Memaknai Kembali Kebahagiaan
Mengembalikan makna kebahagiaan yang sejati di era oversharing bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan kesadaran akan dampak negatif dari ilusi kebahagiaan di media sosial dan kemampuan untuk memisahkan diri dari tekanan untuk terus-menerus memamerkan kebahagiaan. Originalitas kebahagiaan harus diupayakan kembali sebagai pengalaman personal, yang tidak perlu dipublikasikan agar dianggap valid.
Kita perlu mengajukan pertanyaan penting: apakah kebahagiaan yang kita rasakan saat ini benar-benar milik kita, ataukah itu adalah sesuatu yang kita ciptakan agar orang lain melihat kita bahagia? Langkah pertama dalam memaknai kembali kebahagiaan adalah dengan menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu memerlukan penonton. Kebahagiaan dapat ditemukan dalam momen-momen kecil, dalam ketenangan diri, dan dalam hubungan dengan orang-orang terdekat, tanpa harus mendapatkan pengakuan digital.
Akhir kata, di era digital ini, di mana oversharing dan pencarian validasi digital menjadi norma, penting bagi kita untuk kembali pada konsep kebahagiaan yang otentik. Kebahagiaan sejati tidak membutuhkan pengakuan dari dunia luar, dan tidak harus dipamerkan agar dianggap ada. Memaknai kembali kebahagiaan di era oversharing berarti menemukan kedamaian dalam kesederhanaan, menerima diri apa adanya, dan melepaskan kebutuhan untuk selalu tampil sempurna di mata orang lain. Hanya dengan begitu kita dapat meraih kebahagiaan yang asli, bebas dari ilusi digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H