S Tidjab. Ide ini patut diapresiasi, apalagi tujuannya sangat relevans yaitu untuk melakukan sosialisasi kesiagaan terhadap bencana di berbagai wilayah Indonesia yang memang rentan bencana.

Bagi saya, ide ini sungguh unik, kreatif dan menarik di tengah monotonnya sarana sosialisasi perihal kesiagaan atas bencana di tanah air. Pamplet, Poster, diskusi, seminar sepertinya mewakili konsep sosialisasi “jadul” yang dianggap terlalu biasa dan monoton. Mungkin banyak pihak lain yang menganggap ide ini aneh dan sulit mendapatkan hasil yang maksimal. Tapi saya justeru melihat sebaliknya. Ide ini sangat positif dan merupakan ide cemerlang terutama bagi tersosialisasinya promosi kesiagaan atas beragam bencana di berbagai daerah rentan belacana yang mayoritas tinggal di wilayah pedesaan dan pegunungan.  

Di antara beberapa alasan yang bisa dikemukakan adalah sebagai berikut:

  • Sandiwara Radio pernah menjadi primadona masyarakat sehingga diyakini masih memiliki pendengar setia (seperti saya) sehingga mudah menariknya kembali sebagai sebuah alat promosi baru. Apalagi dengan kemasan yang dibuat apik dengan alur cerita yang menarik maka saya yakin serial sandiwara radio ini bisa mendapat tempat di hati masyarakat sehingga sosialisasi siaga bencana bisa sampai ke tengah-tengah masyarakat.
  • Pilihan Radio-radio yang dijadikan mitra sosialisasi sangatlah tepat,dimana mereka dianggap mewakili radio yang memiliki basis penggemar di daerah pedesaan dan pegunungan. Radio Soka FM Jember misalnya, dimana saya tinggal, merupakan Radio dengan basis pendengar warga pedesaan dan pegunungan yang memiliki basis penggemar yang kuat dan setia. Secara lengkap Sandiwara RAdio Asmara di Tengah Bencana diputar di 20 radio, terdiri dari 18 radio lokal dan 2 radio komunitas di seluruh Pulau Jawa. Berikut ini adalah daftar radio yang menyiarkan sandiwara radio siaga bencana yaitu Radio Kelud, RadioMerapi, Radio Pariwisata Senaputra-Malang, Radio Thomson Gamma-Majalengka, RadioSPS-Salatiga, Radio Soka Adiswara-Jember, Radio CJDW FM- Boyolali, Radio Fortuna-Suka Bumi, Radio Gabriel FM –Madiun, Radio Hot FM- Serang, Radio Merapi-Magelang, Radio Persatuan – Bantul, RadioAditya- Subang, Radio Gema Surya-Ponorogo, Radio EMC Thomson-Yogyakarta, RadioGeNJ-Rangkas Bitung, Radio H –Karanganyar, Radio Elpas FM-Bogor, Radio ThomsonBandung, dan Radio Studio 99-Purbalinga.
  • Materi “Asmara di Tengah bencana (ADB) " memiliki alur cerita yang menarik karena berlatar-belakang bencana dengan bumbu-bumbu aroma asmara yang sangat digemari para penggemar. Biasanya para pendengar suka dengan alur sejenis ini karena bisa menggugah para pendengarnya. 
  • Ketokohan para pengisi seperti Ivone Rose yang dahulu terkenal menjadi pengisi suara untuk tokoh Lasmini dalam sandiwara radio Saur Sepuh, ada juga nama-nama seperti Nanang Kasila, Ajeng, Harry Laksono, Eddie Dhosa, yang sudah malang-melintang didunia sandiwara radio suara seakan menjadi jaminan digemarinya sandiwara radio ini. Bila sudah mendengar suara Ivone Rose maka pasti akan terus mendengar alur cerita Sandiwara radio ini.

Pilihan sandiwara radio ini dirasa tepat karena mayoritas penduduk pedesaan dan pegunungan yang tinggal di pegunungan memiliki tingkat pendidikan yang terbatas yakni setingkat SD-SMP atau bahkan mereka tidak pernah bersekolah sama sekali. Promosi kesiagaan bencana melalui media baca tulis sepertinya kurang tepat untuk komunitas ini. Jadi yang lebih tepat adalah melalui media dengar melalui siaran radio, apalagi bila dibungkus dalam program menarik seperti sandiwara radio ini.

Saya bisa pastikan, hampir setiap keluarga di wilayah pedesaan dan pegunungan memiliki radio sebagai media hiburan mereka. Karena radio terkesan lebih membumi dengan adanya siaran-siaran menggunakan Bahasa local mereka. Melalui siaran radio, warga masyarakat bisa menikmati serial sandiwara radio ini sambal bekerja atau istrahat sekalipun.

Maka dari itu, inisiatif sosialisasi melalui sandiwara radio ini patut diapresiasi karena kreatif, unik dan menarik. Plus minus kegiatan ini pasti ada karena pasti tidak ada yang sempurna, namun sebagai sebuah terobosan baru sudah sangat dan tepat. Apalagi bila dibarengi dengan kunjungan para actor-aktor pengisi suara sandiwara ini ke daerah-daerah tersebut maka diyakini akan sungguh luar biasa hasilnya.

Bravo BNPB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun