Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan. Begitulah kata mutiara yang disampaikan oleh Ibnu Sina. Dunia barat mengenalnya dengan nama Avicena. Pakar kedokteran modern yang tumbuh dan besar di Timur Tengah. Dan melihat kondisi dunia saat ini, sepertinya kata mutiara dari Ibnu Sina tersebut patut untuk kita renungkan bersama.
      Corona Virus Disease atau biasa disebut Covid-19 memang telah menjangkiti ratusan ribu orang di seluruh penjuru dunia. Puluhan ribu diantaranya dinyatakan sembuh. Sementara ribuan lainnya meninggal. Karenanya, World Health Organization atau WHO memberikan status Pandemik Global pada Covid-19. Artinya, virus tersebut menyebar hampir ke seluruh dunia. Namun, bukan berarti Covid-19 tidak bisa disembuhkan. Banyak orang yang telah sembuh dari Covid-19, di saat para ilmuwan sedang berndong-bondong untuk mencari obat baik berupa antivirus atau vaksin.
      Sembari menunggu para ilmuwan menemukan obat yang tepat, ada hal yang bisa kita upayakan bersama. Upaya tersebut kita ambil dari kata mutiara Ibnu Sina sebagaimana tersebut di awal. Pertama, kita tak perlu panik. Ini penting. Pemerintah, cukup bijak dengan mengambil sikap untuk tidak melakukan lockdown atas beberapa wilayah yang terdampak Covid-19. Ini Indonesia, bukan Italia atau China. Kedua negara yang melakukan lockdown tersebut nampaknya cukup berhasil karena masyarakatnya well educated. Tapi jika kebijakan lockdown diterapkan di Indonesia, bisa jadi akan terjadi kepanikan yang luar biasa. Panic buying, berakibat stok pangan menipis. Bahkan bisa berakhir dengan konflik asimetris di tengah masyarakat. Chaos. Belum lagi kepanikan pada aspek yang lain.
      Belum di lockdown saja, psikologis masyarakat sudah cukup terganggu dengan banyaknya pemberitaan media mengenai kengerian Covid-19. Media sejatinya benar, memberitakan informasi. Namun, tayangan berulang-ulang, terlebih setaip sore ada siaran resmi pemerintah yang mengabarkan update jumlah masyarakat terpapar Covid-19, membuat psikologis semakin tertekan. Stress berlebihan berdampak pada penurunan imunitas. Imun yang menurun menyebabkan daya tahan tubuh melemah. Saat daya tahan tubuh melemah, maka Covid-19 justru semakin mudah masuk dan menjangkiti tubuh manusia. Sehingga, disadari atau tidak, berita kengerian tentang Covid-19 justru memicu penyebaran penyakit tersebut.
      Disini, penting untuk menyadarkan awak media untuk membuat framing pemberitaan yang berimbang. Artinya, media juga harus gencar memberikan berita dan testimoni dari mereka yang berhasil sembuh dari Covid-19. Dengan begitu, masyarakat akan ter-edukasi oleh kisah nyata perjuangan untuk menemukan kesembuhan. Pun, bisa saja ditemukan kisah non-medis yang membawa pada kesembuhan, misal karena semangat, dorongan dari keluarga maupun motivasi dari luar. Faktanya, media baru mengupas kisah kesembuhan pasien 01, 02 dan 03 di awal tahun 2020 waktu itu saja. Kisah kesembuhan yang lain tak terlalu menarik untuk diceritakan. Jika media tak sanggup dan menganggap hal tersebut kurang menarik sebagai bahan berita, mungkin para influencer bisa menjadi garda terdepan penabar berita baik untuk masyarakat. Berita baik dari para pasien yang sembuh, tentu bisa mencegah munculnya kepanikan berlebih di tengah masyarakat.
      Kedua. ketenangan bisa menjadi obat penawar. Bagaimana cara membuat hati kita menjadi tenang di saat terjadi banjir informasi mengenai Covid-19? Mudah sebenarnya. Dengan cara saling menguatkan satu sama lain. Cara inilah yang dilakukan warga Wuhan saat awal-awal mereka menjalani kebijakan lockdown. Mereka berteriak "Wuhan, Jiayou" dari balik kamar-kamar mereka. Artinya kurang lebih Wuhan bersemangatlah. Potongan video aksi saling menguatkan warga Wuhan tersebut telah viral di beberapa platform media sosial. Kita mungkin tidak perlu berteriak-teriak "Semangat, Indonesia", tapi kita perlu menguatkan orang-orang terdekat di sekitar kita melalui pesan singkat. Ajak orang-orang terdekat di sekitar kita untuk bercerita. Biarkan mereka menceritakan keluh kesah mereka. Apapun. Sebab kadang, banyak masalah yang bisa selesai hanya dengan diceritakan. Tugas kita tentu mendengarkan
      Jika kita terhalang jarak, maka kita bisa berkirim pesan semangat melalui platform pengirim pesan. Sejauh ini, baru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mengirmkan pesan melalui sms blast kepada masyarakat. Isinya beragam, mulai dari himbauan untuk #dirumahaja sampai tips trik meningkatkan imun. Sayangnya, tidak semua dapat sms dari BNPB. Maka, tugas kita membantu BNPB untuk mengirmkan pesan semangat kepada orang-orang terdekat kita. Bisa jadi, melalui pesan semangat yang kita kirimkan tersebut, mereka menjadi tenang, tidak stress. Inilah momen untuk jaga persatuan, memaknai lebih mendalam sila ketiga Pancasila. Tidak ada lagi cebong dan kampret, namun kita semua sama, bergandengan tangan, menumbuhkan ketenangan dalam diri orang-orang di sekitar kita. Bangkit bersama melawan Covid-19.
      Kemudian ketiga, bersabar. Tuhan telah memerintahkan manusia untuk bersyukur jika mendapatkan nikmat dan bersabar saat mendapatkan ujian. Inilah saatnya kita mengamalkan dengan sungguh-sungguh amanah Tuhan. Kita harus banyak bersabar. Sabar merupakan permulaan kesembuhan. Kabar baiknya, seluruh pasien positif Covid-19 di Kota Malang dinyatakan sembuh. Itulah buah kesabaran. Seandianya mereka menggerutu dan tidak sabar, mungkin lain cerita akhirnya. Dalam kondisi ini kita juga harus bersabar menunggu para ilmuwan menemukan obat terbaik untuk Covid-19. Termasuk bersabar untuk taat pada seruan terkait social/physical distancing, PSBB, PPKM Mikro dan tetap berada di rumah. Banyak yang tidak sabar dan melanggar aturan tersebut. dampaknya jelas, Covid-19 menemukan inang baru untuk bersarang.
      Kita percayakan pada pemerintah dan petugas medis yang sedang berjuang. Kita taati saja apa hal-hal baik yang mereka rekomendasikan. Termasuk bersabar pada kondisi kelesuan ekonomi saat ini. Terutama bagi yang bekerja di sektor jasa dan pariwisata. Lesu. Pasar sepi. Rupiah tertekan. Para trader dan pialang saham berguguran karena setaip hari disuguhi boncos dan bukan cuan. Namun kita semua harus tetap bisa bersabar. Kita harus yakin bahwa Covid-19 ini akan segera berlalu. Pun kita harus yakini, bersama kesulitan ada kemudahan. Tuhan sedang menyiapkan hadiah bagi orang-orang yang sabar. Semoga, dengan ketenangan dan kesabaran kita semua, bangsa ini bisa kembali bangkit dan pulih pasca berlalunya Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H