Bund, bund siapa disini yang anak nya tantrum bunda nya juga ikutan tantrum? Memang ya bund kalau anak sedang tantrum itu rasanya serba salah dan juga bingung, bagaimana tidak anak yang tiba-tiba menangis kencang diluar kendali dan amarah yang sulit untuk dikontrol. Kita sebagai orang tua berusaha sekuat mungkin untuk menghentikan anak tersebut dengan berbagai cara, akan tetapi hasilnya nihil, anak malah semakin beerontak dan diluar kendali kita. Hal inilah yang membuat para bunda semakin frustasi untuk menghadapi anaknya yang tengah tantrum, kebanyakan orang tua malah memarahi balik anak karena orang tua merasa dengan memarahinya anak akan diam dan takut, akan tetapi hal ini tidak disarankan ketika menghadapi anak yang tengah tantrum.
      Apa itu tantrum?
      Tantrum merupakan gangguan perilaku yang dialami anak, dimana anak tidak dapat mengendalikan emosi mereka dengan melampiaskannya dengan cara yang tidak baik. Ketika anak tantrum tengah berlangsung, mereka akan menangis dengan kencang, melempar barang di sekitar nya, memukul, menendang, menjerit, berguling-guling di lantai dan bahkan ada yang diiringi dengan muntah dan buang air kecil dicelana (Fetsch & Jacobson). Perilaku tantrum  biasanya terjadi pada anak usia pra sekolah. Tantrum terjadi apabila anak memiliki keinginan dan tidak terpenuhi dan akan berhenti jika keinginannya sudah terpenuhi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadia (2018), menunjukkan bahwa anak dengan perilaku menyakiti diri disebut dengan manipulative tantrum. Jika tantrum berlangsung selama lebih dari 15 menit akan berdampak negatif pada anak seperti agresif dan menyakiti dirinya sendiri dan perilaku tersebut akan menjadi sifat yang menetap ketika anak bertumbuh dewasa. Para ahli perkembangan anak mengatakan bahwa tantrum termasuk perilaku yang tergolong masih normal dan bagian dari proses perkembangan kognitif dan emosi anak. Untuk mengatasi tantrum pada anak, orang tua perlu mengajarkan anak mengenai regulasi emosi.
      Apa itu regulasi emosi?
      Regulasi emosi adalah suatu kemampuan untuk mengatur, mengevaluasi, memodifikasi dan bisa mengkomunikasikan perasaan emosionalnya dengan baik. Anak yang mempunyai kemampuan regulasi emosinya dengan baik bisa mengatur dan meredakan emosi negatifnya. Regulasi emosi juga berperan untuk memodulasi ekspresi emosinya dalam berinteraksi dengan orang lain. Pengekspresian harus dilakukan dengan tepat, apabila pengekspresian ini tidak dilakukan dengan tepat maka akan timbul masalah yang tidak diinginkan. Pada anak pra sekolah regulasi emosi ini adalah salah satu aspek penting perkembangan sosial dan kognitif nya. Keterampilan dalam meregulasi emosi yang rendah akan membuat anak lebih cenderung memiliki perilaku yang kurang baik dan akan mempengaruhi kemampuan adaptasinya di sekolah. Lain hal nya dengan anak yang memiliki kemampuan untuk meregulasi emosi yang baik maka dia akan memiliki keunggulan dalam intelektualnya.
      Regulasi emosi berfungsi sebagai strategi koping melalui suatu tahapan tertentu yang diawali suatu usaha untuk mengatasi masalah dengan melibatkan sumber permasalahan. Kemampuan untuk meregulasi emsoi tidak datang secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan suatu proses yang melibatkan antar indivdu dengan lingkungan sekitar nya.
      Tahap perkembangan regulasi emosi
- Masa Bayi dan Balita
Pada paruh kedua di tahun pertama, bayi secara fisik mampu untuk mendekati rangsangan untuk meningkatkan emosi positif dan menghindar jika rangsangan tersebut terasa baru dan bersifat mengancam. Seiring bertambahnya usia bayi sedang berkembang untuk mengumpulkan informasi yang didapatnya dari pengasuh untuk membantu proses regulasi emosi.
- Anak- anak dan Remaja
Perkembanga regulasi emosi berlanjut hingga anak-anak dan remaja, dimana pertumbuhan terbesar terjadi pada masa pra sekolah. Dimana kemampuan untuk regulasi emosi di masa ini lebih mudah dalam mengatur emosinya.
- Dewasa dan Masa Tua
Pada masa ini banyak orang menganggap bahwa di masa ini merupakan puncak dalam perkembangan regulasi emosi, akan tetapi di masa dewasa ini terjadi perubahan. Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa mengalami emosi negatif lebih jarang dan lebih mempertahankan tingkat emosi yang lebih tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H