Pemilu 2014 agaknya sudah terasa, ditandai dengan pemasangan spanduk dan baliho beberapa caleg dari partai-partai besar yang sudah tak asing lagi. Berikut nama-nama partai yang menjadi urutan 10 besar;
Nomor urut 1: Partai Nasional Demokrat (Partai NasDem)
Nomor urut 2: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Nomor urut 3: Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Nomor urut 4: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Nomor urut 5: Partai Golongan Karya (Partai Golkar)
Nomor urut 6: Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra)
Nomor urut 7: Partai Demokrat
Nomor urut 8: Partai Amanat Nasional (PAN)
Nomor urut 9: Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Nomor urut 10: Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura)
Meski pesta demokrasi itu masih terhitung beberapa bulan mendatang, tapi kini sudah waktunya masyarakat mempertimbangkan dengan matang. Siapakah yang akan dipilih oleh masyarakat? Mengingat pemilihan umum mendatang, akan menentukan sosok yang akan memimpin Indonesia selama 5 tahun ke depan. Hendaknya rakyat bisa menilai tanpa memperluas budaya kolektivitas. Melihat beberapa tahun ke belakang, pemerintahan yang seperti apa yang telah dirasakan masyarakat. Apakah tidak lebih baik dari sebelumnya ataukah masyarakat menginginkan yang lebih baik. Sebagai masyarakat, hal utama yang harus kita luruskan adalah menolak lupa. Tokoh yang diusung beberapa partai kadang mengecoh perhatian sehingga tidak diperhatikan siapa yang ada di belakang tokoh tersebut. Hal itu membuat kebaikan tokoh menutupi borok pengusungnya.
Sebelum memilih, tentu masyarakat harus mantap untuk menentukan. Dan sebelum menentukan, masyarakat akan melihat rekam jejak tokoh yang diusung dari suatu partai manapun. Ibarat memilih pasangan hidup, maka harus dilihat betul bibit-bebet-bobotnya. Apakah tokoh tersebut pernah melakukan kesalahan fatal yang sampai saat ini belum selesai, dari situ masyarakat bisa menilai bahwa tokoh tersebut mampu atau tidak nantinya mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia.
Hak pilih masyarakat merupakan suara yang amat penting. Jika disalahgunakan apalagi suara tersebut bisa dibeli hanya dengan uang senilai dua puluh ribu rupiah, maka apa yang akan terjadi nantinya di negeri ini akan menjadi kesalahan nasional. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia yang semakin cerdas diharapkan untuk yakin dari diri sendiri dan tidak menyalahgunakan suaranya. Dan siapakah yang nanti terpilih menjadi pemimpin di Indonesia, sama-sama kita harapkan agar membawa perubahan dan pembenahan bagi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H