Mohon tunggu...
Shofiyyah ms
Shofiyyah ms Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lifelong learner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lestarikan Budaya Indonesia dengan Bercerita

16 Desember 2023   21:24 Diperbarui: 16 Desember 2023   21:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang menjadi ekosistem bagi lahir dan hidupnya ribuan budaya. Hal tersebut tentunya merupakan konseskuensi dari histori masyarakat Indonesia yang datang dari latar belakang yang beragam. Saat ini tercatat bahwa Indonesia memiliki 1728 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) sejak tahun 2013 hingga 2022 (Kemendikbudristek, 2022).

Warisan tersebut terbagi menjadi 5 domain, yakni (1) adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan, (2) kemahiran dan kerajinan tradisional, (3) pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, (4) seni pertunjukan, dan (5)  tradsi lisan dan ekspresi. Selain warisan budaya tak benda, Indonesia juga memiliki beragam warisan budaya benda yang dapat berupa alat musik, situs-situs bersejarah, candi, artefak, dan lain sebagainya.

Namun, pada realitasnya, berapa banyak kah masyarakat Indonesia yang mengetahui betul mengenai budayanya sendiri?

Di tengah pesatnya globalisasi dan informasi, siapapun dapat mengakses konten sesuai dengan keinginannya sendiri. Mengetahui hal tersebut, media-media berbondong-bondong berlomba untuk mengatur siasat dan algoritma terbaiknya agar mendapat perhatian banyak dari massa. Pemenang dari pertarungan tersebut akan otomatis menjadi tren yang menguntungkan bagi pertumbuhan konten tersebut.

Tren tersebut dapat berevolusi menjadi budaya populer yang merupakan budaya yang lahir dan bertahan atas kehendak media (dibantu dengan ideologi kapitalis) dan perilaku konsumen. (Gustam, 2015). Ketika suatu tren berubah menjadi budaya populer, maka budaya tersebut akan perlahan mempengaruhi gaya hidup, sikap, dan perilaku penikmatnya.

Photo by Ravi Sharma on Unsplash
Photo by Ravi Sharma on Unsplash

Saat ini, konten media dan hiburan di Indonesia lebih banyak didominasi oleh negara-negara luar seperti media barat, Korea, China, Jepang, Thailand, dan lain sebagainya. Tak heran, masyarakat di Indonesia, terutama kalangan remaja, turut menjadi penikmat dalam jumlah yang besar dalam tren tersebut.

Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya komunitas pencinta animasi jepang (Yamane, 2020), gim buatan china, variety show barat dan lain sebagainya di Indonesia. Bahkan, Indonesia juga dinobatkan sebagai salah satu negara dengan penikmat konten korea tertinggi di Asia menurut Kementrian Kebudayaan, Olahraga, dan Turisme Korea pada tahun 2023 (Merdeka, 2023).

Sebenarnya tak ada salahnya bagi seseorang untuk menyukai konten hiburan dari negara luar, karena justru konten-konten tersebut dapat menginspirasi seseorang untuk memproduksi karya baru. Namun, hal tersebut cukup mengkhawatirkan bagi kelangsungan budaya di Indonesia.

Dengan lebih banyaknya konten luar yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, mungkin kini pemuda-pemudi lebih familiar dengan folklor dari negeri ginseng daripada folklor lokal, musik dan pakaian tradisional dari negeri tirai bambu daripada musik dan pakaian tradisional lokal, dan cerita klasik dari negeri sakura dibandingkan dari negeri sendiri.

Tradisi bercerita sudah ada sejak lama dan terbukti dapat menjadi penghubung antar peradaban melintasi ruang dan waktu. Cerita dapat membantu kita memahami masalalu karena dapat memberi kita gambaran tentang kebiasaan, adat istiadat, dan aktivitas sehari-hari nenek moyang kita. Sebuah cerita pasti akan membawa emosi, perspektif, dan nilai-nilai yang menjadikannya mudah diingat oleh orang yang menikmati cerita tersebut. Karena itulah cerita memiliki kekuatan besar untuk menjaga kelestarian budaya.

Pasar konsumen media kreatif tidak main-main besarnya. Kesuksesan sebuah cerita yang dikemas dengan bagus, baik dalam bentuk film, series, komik, maupun novel, dan bentuk-bentuk lain, dapat berdampak besar pada banyak sektor, mulai dari fashion, makanan, wisata, ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bercerita (storytelling) memiliki pengaruh signifikan dalam masyarkat.

Jaszi (2009) memaparkan beberapa kekhawatiran dalam keberlangsungan kebudayaan di Indonesia, yakni sulitnya menghubungkan budaya dengan masyarakat, tantangan dalam menjaga transfer pengetahuan antar generasi, kurangnya perhatian atau pengakuan, dan risiko pemalsuan, penyelewengan melalui reproduksi, atau distribusi tanpa izin, dan ancaman klaim asing atas warisan budaya Indonesia.

Di sini, cerita dapat menjadi solusi dalam hambatan melestarikan budaya Indonesia. Masalah-masalah tersebut dapat disiasati dengan mengenalkan budaya-budaya Indonesia secara luas dan mencari peluang dalam menjadikan kebudayaan Indonesia sebagai salah satu kebudayaan populer.

Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya kebudayaan Indonesia menyimpan banyak potensi yang dapat menggaet para penikmat cerita, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Misalnya mitos-mitos tentang hantu Indonesia atau keunikan praktik perdukunan di Indonesia yang dapat diolah menjadi plot cerita anti-mainstream. Tak harus selalu cerita horor, plot tentang mitos dan takhayul dapat dipadukan dengan genre aksi fantasi atau bahkan romantis.

Contoh sukses dari perpaduan kebudayaan lokal dalam cerita adalah anime Your Name dari Jepang dan drama My Girlfriend is Gumiho dari Korea yang sukses menyita perhatian global dan membuka jendela untuk lebih mempelajari kebudayaan negara tersebut.

Selain plot mengenai mitos dan hantu, plot tentang kerajaan, ritual kebudayaan, makanan, sejarah, tata-krama, pahlawan super, dan keunikan lain yang ada di Indonesia juga dapat dijadikan cerita dengan khas tersendiri yang dapat memberikan kesegaran dalam cerita populer yang biasanya beredar.

Sebenarnya, tidak sedikit industri kreatif yang mencoba mengambil ide besar kebudayaan lokal di Indonesia sebagai plot utama dalam ceritanya, tetapi tidak jarang karya tersebut sepi peminat. Hal ini dapat disebabkan karena eksekusi yang kurang mendukung, plot yang kurang matang, dan masyarakat yang masih skeptis terhadap cerita-cerita buatan lokal.

Biasanya masyarakat kurang tertarik dengan film lokal karena cerita yang kurang matang, akting yang kurang baik, dan aktor pemeran yang kurang variatif. Sedangkan komik lokal seringkali terkalahkan dengan ketenaran komik lain dan kurangnya marketing dan Novel lokal seringkali ditinggalkan karena kurangnya minat baca di Indonesia.

Dengan banyaknya potensi melestarikan budaya yang dapat dihasilkan dari cerita, maka perlu digencarkan program yang dapat menumbuhkan bibit-bibit penulis yang berkualitas. Selain itu, masyarakat harus dikenalkan dengan berbagai bentuk dan variasi cerita agar dapat menumbuhkan minat untuk membaca, menulis, dan menciptakan karya yang dapat melestarikan budaya.

***

RUJUKAN:

Gustam, R. (2015). Karakteristik Media Sosial dalam Membentuk Budaya Populer Korean Pop di Kalangan Komunitas Samarinda dan Balikpapapan. eJournal Ilmu Komunikasi.

Jaszi, P. I. (2009). Traditional Culture: A Step Forward for Protection in Indonesia - A Research Report. Institute for Press and Development Studies.

Yamane, T. (2020). Kepopuleran dan Penerimaan Anime Jepang di Indonesia. Jurnal Ayumi vol. 7.

Kemendikbudristek. (2022). Sebanyak 1728 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia ditetapkan. [Online] Diakses melalui: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/sebanyak-1728-warisan-budaya-takbenda-wbtb-indonesia-ditetapkan/

Merdeka.com. (2023). Ternyata India & Indonesia Jadi Negara Penikmat Konten Korea Tertinggi di Asia. [Online] Diakses melalui: https://www.merdeka.com/uang/ternyata-india-amp-indonesia-jadi-negara-penikmat-konten-korea-tertinggi-di-asia.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun