Keributan politik , masih belum akan selesai, pemilihan ketua komisi atau sub komisi yang diusulkan juga diadakan, pasti juga akan membuat riuh rendah suara suara di sosmed. Saling membully, saling menyindir , saling menuding sesame teman. Mbok yo sudah, sesama teman sosmed, tak usahlah menjadikan politik justru sebagai ajang pecah belah, bahkan menjadikan status untuk saling sindir menyindir sesama kawan, kenapa tak ngomong langsung saja, tatap tatapan muka, one by one, diskusiwalau itu hanya lewat inbox, bukankah itu lebih menghormati martabat diri sendiri, daripada hanya nyindir tak berani menunjuk langsung, bukankah itu yang namanya tak patriotik. Lalu ketika teman yang bersebrangan tetep keukeh ya sudah , tak lantas membuat kita jadi selesai pertemanan, bukankah itu legowo. Njih sampun , kalau kata almarhum Gus Dur, lha gitu saja repot
Kalaupun masalah menyindir masing masing yang di dukung, itu masih biasa, Jadi ya santai saja to? Toh dari dulu kita semua juga suka sebar sebar di sosmed mengenai kecurangan ataupun tuduhan indikasi kecurangan baik itu pejabat , orang parpol atau parpol, karena mereka public figur yang memang kita sebagai rakyar lah yang harus mengawalnya juga, bukan hanya mereka di lembaga yang mengawalnya, karena rakyat itu parlemen jalanan … jadi ya wajar kalau banyak mengkritisi perilaku para pejabat yang dianggap menyimpang, ketika dulu menurunkan Soeharto tak lantas kita mengecap mahasiswa yang menguasai gedung DPR saat itu sebagai tirani parlemen kan? Lha namanya juga parlemen, ya memang begitu tugasnya, banyak omong banyak mengritisi , kalau ndak begitu ya bahaya, kayak jaman dulu… eksekutif bisa kebablasan tanpa kontrol .. Atau nanti jangan jangan muncul sebutan Tirani KIH di eksekutif, karena semua jabatan menteri adalah para pengusung koalisi pengusung Jokowi JK… tetapi kan tidak begitu , tetapi keributan di parlemen tak lantas kita menyindir teman kita sendiri…. yang malah menghancurkan pertemanan, seperti waktu kita kecil dulu… hi hi hi, jadi ingat waktu kecil saya dulu, kalau lagi ndak suka sama temen maka plengos plengosan (bahasa jawanya) atau nyindir nyindir dengan kata kata nyinyir. Berlagak paling bener sendiri… atau malah ada yang membuang muka… ha ha ha ha…. Dan tentunya sebagai orang dewasa yang sudah berumur, kita tak melakukannya lagi.
Bukankah berbeda itu biasa, bukankah pluralisme justru mengajarkan demikian, walau saya sendiri tak sepakat dengan beberapa butir yang dikandung dalam pluralisme. Ketika berbeda pendapat atau berbeda pilihan, tak lantas membuat diri paling benar, sedang di luar sana yang berbeda pilihan dengan kita salah, patut dicaci dan dimaki, atau patut di bully. Ketika berbeda pilihan, tak lantas membuat diri sombong… sek bener kie aku… kabeh salah kabeh, bodo kabeh, ndak pakai mikir milihnya…. setelah itu ribut di sosmed…. Hi hi hi, saya, bapak saya, kakak saya, ibu saya berbeda pilihan di pemilu kemarin…. Kalau di depan televise nonton berita, isinya ya ketawa ketawa…. Walau bapak pendukung berat pilihannya, mengomentari banyak hal tentang lawan yang didukungnya… kalau saya, ya sudah biarkan saja, mosok gara gara pilihan presiden bapak dan anak jadi rusuh.
Jikapun diliat kemarin, KMP dan KIH sama saja kok, bukankah kemarin masing masing memperjuangkan kelompoknya , KIH memperjuangkan Jokowi JK sebagai presidennya, KMP memperjuangkan Prabowo dan Hatta sebagai presidennya, begitu ternyata yang menang jokowi Jk, ya sudah. Kalaupun selanjutnya KMP memperjuangkan ada kecurangan dan dibawa ke ranah hukum, ya itu haknya dan diatur secara konstitusi, ya hormati saja. ndak usah menghina dina, toh pas Teten sama Rieke kalah, mereka juga ke MK, ataupun ketika khofifah merasa dipecundangi oleh Soekarwo dan Gus Ipul, dan berita santernya katanya memang yang menang katanya harusnya khofifah… lha berarti memang kecurangan di pemilu bisa jadi ada,  jadi santai saja bro… ini politik, berbeda itu sudah biasa… asal semua sesuai hokum yang berlaku
Ketika pun kemarin ada rebutan pimpinan DPR dan MPR, lha yo biasa lagi, namanya juga politik, wajar kalau KMP memperjuangkan dan mengusung koleganya , Lima fraksi KMP di DPR yakni: Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS sepakat mengajukan Zulkifli Hasan sebagai calon Ketua MPR, Mahyudin sebagai Wakil Ketua MPR, E.E. Mangindaan sebagai Wakil Ketua MPR, dan Hidayat Nurwahid sebagai Wakil Ketua MPR, sementara dari unsur DPD, KMP sepakat mengajukan Oesman Sapta Odang sebagai Wakil Ketua MPR
Sedangkan diliat juga KIH juga memperjuangkan dan mengusung koleganya juga , KIH yang terdiri dari fraksi PDIP, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi Nasdem sepakat mengajukan Oesman Sapta Odang (DPD) sebagai Calon Ketua MPR, Achmad Basarah (PDIP) sebagai Wakil Ketua MPR, Imam Narowi sebagai Wakil Ketua MPR (PKB), Rio Patrice Capella sebagai Wakil Ketua MPR (Nasdem), dan Hasrul Azwar sebagai Wakil Ketua MPR (PPP). ,
Coba mana? Adakah KMP ataupun KIH mengajukan calon lintas koalisi? tak ada satupun yang masing masing mengusung lintas koalisi, masing masing mengajukan anggota koalisinya ditambah DPD ; KMP dan KIH masing masing mengusung anggota koalisinya, ketika pun PPP nyeberang ke KIH, karena mendapat tawaran wakil, jadi ada harga kursi yang harus dibayar KIH untuk datangnya PPP ke KIH, ndak gratis atau apa nama kerennya memperjuangkan ideology? Politik bro… yang ada kepentingan , jadi ya jangan juga nyalahin PPP yang kaya oportunis, lha KIH sendiri juga memberikan peluang dengan nawarin kursi, kalau kita bicara suap.. kan tak lantas mencaci yang disuap saja.. tetapi yang ngasih suap juga harusnya dibully juga kan, hi hi hi, tapi tak lantas kemarin menyamakan dengan suap ya. Salutnya itu sama Obama dan Hilary , walau saya juga banyak ndak suka sama Obama, tetapi Obama saya anggap keren ketika bisa merangkul Hilary menjadi salah satu Menterinya , untuk mengurangi gesekan nantinya di parlemen. Dan Hilary juga keren mau menerima pinangan Obama, jadi menteri Obama. tetap datang kalau diundang. Ini namanya kepiawaian komunikasi politik Obama, sama ketika SBY dan koalisinya mendudukan Alm Taufik Kiemas sebagai ketua MPR.
Namanya politik wajar ketika yang duduk disana adalah koalisi dan memang akan terjadi bagi bagi kursi untuk mereka yang masuk koalisi, dan bukan Tirani, kalau dibilang di MPR dan DPR Tirani parlemen, lha nanti gentian KMP juga bisa bilang di eksekutif juga Tirani isinya koalisi saja, kalaupun nanti PPP atau partai anggota KMP ada yang nyeberang ke KIH, lha coba nanti kita liat adakah kadernya yang duduk jadi menteri. Jadi menjadi aneh ketika diawal dikatakan bahwa Prabowo bagi bagi kursi sedang di Jokowi adanya profesional partai… ah sama saja, cuman beda bahasa, toh kemarin jokowi juga mengatakan yang dicuplik detik,, kalaupun PPP gabung ke KIH ya akan ada jatah menteri…. ini bukan bagi bagi kursi, tetapi memang begitulah dunia politik, selalu ada kamu bisa dapat apa kalau kamu bisa kasih apa. Yang penting tidak melanggar hukum pembagian kursi itu atau pembagian proyek juga tidak melanggar hukum. Yang menjadi aneh itu ketika media menjadi tidak netral dalam pemberitaan, kalau memberitakan yang kelompok yang bukan didukung, kesannya salah semua, anggle berita nya pun provokatif , menyudutkan yang tidak didukung. Atau membuat opini, public hearing seorang olah pihak yang tidak didukungnya akan melakukan makar ….. waduuuuhhhh… lha nanti kalau legislatifnya diam saja, lha ya mosok kembali lagi seperti dulu, asal bapak senang, lalu apa fungsi legislative bagi eksekutif? Bukankah legislative dan eksekutif mitra sejajar yang mana legislatif mengawal eksekutif , kalau nanti legislatifnya atau eksekutifnya ngawur ya tinggal kita protes… lha ini belum ngawur sudah diarahkan kayaknya mau ngawur atau malah diarahkan kayak sudah ngawur legislative atau eksekutifnya….. lha ini kan medianya yang ngawur, ndak obyektif, melaporkan sesuatu pakai opini sendiri, menggiring pemikiran rakyat kearah pemikiran redakturnya bukan kearah kejadian apa yang sebenarnya terjadi. Blaik kalau semua media begitu
Tapi kan pilihan ketua DPR, KIH tidak mengajukan calon …. ah itu kan karena KIH dah jelas tahu perhitungan di DPR dia ndak bakalan menang, makanya KIH ramai ramai WO, berbeda di MPR yang masih ada kesempatan menang. …. WO ? biasa juga kalau dalam demokrasi, karena memang itu diperbolehkan, walaupun kesanya tidak gentle . Tapi ya ndak papa wong itu diperbolehkan. Dulu pun PDIP suka WO waktu sidang, yo biasa saja, kan parlemen. Ada hak fraksi untuk WO. Itu juga strategi politik. Ada yang mengatakan KIH seperti anak kecil mengulur ngulur waktu sidang, membuat rusuh sidang, berbuat tidak sopan pada pimpinan… ah itu juga biasa, bukankah begitu tehnik sidang.. kita harus bisa memainkan diplomasi, mengambil waktu sebagai keuntungan, dan harus bisa memainkan ritme suara untuk menekan lawan. Lha kalau ndak begitu ya bukan sidang namanya, namanya nangkring bareng…. J
Ini kan politik, yo santai saja… yang ada di dalamnya itu kepentingan, kalaupun dulu relawan KIH marah karena belum kerja saja Jokowi JK dah dituduh ndak bisa kerja mau ini mau itu dan mengatakan itu fitnah, belum bekerja kok dah disudutkan….maka juga wajar kalau relawan KMP juga tidak terima ketika dibilang mau menguasai DPR dan MPR untuk mengulingkan dan merongrong pemerintah Jokowi Jk.. dan sekarang disematkan Tirani Dewan, kenapa ndak ngomong Tirani Dewan waktu MPR melengserkan Soeharto dan Gus Dur? lha memang sudah kejadian legislatif mengadakan pemakzulan terhadap Jokowi? sama saja kan, ketika KIH mengatakan.. memang sudah kejadian.. kok Jokowi Jk disudutkan demikian rupa, begitupun KMP, lha memang sudah kejadian.. kok pada ramai ramai membully KMP ketika menguasai DPR dan MPR. Di negara amerika yang mengaku paling demokrasi.. ada pihak Demokrat dan pihak Republik, biasa saja ketika masing masing saling menyerang, ataupun saling mengkritik…. Lha kan politik. Yang ada memperjuangkan kepentingan yang menurut kelompok mereka itu yang benar .
Isu isu yang sebelumnya digelontorkan masing masing pendukung , yo wajar juga, namanya juga politik, kalau ndak bener, ya tinggal dilaporkan saja ke polisi. Prabowo dan pendukung dibilang menjual agama , lha istrinya Jokowi pas waktu pemilihan juga pakai kerudung padahal biasanya tidak, dan itu hak nya dia. Kalaupun ternyata sekarang hijabnya kembali dilepas ya itu pilihan dia, ndak usahlah dicaci menjual agama dan sebagainya, lha orang pakai kerudung kok dianggap menjual agama, missal saudara kita ke pasar pakai kerudung padahal sehari hari tidak, apa iya dia menjual agamanya agar para pedagang ngasih harga murah ke saudara kita? kita doakan saja, semoga nanti suatu saat Bu Jokowi istiqomah dengan hijabnya. Jokowi dibilang antek amerika, lha dikubu prabowo banyak juga kok yang berbisnis dengan amerika. Prabowo dibilang melanggar HAM berat terlibat penculikan dan pembunuhan, lha jokowi mengangkat hendropriyono yang juga terindikasi kasus talangsari . Imbang to masing masing kalau melihatnya secara kacamata jernih. Kalaupun ada yang membully Jokowi Jk dan partai koalisinya dari para pendukung KMP, di kubu pendukung KIH juga ada yang membully Prabowo dan koalisinya, Menjadikan meme meme berita nama nama yang sama seperti Prabowo, Amin Rais sebagai orang pelanggar hukum, padahal nyatanya yang dimaksudkan adalah orang lain. Lalu mengapa masing masing marah, kalau yang didukung dibully, toh juga melakukan hal yang sama. Dulu pun banyak meme meme tentang foto foto Jokowi dan Megawati, ataupun meme foto foto tentang Prabowo dan kuda serta kerisnya. Tetapi yang saya khawatirkan adalah ketika para pembuly ini memiliki anak atau ponakan, maka janganlah menyalahkan orang lain ketika anaknya juga membully teman teman yang dianggap berseberangan dengan mereka, atau ketika terjadi tawuran anak anak pelajar, telunjuk kita mengarah murka ke para pembuat kerusuhan pelajar ini, padahal jari jari kita melalui media sosial melakukan apa yang dilakukan para pelajar tadi, bedanya mereka pakai fisik, kita pakai dunia maya.