Infak, Sadakah-Sembako: Altruisme al-Ghazali
Oleh Shofwan Karim
Tulisan ini terinspirasi oleh Pidato Pengukuhan Guru Besar Pemikiran Islam UIN IB Padang, 2 Juni 2021. Judulnya, "Altruisme dalam Literasi Intelektual, Spiritual, Sosial Imam Al-Ghazali"
Pada dasarnya pidato itu untuk kalangan akademik. Oleh karena itu agaknya perlu mensyiarkannya untuk umum. Sehingga bermanfaat menjadi pemikiran dan pemahaman massa dan umat.
Mengutip beberapa literatur Prof Taufiq, memaparkan  konsepsi altruism  pandangan al-Ghazali.
Lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i Ia adalah seorang filsuf dan teolog, 1058-1111. Sering disebut Imam Al-Ghazali yang menulis di antaranya Ihya Ulumuddin ( menghidupkan Ilmu-ilmu agama).
Konsep dasar altrusitik adalah perilaku (akhlak) mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Banyak pemahaman literatur yang menyandarkan konsep filantrofi (kedermawanan) dan charity (kepemurahan) berbagai pemeluk agama dunia. Dan dalam hal ini Prof Taufiq mengalamatkannya kepada prilaku yang beragama Islam.
Paham altruistik (altruisme) ini melebihi konsepsi kedermawanan. Maksudnya, bila seseorang memberikan kelebihan rezekinya maka itu baru tingkat kedermawanan biasa.
Adalah lumrah  kalau seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain, bila  dia sendiri lebih berada, kaya, dan sudah punya. Apa yang diberikannya tidak meninggalkan sedikit pun kekurangan pada dirinya. Tentu saja  aksi kedermawan itu memdapat pahala dari Allah swt.
Sementara Altruisme, adalah perilaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Apa lagi kepada yang sangat memerlukannya. Meskipun sang pemberi juga sangat membutuhkannya. Artinya pemberi mau berbagi mekipun dirinya sendiri  belum mencukupi.
Kira-kira Prof Taufiq ingin menjelaskan  QS,Ali Imran, 3: 133-134:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."Â