Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Mengantar Anak ke Sekolah: Sebuah Wujud Kepedulian yang Terabaikan tapi Luar Biasa Pengaruhnya

29 Juli 2016   09:11 Diperbarui: 29 Juli 2016   09:16 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu pagi, 23 Juli 2016, sesaat setelah adzan subuh berkumandang, anak-anakku, Brama (kelas 7) dan Bima (Kelas 4) sudah bangun dari tidurnya dan langsung menuju kamar mandi. Tidak biasanya mereka bersemangat bangun tidur dan mandi pagi. Maklum, hari itu adalah Hari Pertama Masuk Sekolah untuk mengikuti kegiatan “Welcome Day” di Sekolah Madania Telaga Kahuripan Bogor

Walau hari itu, bukanlah hari pertama masuk sekolah karena hari masuk sekolah sesungguhnya adalah tanggal 25 Juli 2016, namun esensi perdana sesungguhnya di tanggal 23 Juli 2016 tersebut. Mengapa demikian? Karena di hari “Welcome Day” tersebut seluruh stakeholder sekolah bisa bertemu, dari Direktur Sekolah, Kepala Sekolah, Guru, Wali murid, Murid, petugas administrasi, Office Boy (OB) hingga Satpam sekalipun.

Bagi saya pribadi, mengantar anak ke sekolah pada hari pertama masuk sekolah merupakan suatu keharusab alias kewajiban. Mengapa demikian? Karena saya merasa memiliki rasa tangggungjawab besar atas seluruh proses pendidikan anak-anak di sekolah. Saya berpandangan bahwa di usia anak-anak setingkat SD-SMP, mereka masih sangat membutuhkan pendampingan dari para orang tua. 

Mereka masih haus perhatian, kasih sayang dan kepedulian dari para orang tua. Maka dari itu, semenjak anak-anak masih duduk di Taman kanak-kanak (TK) hingga saat ini, sesibuk apapun, saya pasti sempatkan untuk mengantar anak-anak ke sekolah di awal hari perdana masuk sekolah demi memberikan kenyamanan dan kedamaian bagi mereka.

Maka dari itu begitu tercetus “Gerakan Mengantar Anak di hari Pertama Masuk Sekolah” yang dikampanyekan Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, yang diikuti dengan keluarnya Surat Edaran no 4 tahun 2016, berisi seruan kepada kepala daerah untuk memberikan dispensasi kepada seluruh jajaran di departemennya untuk datang terlambat masuk kerja pada hari ini dengan alasan mengantar anak di hari pertama masuk sekolah maka saya sangat mengapresiasi setinggi-tingginya dan patut memberikan support sebesar-besarnya.

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Mengapa demikian? karena tujuannya sungguh sangat tepat dan mulia yaitu agar orangtua dan guru bisa lebih intensif berkomunikasi, berkoordinasi dan saling memahami dalam melalui perkembangan pendidikan anak/siswa yang dititipkan orangtua di sekolah masing-masing. 

Namun saya cukup penasaran, apakah benar, anak-anak merasa senang dan bahagia bila diantar orang tuanya? Sepertinya pertanyaan ini “Wajib” dicari jawabannya. Maka dari itu, pagi itu, setelah usai makan pagi, saya pun sedikit ingin “ngerjain anak-anak” dengan sebuah pertanyaan? “Kaka Brama dan Bima, Nanti ayah nggk bisa ngantar ya…ada mobil jemputan yang akan ngantar ke sekolah”. Seketika itu pula si Bima menjawab: “Ya…kok gitu sih. Pokoknya Bimanggk mau ke sekolah kalo nggk diantar ayah”. Wajahnya pun langsung ciut dan menahan kecewa. Saya pun langsung menimpalinya dan bertanya mengapa harus ayah? Dia spontan menjawab: “Yaa…lebih enak dan nyaman di anterin ayahlah, apalagi pasti nanti ditanya sama ibu guru. Kalo ayah nggak nganterin pasti sedih dan malu lah aku”. Mendengar alasan di atas, saya pun menjawab kembali: “ya sudahlah kalo begitu. Ayah yang nganterin kalian ke sekolah deh”. Mereka pun langsung berteriak “horeeee… gitu dong yah”.

Bagi saya, sedikit cuplikan respon anak-anak di atas, dapat mengkonfirmasi betapa mereka (anak-anak saya dan kemungkinan mayoritas anak-anak lainnya) secara alamiah membutuhkan perhatian dan kepedulian para orang tua, tentunya dengan skala yang beragam.

Sesampainya di Sekolah, Brama dan Bima terlihat begitu senang dan gembira bisa bertemu dengan teman-teman lama (kelas sebelumnya) dan teman-teman baru (kelas saat ini). Maklum hampir 1 bulan setengah mereka libur sehingga rasa kangen muncul diantara mereka. Dari kejauhan teman-teman Brama berteriak “Bramaaaaa….kemana aja kamu!”. Sungguh suatu moment kebahagian tak terkira bagi anak-anak. Anak-anak pun akhirnya jadi tahu, masing-masing orang tua. “Oh ini ayahnya Brama ya, kata Maurice”. Suasana keakraban antar-anak dan para orang tua sangat cair dan membuat kita semua senang. Kita semua saling menyapa dan salam-salaman penuh keakraban.

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Selain suasana keakraban dengan anak-anak, silaturahmi juga terjalin baik dengan para orang tua (Parents) masing-masing siswa. Saya pun bisa bersilaturahmi dengan seluruh wali murid yang hadir kala itu. Banyak obrolan kami perihal anak masing-masing yang tak pernah diketahui sebelumnya. Termasuk kebiasaan-kebiasaan anak-anak yang kadang lucu dan membuat tawa, termasuk juga perihal cerita liburan lebaran kemaren. Keakraban antar Parents ini sungguh sangat baik untuk menghindari miskomunikasi bila nantinya terjadi persoalan diantara anak-anak kami ini seperti adanya bullyng, pertengkaran kecil di antara anak-anak, miskomunikasi dan lain sebagainya. Sebagai tindak lanjutnya, Kamipun sepakat membuat “Group Whattapp” diantara para Parents untuk memudahkan komunikasi.

Tak lupa, saya juga bertemu dengan para wali kelas dan guru-guru di sekolah sekaligus menanyakan perkembangan anak-anak selama di sekolah. Bagi saya, guru di Sekolah adalah orang tua ke-2 bagi anak-anak yang mengetahui detail seluruh proses perkembangan anak-anak di Sekolah. Maklum mereka menemani anak-anak sejak jam 07.15 hingga jam 15.00, yang berarti hampir sepanjang hari mereka di tengah pengawasan para guru di sekolah. Saat bertemu dengan para guru, saya sempatkan bertanya banyak hal tentang apa yang masih perlu diperbaiki dari anak-anak saya, baik terkait penguasaan materi pelajaran, perilaku, sikap dan lain sebagainya. Termasuk pula perihal pola pengenalan sekolah yang dulu dikenal dengan sebutan “perpeloncoan”, apakah masih ada atau tidak? Lantas apa materi apa saja yang disampaikan dalam sesi pengenalan sekolah? Dan banyak hal lain lagi yang bisa didiskusikan termasuk perihal pola jemputan anak-anak dan kelengkapan yang harus disiapkan oleh masing-masing anak dalam masa “orientasi pengenalan sekolah”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun