Mohon tunggu...
SHOHIBUL ULUM
SHOHIBUL ULUM Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Newbie

Tentang Politik Luar Negeri dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Padi di Masa Pandemi

10 November 2022   08:45 Diperbarui: 10 November 2022   09:03 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Tematik Luas Panen Padi di Pulau Jawa tahun 2020 (dokpri)

Benarkah padi berasal dari Pulau Jawa?

Nasi sangat identik dengan penduduk Indonesia. Bahkan sudah menjadi kewajaran bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa belum bisa dikatakan sarapan apabila belum makan nasi. Persepsi tentang nasi sebagai bahan makanan utama tidak dibangun baru-baru ini saja. Karena nenek moyang kita telah bercocok tanam padi selama ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Berbagai catatan sejarah, telah menyebutkan bahwa kegiatan menanam padi sudah dilakukan sebelum pengaruh Hindu-Budha dari India datang dari India. Secara ras atau suku bangsa, mayoritas rakyat Indonesia yang ada sekarang berasal dari nenek moyang yang sama yaitu bangsa Austronesia.

Tidak banyak masyarakat awam mengetahui bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah Austronesia. Perjalanan orang-orang Austronesia dimulai dari wilayah lembah Sungai Kuning di Cina Selatan. Bangsa Austronesia terpaksa pindah dari lembah Sungai Kuning menuju Pulau Hainan dan Pulau Taiwan karena terdesak oleh bangsa lain dari Asia Barat (Kasnowihardjo, 2020). Migrasi bangsa Austronesia tidak hanya berhenti di Pulau Taiwan, tetapi berlanjut hingga ke pulau-pulau lain di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Migrasi yang dilakukan bangsa Austronesia tidak hanya sekadar berpindah tempat, tetapi juga memindahkan budaya, kepercayaan, dan bahasa. Oleh karena itu, hingga zaman modern seperti sekarang ini masih bisa ditemukan beberapa kesamaan antar bangsa-bangsa Austronesia khususnya bahasa. Padi yang telah banyak ditanam Jawa berasal dari imigran bangsa Austronesia hingga ke daerah samudera Pasifik (Sugita et al., 2021).
Kepercayaan yang dianut oleh bangsa Austronesia adalah mempercayai roh dan jiwa yang bernyawa, bahkan ada kepercayaan terhadap tanaman padi yang memiliki “roh” (Baldick, 2013). Ketika budaya dan agama dari India telah mempengaruhi kehidupan bangsa-bangsa Austronesia di Pulau Jawa, maka kepercayaan yang semula berakar pada animisme dan dinamisme berubah menjadi politheisme atau mengenal dewa-dewi. Namun demikian, tidak sepenuhnya dewa-dewi yang berasal dari pengaruh India diserap oleh masyarakat Austronesia khususnya di Pulau Jawa. Misalnya saja, dewi Sri atau istri dari Dewa Wisnu. Oleh masyarakat Austronesia di Pulau Jawa dipuja sebagai dewi padi. Hal ini membuat penggambaran Dewi Sri yang ada di Indonesia berbeda dari Dewi Sri versi India. Arca Dewi Sri yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri khas memegang setangkai padi di tangannya (Nastiti, 2020). Fakta ini menujukkan bahwa bangsa Austronesia tetap mempercayai adanya roh yang ada benda-benda hidup atau mati dan sekitarnya, tidak terkecuali padi sebagai sumber pangan utama waktu itu.
Berdasarkan penjelasan yang dikutip dari sumber-sumber ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman padi tidak berasal dari Pulau Jawa. Daerah asal tanaman padi kemungkinan berada di Cina Selatan bersamaan dengan daerah asal bangsa Austronesia. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa padi berasal dari India atau Indochina seperti yang diungkapkan oleh Shadily (1984) dalam (Nastiti, 2020).
Seiring berjalannya zaman, tanaman padi telah banyak mempengaruhi baik dari segi sosial dan budaya penduduk di tanah Jawa. Bahkan hingga zaman modern seperti sekarang ini, padi yang merupakan sumber pangan terbesar di Pulau Jawa. Kondisi ini yang mengakibatkan mengapa banyak masyarakat dari seluruh Indonesia pergi mencari ‘nafkah’ di Pulau Jawa. Tetapi, apakah tanaman padi yang memiliki pengaruh besar itu bisa tetap bertahan di tengah gempuran COVID-19 dua tahun yang lalu?
Berbekal data yang saya peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari enam propinsi yang ada di Pulau Jawa, saya berhasil membuat peta tematik sederhana yang menggambarkan kondisi padi selama pandemi COVID-19 antara tahun 2020 dan 2021. Saya menggunakan alat bantu Rstudio untuk membuat peta tematik yang enak dilihat tetapi tidak menghilangkan unsur statistik yang ada di dalamnya. Perhatikan gambar peta tematik yang memperlihatkan luas panen padi dalam hektar di Pulau Jawa  pada tahun 2020 berikut ini.

Tidak banyak masyarakat awam mengetahui bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah Austronesia. Perjalanan orang-orang Austronesia dimulai dari wilayah lembah Sungai Kuning di Cina Selatan. Bangsa Austronesia terpaksa pindah dari lembah Sungai Kuning menuju Pulau Hainan dan Pulau Taiwan karena terdesak oleh bangsa lain dari Asia Barat (Kasnowihardjo, 2020). Migrasi bangsa Austronesia tidak hanya berhenti di Pulau Taiwan, tetapi berlanjut hingga ke pulau-pulau lain di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Migrasi yang dilakukan bangsa Austronesia tidak hanya sekadar berpindah tempat, tetapi juga memindahkan budaya, kepercayaan, dan bahasa. Oleh karena itu, hingga zaman modern seperti sekarang ini masih bisa ditemukan beberapa kesamaan antar bangsa-bangsa Austronesia khususnya bahasa. Padi yang telah banyak ditanam Jawa berasal dari imigran bangsa Austronesia hingga ke daerah samudera Pasifik (Sugita et al., 2021).

Kepercayaan yang dianut oleh bangsa Austronesia adalah mempercayai roh dan jiwa yang bernyawa, bahkan ada kepercayaan terhadap tanaman padi yang memiliki “roh” (Baldick, 2013). Ketika budaya dan agama dari India telah mempengaruhi kehidupan bangsa-bangsa Austronesia di Pulau Jawa, maka kepercayaan yang semula berakar pada animisme dan dinamisme berubah menjadi politheisme atau mengenal dewa-dewi. Namun demikian, tidak sepenuhnya dewa-dewi yang berasal dari pengaruh India diserap oleh masyarakat Austronesia khususnya di Pulau Jawa. Misalnya saja, dewi Sri atau istri dari Dewa Wisnu. Oleh masyarakat Austronesia di Pulau Jawa dipuja sebagai dewi padi. 

Hal ini membuat penggambaran Dewi Sri yang ada di Indonesia berbeda dari Dewi Sri versi India. Arca Dewi Sri yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri khas memegang setangkai padi di tangannya (Nastiti, 2020). Fakta ini menujukkan bahwa bangsa Austronesia tetap mempercayai adanya roh yang ada benda-benda hidup atau mati dan sekitarnya, tidak terkecuali padi sebagai sumber pangan utama waktu itu.

Berdasarkan penjelasan yang dikutip dari sumber-sumber ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman padi tidak berasal dari Pulau Jawa. Daerah asal tanaman padi kemungkinan berada di Cina Selatan bersamaan dengan daerah asal bangsa Austronesia. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa padi berasal dari India atau Indochina seperti yang diungkapkan oleh Shadily (1984) dalam (Nastiti, 2020).

Seiring berjalannya zaman, tanaman padi telah banyak mempengaruhi baik dari segi sosial dan budaya penduduk di tanah Jawa. Bahkan hingga zaman modern seperti sekarang ini, padi yang merupakan sumber pangan terbesar di Pulau Jawa. Kondisi ini yang mengakibatkan mengapa banyak masyarakat dari seluruh Indonesia pergi mencari ‘nafkah’ di Pulau Jawa. Tetapi, apakah tanaman padi yang memiliki pengaruh besar itu bisa tetap bertahan di tengah gempuran COVID-19 dua tahun yang lalu?

Berbekal data yang saya peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari enam propinsi yang ada di Pulau Jawa, saya berhasil membuat peta tematik sederhana yang menggambarkan kondisi padi selama pandemi COVID-19 antara tahun 2020 dan 2021. Saya menggunakan alat bantu Rstudio untuk membuat peta tematik yang enak dilihat tetapi tidak menghilangkan unsur statistik yang ada di dalamnya. Perhatikan gambar peta tematik yang memperlihatkan luas panen padi dalam hektar di Pulau Jawa  pada tahun 2020 berikut ini.
(luas panen padi tahun 2020)

Terlihat bahwa wilyah dengan luas panen padi yang sangat luas berada di barat Pulau Jawa yaitu daerah Banten, sekitar Sukabumi-Cianjur-Garut, pantai utara Jawa (Pantura) seperti Karawang, Indramayu, Brebes, Denak, Tuban, dan Lamongan. Wilayah-wilayah yang telah disebutkan memiliki potensi untuk menghasilkan produksi padi yang tinggi. Selain itu, ada beberapa wilayah yang juga cukup terkenal seperti Cianjur dan Karawang. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang selama ini kurang dikenal sebagai penghasil padi, tetapi memiliki potensi yang cukup tinggi seperti daerah Cilacap, Tegal, Blora, Magetan, Bojonegoro, bahkan Jember dan Banyuwangi.

Jika kita bandingkan luas panen padi tahun 2021 seperti gambar berikut ini, sekilas terlihat bahwa kondisi luas panen tidak begitu banyak berubah. Wilayah-wilayah dengan potensi luas panen terbesar masih relatif sama dengan luas panen di tahun 2020. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa, potensi untuk memperoleh produksi padi yang cukup tinggi di tahun 2021 (masa pandemi) masih terbuka lebar. Petani hanya berusaha untuk memanfaatkan potensi luas lahan secara maksimal. Namun demikian, kondisi di tahun 2020-2021 merupakan kondisi yang khusus. Karena COVID-19 hampir melumpuhkan segala aktivitas terutama aktivitas perdangangan di kota-kota besar. Berkaca dari kondisi COVID-19, diduga suplai beras sedikit terganggu. Kuantitas beras tentu sangat bergantung pada produksi yang dihasilkan oleh wilayah penghasil beras di Pulau Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun