Indonesia adalah negara yang menjadi ekosistem bagi lahir dan hidupnya ribuan budaya. Hal tersebut tentunya merupakan konseskuensi dari histori masyarakat Indonesia yang datang dari latar belakang yang beragam. Saat ini tercatat bahwa Indonesia memiliki 1728 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) sejak tahun 2013 hingga 2022 (Kemendikbudristek, 2022).
Warisan tersebut terbagi menjadi 5 domain, yakni (1) adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan, (2) kemahiran dan kerajinan tradisional, (3) pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, (4) seni pertunjukan, dan (5) Â tradsi lisan dan ekspresi. Selain warisan budaya tak benda, Indonesia juga memiliki beragam warisan budaya benda yang dapat berupa alat musik, situs-situs bersejarah, candi, artefak, dan lain sebagainya.
Namun, pada realitasnya, berapa banyak kah masyarakat Indonesia yang mengetahui betul mengenai budayanya sendiri?
Di tengah pesatnya globalisasi dan informasi, siapapun dapat mengakses konten sesuai dengan keinginannya sendiri. Mengetahui hal tersebut, media-media berbondong-bondong berlomba untuk mengatur siasat dan algoritma terbaiknya agar mendapat perhatian banyak dari massa. Pemenang dari pertarungan tersebut akan otomatis menjadi tren yang menguntungkan bagi pertumbuhan konten tersebut.
Tren tersebut dapat berevolusi menjadi budaya populer yang merupakan budaya yang lahir dan bertahan atas kehendak media (dibantu dengan ideologi kapitalis) dan perilaku konsumen. (Gustam, 2015). Ketika suatu tren berubah menjadi budaya populer, maka budaya tersebut akan perlahan mempengaruhi gaya hidup, sikap, dan perilaku penikmatnya.
Saat ini, konten media dan hiburan di Indonesia lebih banyak didominasi oleh negara-negara luar seperti media barat, Korea, China, Jepang, Thailand, dan lain sebagainya. Tak heran, masyarakat di Indonesia, terutama kalangan remaja, turut menjadi penikmat dalam jumlah yang besar dalam tren tersebut.
Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya komunitas pencinta animasi jepang (Yamane, 2020), gim buatan china, variety show barat dan lain sebagainya di Indonesia. Bahkan, Indonesia juga dinobatkan sebagai salah satu negara dengan penikmat konten korea tertinggi di Asia menurut Kementrian Kebudayaan, Olahraga, dan Turisme Korea pada tahun 2023 (Merdeka, 2023).
Sebenarnya tak ada salahnya bagi seseorang untuk menyukai konten hiburan dari negara luar, karena justru konten-konten tersebut dapat menginspirasi seseorang untuk memproduksi karya baru. Namun, hal tersebut cukup mengkhawatirkan bagi kelangsungan budaya di Indonesia.
Dengan lebih banyaknya konten luar yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, mungkin kini pemuda-pemudi lebih familiar dengan folklor dari negeri ginseng daripada folklor lokal, musik dan pakaian tradisional dari negeri tirai bambu daripada musik dan pakaian tradisional lokal, dan cerita klasik dari negeri sakura dibandingkan dari negeri sendiri.
Tradisi bercerita sudah ada sejak lama dan terbukti dapat menjadi penghubung antar peradaban melintasi ruang dan waktu. Cerita dapat membantu kita memahami masalalu karena dapat memberi kita gambaran tentang kebiasaan, adat istiadat, dan aktivitas sehari-hari nenek moyang kita. Sebuah cerita pasti akan membawa emosi, perspektif, dan nilai-nilai yang menjadikannya mudah diingat oleh orang yang menikmati cerita tersebut. Karena itulah cerita memiliki kekuatan besar untuk menjaga kelestarian budaya.