Imam Al-Ghazali, Antoni Tsaputra Inspirasi Ramadan dan Inklusi Sosial
Oleh Shofwan Karim
Beberapa hari sebelum Ramadhan  ada Musrenbang RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah) Tahun 2023 . Sebagai Ketua Muhammadiyah Sumbar, Penulis diundang dan hadir.  Musrenbang  kali ini terasa nuansa berbeda.
Selain pidato dan sambutan Gubernur, Ketua DPRD dan Bappenas, ada sesi rencana aksi penyandang disabilitas. Nara Sumber yang spesial untuk  ini  adalah  Antoni Tsaputra, S.S, MA, Ph.D. Ia  seorang Doktor dengan disabilitas fisik berat.
Alumni salah satu universitas terkenal di Australia dan kini menjadi Dosen di salah satu PTN di Padang ini memaparkan dengan amat mengena. Â Dari kursi roda, ia menyentuh nalar, rasio dan kalbu para hadirin. Â
Ingatan ini melayang ke  Quran, Surat Abasa, 1-10. Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Nabi. Ada kesan Nabi agak abai terhadap penyandang disabilitas tunanetra ini. Di tenggarai kurang hangat penerimaannya.
Menurut asbabun nuzul, ayat-ayat ini adalah bentuk halus teguran Allah kepada Nabi. Atas sikap Rasulullah terhadap salah satu warga umat. Kala itu, Nabi Muhammad sedang berdiskusi dengan pembesar Quraisy.Â
Di antara mereka ada Abu Jahl, 'Utbah bin Rabi'ah, 'Abas bin Abd al-Muthollib, dan Walid bin Murighah. Diskusi tersebut dilakukan dengan harapan kaum Quraisy bisa tercerahkan dan masuk Islam.
Di tengah diskusi tersebut, datanglah Abdullah bin Ummi Maktum. Ia minta diajarkan mengenai Islam dan mengucapkannya sampai berkali-kali.
Rasulullah SAW dianggap terganggu karena percakapannya menjadi terputus. Â Akhirnya menunjukkan tatapan tidak senang dan memalingkan wajahnya dari Abdullah. Dalam ayat kedua dijelaskan bahwa Abdullah memiliki fisik yang tidak sempurna, ia terlahir dalam keadaan buta.
Bila Nabi yang maksum (nihil dosa) saja ditegur Allah, bagaimana pula kaum muslimin secara perorangan  lebih-lebih pemerintah  yang abai kepada hamba Allah yang disablitas?