Di zaman sekarang yang serba modern ini banyak teknologi yang sudah canggih. Mulai dari alat elektronik, peralatan rumah tangga, hingga pembayaran pun kini sudah banyak berubah menjadi digital. Awalnya alat tukar dan pembayaran menggunakan sistem barter. Menurut KBBI, barter adalah kegiatan perdagangan dengan saling bertukar barang. Sesuai dengan artinya, manusia menukarkan barang dengan barang yang dibutuhkan sesuai dengan nilai atau kualitasnya nya agar tetap memiliki nilai tukar yang sepadan. Namun, seiring berjalannya zaman barter memiliki banyak kekurangan yaitu menyulitkan kegiatan transaksi manusia karena kita harus membawa barang yang akan ditukar ke tempat yang dituju entah itu jauh ataupun dekat.
Hilang nya barter memunculkan alat tukar lainnya yaitu mata uang. Menurut sejarah, uang pertama kali ditemukan dan diprakasai oleh bangsa Lydia yang tinggal di daerah Turki pada abad ke-6 sebelum Masehi. Mata uang awalnya berbentuk seperti kacang polong yang tercipta dari bahan campuran emas dan perak yang diberi nama ‘elektrum’. Lalu ditemukanlah mata uang logam oleh Croesus di Yunani pada 560-546 Tahun Sebelum Masehi.
Seiring berjalannya waktu bahan baku uang logam mulai terbatas. Hingga muncullah uang kertas yang pertama kali dan dikuasai oleh Bangsa China pada Abad ke-1 Masehi. Berdasar pada laporan Guinnes World Records, Bangsa China melakukan inovasi dengan membuat uang kertas. Bahan yang digunakan pun bervariasi, mulai dari linen, rami, bambu, hingga kulit murbei.
Hingga terjadinya kemajuan teknologi menyebabkan perkembangan pada alat tukar selain uang. Pada tahun 1946, terciptalah kartu kredit yang dikenalkan sebagai alat tukar pengganti uang atau yang bisa disebut sebagai transaksi non-tunai. Kartu kredit yang awalnya menggunakan kartu berkembang lagi menjadi hanya menggunakan barcode. Anak zaman sekarang menyebutnya dengan istilah ‘cashless’. Situs Ajaib.co.id menjelaskan arti dari ‘cashless’ adalah metode pembayaran tanpa menggunakan uang fisik.
Awalnya, ‘cashless’ hanya bisa digunakan dari satu merk ke merk yang sama sebagai contoh, dari Gopay ke Gopay juga tidak bisa ke merk yang lain. Namun, sekarang sudah berkembang lagi muncullah program yang biasa disebut Q-ris. Keren, kan?
Namun, belum banyak dari kita yang menerapkan sistem cashless ini. Generasi remaja menjadi generasi yang paling banyak mulai beralih ke sistem cashless. Sebagai contoh yang dekat di kantin FISIP UNS sudah tersedia pembayaran melalui Q-ris. Kita hanya perlu meng-scan barcode yang dimiliki oleh kantin atau penjual lalu kita bisa memasukan nominal yang harus dibayarkan dan memasukkan PIN yang dimiliki oleh masing-masing akun lalu selesai. Sangat praktis, bukan?
Sayangnya sistem ini dianggap ribet atau sulit oleh generasi tua dan memilih pembayaran menggunakan uang tunai yang dianggap lebih praktis. Memang pembayaran uang tunai lebih praktis, namun kita harus melakukan kontak fisik dengan penjual. Apalagi di sekitar kita masih banyak virus Covid-19 yang beredar. Cashless sangat membantu untuk memutus persebaran virus Covid-19.
Di Solo sendiri sudah banyak pasar tradisional yang mulai melakukan digitalisasi. Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Heru Sunardi menjelaskan alasan digitalisasi di pasar tradisional pada wawancara nya di Balai Kota Solo pada hari kamis (6/5) “Karena lebih simpel, praktis, ekonomis dan yang terpenting tidak akan dapat uang palsu dan sebagainya. Kalau pedagang kecil dapat uang palsu Rp 50.000,00 kan kasian. Dengan digitalisasi, uang akan langsung masuk ke rekening denga naman,” terang nya kepada para wartawan.
Jadi, gimana kalian udah pake pembayaran Cashless atau masih pake uang tunai? Kalo masih pake uang tunai, ada rencana buat pindah ke Cashless engga,nih? Hitung-hitung kita bisa dukung Gerakan Nasional Non-Tunai, loh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H