Nama saya Shofa Nurlayly Kamalia, berasal dari Bangilan, Tuban, Jawa Timur. Sejak kecil, saya tumbuh dan besar di lingkungan pesantren, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah hingga menamatkan pendidikan SMA. Dunia pesantren telah menjadi rumah kedua saya, tempat dimana saya merasa nyaman dan damai. Kehidupan yang penuh dengan ketenangan spiritual dan kedekatan dengan ilmu agama begitu melekat dalam diri saya. Karena itu, saya pernah berpikir untuk terus mondok, melanjutkan hidup di dunia yang sudah sangat akrab dan penuh ketentraman.
Namun, harapan saya tidak sejalan dengan keinginan keluarga. Ibu dan saudara saya memiliki pandangan berbeda. Mereka sangat mendorong saya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, bukan hanya bertahan di pesantren. Bagi mereka, kuliah adalah pintu menuju masa depan yang lebih baik, penuh peluang untuk berkembang. Meski hati saya ingin tetap mondok, ada tekanan dari keluarga yang menginginkan saya memiliki pendidikan formal yang lebih tinggi. Awalnya, saya sama sekali tidak tertarik dengan dunia perkuliahan.
Dibenak saya, "Apa sih itu kuliah?" Dunia kampus terasa asing dan tidak menarik. Namun, ibu meyakinkan saya bahwa dengan kuliah, saya akan menjadi orang yang berpendidikan dan memiliki pengalaman lebih luas. Saudara saya juga berkata, "Sayang sekali, kalau sudah mondok jauh-jauh tapi tidak kuliah." Setelah mempertimbangkan selama beberapa hari, saya akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran mereka, meskipun dengan perasaan terpaksa.
Dengan bismillah, saya mencoba membuka hati. Saya yakin bahwa ini mungkin jalan terbaik untuk saya. Sebelumnya, saya sempat mengunjungi Purwokerto untuk melihat pondok dan kampus UIN Saizu. Dari situ, sedikit demi sedikit, ketertarikan terhadap dunia perkuliahan mulai tumbuh. Awalnya, saya ingin mendaftar lewat jalur mandiri tahap 2, tapi karena bulan puasa dan jaraknya yang sangat jauh 12 hingga 15 jam perjalanan dari rumah, saya memilih untuk menundanya hingga tahap 3 sekalian berangkat ke pondok. Dalam hati, saya sebenarnya ingin mendaftar di prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir karena sesuai dengan kemampuan saya di tahfidz. Namun, saudara saya menyarankan agar saya memilih prodi Tasawuf dan Psikoterapi. Menurut mereka, prodi ini sangat penting, terutama bagi seorang perempuan, dan akan membawa manfaat besar bagi masyarakat di masa depan. Dengan segala pertimbangan, saya pun mengikuti saran mereka, untuk mendaftar dengan pilihan 1 prodi Tasawuf dan Psikoterapi, pilian 2 Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, dan pilihan 3 prodiPendidikan Agama Islam. Besoknya saya langsung berangkat ke Purwokerto  untuk melakukan tes masuk.
Pagi itu pukul 08.00 saya berangkat ke kampus untuk melakukan tes masuk dan saya keluar ujian tes masuk terakhir sendiri karena saya sangat kesulitan saat mengerjakan soal, disitu ada soal bahasa inggris dan saya paling tidak suka dengan bahasa inggris. Setelah itu, saya pulang ke pondok dengan perasaan yang tidak enak karena saya merasa tidak bisa mengerjakan soal, dan saya berpikiran kalau saya sudah pasti tidak lulus. Jika saya tidak lulus di UIN maka saya akan daftar di UNU Purwokerto. Akan tetapi, takdir Allah adalah yang terbaik bagi saya.
Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus seleksi jalur pendaftaran mandiri tahap 3 dan diterima di prodi Tawasuf dan Psikoterapi dengan uang kuliah tunggal (UKT) nominal 0 rupiah. Semoga ini menjadi pilihan terbaik, dan saya siap menjalaninya dengan penuh keikhlasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H