Judulnya gahar. Serem juga. Berawal dari kegelisahan saya, seorang pendidik yang miris melihat menjamurnya aplikasi goyang, hepi-hepi serta un-faedah lainnya. Generasi muda kita lebih semangat mengikuti tren yang demikian. Apalagi, ada yang cuman menonton video terus konon katanya di bayar. Semakin-semakin aja. Terlepas itu ponzi, money game atau apalah, yang jelas un-faedah. Banyak waktu terbuang sia-sia, nihil karya pula. Padahal, salah satu hal yang bakalan di hisab dan di hitung di akhirat, itu masa muda kita, kita gunakan untuk apa. Ngeri cuy
Ada juga generasi muda yang gak suka aplikasi goyang-goyang bin joged santuy, tapi berisiknya luar biasa. Taip hari, kerjaannya eksis di dunia maya dengan komentar. Ratusan, eh bahkan mungkin ribuan, WAG yang ia ikuti, di komentari semua. Hobinya jelas, ha ha hi hi saja. Garang di medsos, cupu di dunia nyata. Gak ada karya. Bikin nasgor aja gosong. Eh ketinggian, masak air aja baunya sangit. Dan, mereka betah berlama-lama mantengin timeline medsos. Lantang. Nyaring bunyinya. Tapi bak pepatah, air beriak tanda tak dalam.
Lalu gimana? Come on guys. Boleh aja kok gahar di medsos, ahlul komen WAG dan sebagainya. Tapi, jangan lupa berkarya. Bangsa ini tydack dibangun dalam 24 jam seperti kisah Roro Jonggrang. Bangsa ini dibangun dengan peluh ikhtiar perjuangan para pemudanya, yang saat itu tidak gemar rame aja di medsos (ya iyalah belum ada hape sob). Jadi mari kita lanjutkan perjuangan para pahlawan dengan narasi kesibukan yang berfaedah. Eh maap, kok jadi seperti narasi teks peringatan Hari Pahlawan ya.
Generasi muda itu padat karya. Kokoh tak tertandingi (bukan endorse semen ya). Kalo merasa bakal berkarir jadi politisi, ya mulai sekarang membangun jaringan. Belajar. Baca dan ikuti diskusi tentang politik. Agar kelak kalo dah besar (lah emang sekarang masih kecil apa ya), bisa jadi seorang publik figur yang handal, negarawan sejati, bukan main tikung kutu loncat sana sini. Bukan pragmatis. Berintegritas. Cerdas. Transformatif. Melayani (kayak slogan nih). Skill sederhananya, bisa bicara. Tapi bicara yang baik, biar gak kejaring UU ITE, belom apa-apa nanti dah masuk bui.
Kalo pengennya jadi akademisi, ya mulai sekarang hobilah nulis. Katanya mau jadi akademisi, tapi skripsi aja gak lulus-lulus. Nunggu 14 semester? lama amat. Keburu Pokemon kawin sama Digimon. Akademisi ya mulai sekarang kudu gemar nulis. Malu kan, kalo jadi Dosen gak punya Scopus ID, Researcher ID? Baru denger istilah itu? Gitu kok mau jadi akademisi bro. Sama, jadi Guru juga butuh karya. Nulis. Belajar aja dulu dari nulis opini di koran. Gak tembus? ya nulis di media online, macam Geotimes, Kumparan, Kompasiana juga boleh. Pokoknya harus ada karya. Titik. Gak pake nego.
Pengusaha? sama juga. Mulai bisnis sejak sekarang. Bisnis pulsa gak apa-apa. Walau kadang sering dihutangin, pas ditagih marah-marah. Rugi. Bangkit lagi. Gitu terus. Stok menyerahnya harus di buang jauh-jauh. Masa iya sekali bikin martabak gosong terus baper. Yaelah bro, cemen amat kayak kanebo (eh maaf ya kanebo). Pengusaha itu kuncinya kudu sabar. Dah banyak cerita sukses modal kesabaran ini. Masih kurang ceritanya soal kegagalan para pengusaha? Dah kuy-lah ngopi, tak ceritain.
Nah, singkat cerita, sefruit tips biar bisa teroosss berkarya, inget ini nih, orang sukses itu bakal terus maju, tidak akan berhenti berbuat baik dan berkarya hanya karena alasan, sementara orang gagal, akan banyak stok alasannya yang membuat dia dikit-dikit berhenti, lama-lama gak ada karya sama sekali. Please, stop mengeluh. Please, stop ha ha hi hi tidak produktif. Ayo tanya ke diri masing-masing, diri ini sudah menghasilkan karya apa untuk agama, bangsa dan negara. Jangan mati, sebelum menghasilkan karya, dan semoga karya kita abadi, menjadi amal jariyah untuk diri pribadi dan generasi penerus nanti. Mumpung masih muda, ayo berkarya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H