Mohon tunggu...
shofia amalia sholihah
shofia amalia sholihah Mohon Tunggu... The Student of Humanity Faculty -

Mahasiswa bahasa dan Sastra Arab UIN Malang, Penyuka biru, Penikmat Coklat, Kartun Larva, Hobby Membaca, Suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Generasi Peminta-minta Cermin "Mirisnya Pola Pikir"

7 Maret 2018   19:24 Diperbarui: 18 Maret 2018   22:00 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : evenerr.com

Seringkali kita melihat di berita-berita atau disurat kabar adanya penggerebekan yang dilakukan satpol PP yang berhasil menciduk pengemis yang mana kedapatan membawa uang jutaan, emas dan barang berharga lainnya. Bahkan tak jarang juga pengemis yang kedapatan membawa smartphone. Modus yang dilakukan pengemispun beragam dari mulai berpura-pura pincang, sakit, berpakaian gembel, atau bahkan membawa anak kecil dan parahnya lagi adalah anak yang sengaja disewakan supaya mengemis semakin terlihat meyakinkan.

Dulu, sebelum tersebar berita-berita miring tentang dunia per-ngemis-an. Saya sempat beranggapan bahwasannya pengemis itu dilakukan oleh sebagian orang yang mana orang tersebut tidak mampu untuk melakukan pekerjaan, sehingga mengandalkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan harus dipilihnya

Lambat laun saya mulai menyaksikan sendiri bagaimana kenyataan saat ini di lapangan, ternyata pekerjaanpengemis itu bukan semata-mata karena ketidakmampuan fisik untuk melakukan pekerjaan. Pengemis seperti pekerjaan yang dapat dilakukan siapa saja, banyak anak-anak, remaja yang masih sehat walafi'at dan saya rasa sangat bisa untuk melakukan pekerjaan yang lain.

Saya sendiri menjumpai pengemis seperti ini. Ketika saya hendak mengambil uang di ATM, terdapat anak remaja laki-laki yang masih muda menyodorkan amplopnya "Buat makan seikhlasnya" begitu kira-kira tulisannya. Lantas saya tercengang, Apa ini nggak salah? masih muda kok minta-minta. Namun diseberang terdapat seorang ibu yang sama-sama juga ndeprokdi depan dan sama-sama meminta, melirik kearah saya.

Selanjutnya di lain waktu saya pergi ke ATM itu lagi dan mereka masih ditempat yang sama dengan posisi yang sama pula. Ini ngemis kok mangkal ya?Selintas begitu dibenak saya. Namun kali ini bedanya sang remaja laki-laki itu sedang makan, sempat saya melirik apa yang makan oleh remaja tersebut, wah ayam lo ternyata. Lumayan juga ya, bisa makan enak tiap hari, hehe.Sedang sang ibu menutupinya, seakan tak ingin jika orang lain melihat anaknya sedang makan enak. Saya berfikir kalau mereka itu adalah ibu dan anak karena mereka berdua terlihat persis parasnya, serta perlakuan ibunya mencerminkan "Saya ibunya"

Dilain waktu lagi, masih sama kronologinya ketika saya akan melakukan tarik-tunai di ATM. Saat itu keadaan sangat lengang karena panasnya terik matahari, dari kejauhan saya melihat anak remaja itu duduk dipojok sambil bermain Smartphone, wah keren!

Selain cerita diatas saya pernah mengalami kejadian lain tentang seorang pengemis, bukan pengemis tapi pengamen yang saya fikir cukup "Tak tahu diri". Kenapa saya menyebut tak tahu diri? Begini kronologinya, ketika saya sedang membayar belanjaan saya di supermarket kecil datang seorang pengamen. Ia menyanyi dengan asal-asalan, kemudian anak dari sang penjaga kasirpun memberikan dirinya uang recehan. Ia pun pergi tapi dengan wajah yang tak mengenakkan. Penasaran, saya pun memperhatikan dirinya meninggalkan supermarket dengan menggerutu, sepertinya uangnya kurang. Begitu kesimpulan saya, ternyata benar. Ketika sang pengamen itu sudah jauh beberapa uang receh pun dibuang kedalam selokan. Wah, orang kaya rupanya!, recehan aja nggak doyan.

Dari beberapa kejadian itu saya mulai membuka diri, bahwasannya mengemis itu bukan karena ketidakmampuan fisik untuk bekerja. Akan tetapi lebih dari itu, pola fikir yang menginginkan kaya dengan cepat dan tidak perlu bersusah payah lah yang menjadikan mengemis menjadi pilihan. Bisa jadi, kemalasan untuk bekerja juga menjadi faktornya. Tidak mungkin seorang manusia yang telah dilengkapi dengan akal sempurna, selama ia sehat tidak mempunya keahlian sama sekali. Pola fikir tersebut juga dipengaruhi orang tua yang secara langsung mendidik dan mengajarkan kepada anaknya "bagaimana cara bertahan hidup dengan baik". Karena seorang ibu yang mengemis bisa jadi menghasilkan anak yang mengemis pula. Seperti kata pepatah Buah tak jatuh jauh dari Pohonnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun