Di tengah wabah Covid-19, kita masih menyisakan kisah soal hajatan politik di tahun 2020 lalu. Tahun 2020 memang masih identik dengan tahun politik. Betapa tidak, tahun 2020 telah digelar 270 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.Â
Pantas disebut sebagai tahun politik karena banyak figur yang menjadi media darling dan menghiasi banyak pemberitaan, baik media cetak maupun elektronik.Â
Sebut saja ada nama Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, hanindhito Himawan hingga Siti Nur Azizah. Tiga Nama terdepan akhirnya ditetapkan sebagai pemenang di Pilkada daerah masing-masing.
Keempatnya merupakan putra putri istana. Secara konstitusional, tidak ada salahnya. Semua orang berhak untuk memilih dan dipilih dalam kontestasi pemilu selama tidak dilarang oleh norma hukum. Ketiganya cukup menjanjikan sebagai penerus estafet perjuangan kepemimpinan kita.Â
Alasannya cukup sederhana, mereka muda dan berdaya. Memiliki potensi dan mampu memberi warna di masing-masing daerahnya. Tentu, hal ini terlepas dari tarik ulur dan konstelasi dukungan partai politik di masing-masing wilayahnya.
Selain ketiga pemimpin milenial tersebut, Jawa Timur juga punya beberapa calon pemimpin muda yang cukup menjanjikan. Sebut saja Gamal Albinsaid, Arumi Bachsin, Moreno Soeprapto maupun Kresna Dewanata Prosakh. Nama-nama tersebut, setidaknya patut diperhitungkan dalam running Pilkada Jatim yang bakal digelar, entah jadinya 2022, 2023 atau bahkan di 2024 mendatang.
Sebagaimana kita tahu, Pilkada di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Selain melalui Undang-Undang, Pilkada juga diatur melalui Peraturan KPU atau biasa disebut PKPU.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada), disebutkan tentang persyaratan usia minimal Calon Kepala Daerah (Cakada). Pasal 7 ayat (2) huruf e dalam UU Pilkada menyebutkan bahwa syarat usia minimum untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah 30 (tiga puluh) tahun. Sementara untuk Calon Bupati/Walikota dan wakilnya, berusia minimum 25 (dua puluh lima) tahun. Ketentuan tersebut bersifat final dan dikuatkan pula melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-XVII/2019.
Sebagaimana diberitakan oleh media, Mahkamah Konstitusi (MK) mendapatkan permohonan untuk menguji konstitusionalitas ketentuan tentang batas usia minimal Cakada. Permohonan diajukan oleh politisi PSI, Tsamara Amany dan Faldo Maldini akhir tahun 2019 lalu.Â
Pemohon meminta agar batas usia minimum Cagub/Cawagub diturunkan menjadi 25 (dua puluh lima) tahun. Sedangkan Cabup/Cawali dan wakilnya diturunkan menjadi 21 (dua puluh satu) tahun. Para pemohon berdalih bahwa Pilkada merupakan sebuah proses demokrasi yang seharusnya tidak perlu diberikan batasan terlalu ketat untuk soal usia.
Menurut MK, sebagaimana dibacakan oleh Hakim MK I Dewa Gde Palguna, dalih pemohon tidak beralasan menurut hukum. Putusan MK ini sejatinya kembali menegaskan tentang sikap MK atas masalah usia Cakada dalam Putusan Nomor 15/PUU-V/2007 pada tahun 2007 lalu. Dengan demikian, maka norma hukum yang berlaku masih sama. Cagub/Cawagub minimal 30 (tiga puluh) tahun, sedangkan Cabup/Cawali dan wakilnya berusia minimal 25 (dua puluh lima) tahun.